KUHP Baru: Pengguna Narkotika Direhabilitasi, Bukan Dipenjara

KUHP Baru: Pengguna Narkotika Direhabilitasi, Bukan Dipenjara
Menko Kumham-Imipas, Yusril Ihza Mahendra. Foto: Instagram @yusrilihzamhd.

Komparatif.ID, Jakarta— Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham-Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru membawa perubahan mendasar dalam penanganan pengguna narkotika.

Dalam orasi ilmiah saat wisuda Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim), Yusril menyampaikan pengguna narkotika kini diperlakukan sebagai korban yang membutuhkan rehabilitasi, bukan lagi sebagai pelaku kejahatan yang dijatuhi hukuman penjara.

“Ada perubahan dalam Undang-Undang Narkotika, di mana para korban pemakai tidak lagi dipidana, tapi harus direhabilitasi,” kata dikutip ANTARA, Jumat (13/12/2024).

Yusril menjelaskan, perubahan ini merupakan bagian dari revisi Undang-Undang Narkotika yang lebih menekankan pada pendekatan humanis dan rehabilitatif.

ia mengatakan negara tetap memiliki tanggung jawab membina pengguna narkotika agar mereka dapat pulih dan kembali berkontribusi dalam masyarakat. Pendekatan ini diharapkan dapat mengatasi masalah over-kapasitas yang selama ini terjadi di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Baca jugaPolda Aceh Luncurkan 23 Kampung Bebas Narkoba di Pidie

“Barangkali warga binaan akan berkurang secara drastis, tapi bukan berarti mereka ini bebas karena mereka tidak dipidana masuk LP, tapi mereka harus direhabilitasi,” ujarnya.

Yusri menekankan meskipun pengguna narkotika tidak akan lagi dipenjara, mereka tetap diwajibkan menjalani proses rehabilitasi di bawah pengawasan negara.

Langkah ini diyakini akan mengurangi secara signifikan jumlah warga binaan di lembaga pemasyarakatan, sekaligus mengubah paradigma pemidanaan yang selama ini berorientasi pada penghukuman semata.

KUHP baru, yang akan mulai berlaku pada Januari 2026, menitikberatkan pada prinsip keadilan restoratif. Pendekatan ini, menurut Yusril, mengedepankan penyelesaian yang lebih manusiawi dan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia, termasuk hukum adat dan hukum Islam.

Hal ini dinilai sebagai langkah maju dibandingkan sistem penghukuman yang diwarisi dari masa kolonial Belanda.

“Tetapi lebih kepada keadilan restoratif, rehabilitatif, dan lain-lain sebagainya, yang dalam anggapan saya lebih dekat kepada the living law; kepada hukum yang hidup dalam masyarakat kita, yaitu hukum adat dan hukum Islam,” lanjutnya.

Yusril mengungkapkan penyusunan KUHP baru ini melalui perjalanan panjang penuh perdebatan, dan kontroversi. Namun, ia meyakini aturan baru ini mampu mencerminkan filosofi hukum Indonesia yang lebih berkeadilan dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan ini, Yusril mengimbau Poltekip untuk mulai mempersiapkan inovasi dalam kurikulumnya. Ia menyarankan agar Poltekip mempertimbangkan pembukaan jurusan baru yang fokus pada metode rehabilitasi korban narkotika.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here