Ketua ICMI Aceh: Kita Masih Parsial Melihat Bank Konvensional

Ketua ICMI, Bank konvensional
Ketua ICMI Orwil Aceh Prof. Dr. Samsul Rizal,M.Eng.,IPU, Rabu (24/5/2023) menyebutkan para pihak di Aceh parsial dalam melihat bank konvensional, sehingga pembahasannya tidak sampai pada inti yang sesungguhnya. Foto: Koleksi Samsul Rizal.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Ketua ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) Orwil Aceh Prof. Dr. Samsul Rizal,M.Eng.,IPU, mengatakan wacana revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (Qanun LKS) menjadi polemik karena banyak pihak melihat bank konvensional secara parsial.

Kepada Komparatif.ID, Rabu (24/5/2023) Prof. Samsul Rizal mengatakan bank merupakan lembaga intemediasi keuangan. Umumnya didirikan dengan kesenangan menerima simpanan, meminjamkan uang, dan penerbitan bank note.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Baca: Sebagian Ulama Mesir Halalkan Bank Konvensional

Cendekiawan Aceh yang lahir di Idi, Aceh Timur, tersebut menjelaskan perihal riba sebagai sesuatu yang haram telah tuntas dibahas. Akan tetapi perihal bank konvensional sampai sekarang masih banyak diskusi. Ada yang mengharamkan, ada pula yang menghalalkan. Kedua pendapat tidak ada pemenanganya.

Pun demikian, dalam praktiknya, Islamic Development Bank (IsDB) memberikan kredit kepada negara-negara Islam menggunakan manajemen fee= LIBOR+1-1,5%. LIBOR adalah London Interbank Overnight Rate, yang menjadi acuan seluruh dunia dalam dunia perbankan.

Ketua ICMI Orwil Aceh Prof. Dr. Samsul Rizal menjelaskan, ia pernah bertanya kepada Presiden IsDB Muhammad Ali, sebelum Bank Pembangunan Islam dipimpin oleh Muhammed al-Yasser, tentang mengapa dalam manajemen fee ada LIBOR? Muhammad Ali menjelaskan tidak ada acuan lain saat ini yang dapat diterima oleh para pemegang saham IsDB. Pemegang saham tidak mau rugi.

“Presiden IsDB saat itu mengatakan mengapa LIBOR? Karena tidak ada acuan lain. London dari dari dulu sampai sekarang merupakan pusat keuangan dunia. Sehingga LIBOR menjadi acuan dalam pemberian kredit oleh Islamic Development Bank,” sebut Ketua ICMI Orwil Aceh, yang juga Guru Besar Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Ketua ICMI Orwil Aceh menyebutkan, apa acuan dasar bank syariah dalam memberikan  kredit kepada pemohon? Baik bank konvensional maupun bank syariah, sama-sama menggunakan acuan BI rate dalam memberikan kredit kepada pemohon debitur.

Masalah yang menjadi polemik di Aceh menurut Samsul Rizal, karena banyak pihak melihat perbankan konvensional dan syariah secara parsial. Nyaris tidak ada yang bersedia melihatnya secara komprehensif antara kedua jenis perbankan tersebut.

Seharusnya bank konvensional tidak perlu ditolak kembali ke Aceh. Karena menurutnya, bank konvensional saat ini lebih bagus dalam memberikan kredit di Aceh. Bahkan kredit bila menganut manajemen fee=inflasi+operasional bank+ keuntungan bank, tidak bertentangan dengan syariah.

“Yang paling penting bukan nama syariahnya. Tapi penerapan syariahnya yang harus dikaji. Dengan kata lain, kalau sebuah bank menggunakan akad dengan skema manajemen fee, apakah bank sudah menjalankan secara syariah? Kalau sudah, mengapa kita tidak mengizinkan bank konvensional menjalankan sistem seperti itu di Aceh? Saya kira diskusinya harus masuk ke sana. Bukan pada kulit. Tapi pada isi dalam. Substansinya seperti apa,” sebut Ketua ICMI Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here