Komparatif.ID, Banda Aceh— Ketua Komisi IV DPRA Zulfadli, A.Md menolak rencana usulan anggaran untuk kebutuhan penyelenggaraan PON XXI Aceh-Sumut 2024 melalui APBA.
Politisi Partai Aceh itu menyebut dana penyelenggaraan dan pembangunan venue PON harusnya dibebankan sepenuhnya kepada ABPN.
Namun berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani antara Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Dr. Agus Fatoni, dan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki pada Kamis (20/9/2023) di Banda Aceh lalu, APBN hanya menanggung Rp889 miliar dari total kebutuhan dana sebesar Rp2,4 triliun.
Sisa dari kebutuhan dana sebesar Rp1,2 triliun dibebankan kepada Pemerintah Aceh, yang mengusulkan pembiayaan melalui APBA-perubahan 2023 sebesar Rp300 miliar, dan ABPA 2024 sebesar Rp986 miliar.
Baca juga: Pemerintah Aceh Anggarkan RP1,2 T Untuk PON 2024
Penggunaan Dana DOKA untuk PON 2024 Melanggar Hukum
Zulfadli menilai pembiayaan Rp1,2 triliun sangat berat untuk dibebankan kepada ABPA. Ia mengatakan kebutuhan penyelenggaran PON tersebut pasti akan menyedot Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), yang seharusnya dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat.
Bila rencana pembiayaan tetap dipaksakan, Zulfadli menyebut Pemerintah Aceh melakukan tindakan melawan hukum, karena alokasi anggaran yang dibutuhkan menyedot kebutuhan publik dan kepentingan pembangunan bagi masyarakat luas.
Politisi Partai Aceh itu menilai ada tiga potensi aturan yang dilanggar oleh usulan pembiayaan PON melalui ABPA;
Pertama, melanggar UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, pada pasal 183 ayat (1) menyebutkan “Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 179 ayat (2) huruf c merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.”
Zulfadli menjelaskan penggunaan dana DOKA untuk kepentingan lain di luar dari yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan merugikan hak publik Aceh terhadap dana otonomi khusus.
Kedua, melanggar Qanun Nomor 1 tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Qanun Nomor 2 tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
Pada pasal 10 ayat (1) dan dua (2) menyebut pembiayaan DOKA hanya untuk program dan kegiatan pembangunan, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, serta program pembangunan dalam rangka pelaksanaan keistimewaan Aceh dan penguatan perdamaian
Terakhir, Peraturan Gubernur Aceh Nomor 16 Tahun 2022 yang menyebut penetapan dan pemberian hibah kepada pihak lain harus dibahas bersama DPRA melalui mekanisme perencanaan penganggaran lewat proses pengusulan oleh Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA).
Zulfadli khawatir kebutuhan kekurangan anggaran penyelenggaraan PON yang sangat besar akan menyedot Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), yang sejatinya diperuntukkan bagi kebutuhan publik dan kepentingan pembangunan masyarakat Aceh.
Berbagai program penting seperti pembangunan rumah layak huni, pengentasan kemiskinan, hingga pembangunan fasilitas publik akan terganggu bila sisa kebutuhan anggaran PON dibebankan pada APBA melalui dana DOKA.