Kesetiaan Iyak Demi yang Tercinta

Arabiyani--Iyak-- semoga Allah merahmatinya di alam barzah. foto: koleksi Iyak.
Arabiyani--Iyak-- semoga Allah merahmatinya di alam barzah. foto: koleksi Iyak.

Arabiyani—Iyak—telah pamit dari kehidupan dunia fana ini. Ia kembali kehadirat Ilahi Rabbi pada Sabtu (4/2/2023) di RS Dharmais, Jakarta Barat. Sang pembela panji keacehan meninggal setelah sekian tahun mengidap kanker rahim.

Kepergiannya menyentak sanubari. Iyak telah menjadi bagian dari cerita panjang pergolakan Aceh melawan Jakarta. Ia dan suaminya—Kautsar Muhammad Yus—merupakan dua anak muda Aceh yang ikut bersuara lantang membela Aceh di tengah kepungan letupan mesiu, di tengah amis darah rakyat akibat perang yang nyaris menghilangkan harapan.

Saya ada di tengah-tengah prahara Aceh. Sebagai seseorang yang tidak dikenal, saya dan dua teman lainnya akhirnya mendekam di dalam jeruji besi LP Keudah, Banda Aceh.

Baca juga: Arabiyani Abubakar Meninggal Dunia

Saya ditangkap sekitar tahun 1999-2000 dengan tuduhan tidak melapor meski mengetahui keberadaan 60 kilogram amoniak yang sering digunakan sebagai campuran alat peledak.

Saya diringkus oleh aparat keamanan dan ditahan di Polda Aceh selama 44 hari. Ternyata di dalam tahanan Polda Aceh telah ada tim Juru Runding GAM yang kala itu sangat terkenal yaitu Teungku Ahmad Lampoh Awe, Teungku Nasruddin bin Ahmad, Teuku Kamaruzzaman (Ampon Man), Teungku Sofyan Ibrahim Tiba, Amri, dan Amni.

Setelah proses persidangan yang melelahkan, akhirnya saya divonis bersalah dan dikurung selama 8 bulan.

Di dalam LP Keudah saya bertemu dengan beberapa aktivis yang telah terlebih dahulu ditahan. Mereka adalah Teungku Matang, Muhammad Nazar, dan Kautsar. Mereka adalah dedengkot perjuangan sipil Aceh yang dikenal sebagai orator ulung. Juga ada beberapa sosok lain yang sudah tidak saya ingat lagi.

Hidup di dalam penjara sebagai tahanan politik tentu punya dinamika tersendiri. Tetap dicurigai, dan segala gerak-gerik dipantau. Pun demikian rasa senasib sepenanggungan tetap ada dan terus bertumbuh. Setiap ada kiriman makanan dari keluarga masing-masing, kami selalu berbagi.

Di antara yang seringkali datang berkunjung yaitu Arabiyani. Dia dan Kautsar bila saya tidak keliru belum lama menikah kala itu. Iyak sangat rutin mengunjungi Kautsar. Membawa makanan dan kebutuhan lainnya.

Apa yang menarik dari Arabiyani kala itu? Setiap berkunjung dia selalu membawa makanan lebih untuk kami yang ditahan di sana. Di tengah kondisi tak menentu, dan dia sendiri juga dikenal sebagai demonstran ulung, tetap saja dia punya perhatian lebih kepada orang lain.

Dia tidak hanya peduli kepada suaminya, tapi juga memperhatikan orang lain yang ada di dekat sang suami. Apa yang dilakukan Iyak, merupakan perilaku perempuan Aceh yang dimiliki dari generasi ke generasi. Memiliki tenggang rasa yang luar biasa.

Bagi orang dalam tahanan, mendapatkan makanan dari orang lain tentu sesuatu yang sangat istimewa. Saya dan teman-teman mendapatkan keistimewaan itu dari Iyak.

Kini ia telah berangkat ke alam barzah. Saya merasa kehilangan. Demikian pula Aceh. Ucapan duka dan doa husnul khatimah mengalir dari berbagai arah. Laman media sosial Facebook dan WA tak henti-hentinya mengulas tentang Iyak.

Ia istimewa, ia perempuan Aceh yang setia; setia mendampingi suaminya dalam berbagai badai, serta setia kepada Aceh yang ia bela sampai dirinya menjadi pengacara.

Selamat jalan, Adinda. Terima kasih telah ikut berjuang membela Aceh; membela kemanusiaan. Kau tetap ada dan akan terus ada dalam tiap deru nafas perjuangan membela kaum lemah dari penindasan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here