Komparatif.ID, Jakarta— Akhirnya ruang kendali informasi udara Kepri dan Natuna kembali ke pangkuan ibu pertiwi, setelah puluhan tahun di bawah penguasaan Republik Singapura. International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menyetujui proposal pengalihan pelayanan ruang kendali informasi udara atau flight information region (FIR) dari Singapura ke Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Sabtu (23/3/2024) di Jakarta mengatakan, berkat upaya tak kenal lelah Pemerintah Indonesia, ICAO akhirnya mengakhiri dominasi Singapura di ruang udara Indonesia yang telah berlangsung sejak 1946.
Luhut mengatakan, saat ini FIR pada ketinggian 0-37 ribu kaki di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna telah kembali dikelola oleh Indonesia. Bila Singapura menggunakannya harus meminta izin kepada Pemerintah Indonesia.
Pria Batak asal Sumatra Utara tersebut mengatakan pengakuan ICAO terhadap ruang udara Indonesia bukan lahir secara Cuma-Cuma dan tiba-tiba. Tapi hasil dari ikhtiar panjang tak kenal lelah.
Luhut mengatakan langkahnya dalam memilih untuk mengedepankan dialog dengan semua pihak yang berkaitan dengan isu ini, termasuk menjalin komunikasi yang baik dengan Menteri Senior Singapura Teo Che Hean, telah sesuai dengan arahan Jokowi.
Sejak 1990 Pemerintah Indonesia telah berjuang mengembalikan kedaulatan penuh atas ruang udara di wilayahnya dari penguasaan asing. Tapi bukan Singapura namanya bila tak mencoba menyampaikan berbagai alibi, demi tetap dapat menguasai ruang kendali informasi udara di Kepri dan Natuna. Negara kecil tapi kaya itu, digdaya bermanuver karena banyak industri besar di sana.
Namun Pemerintah Indonesia yang terus-menerus mengedepankan dialog, tak berhenti berdiplomasi. Pada Januari 2012 tercapai kesepakatan antara Indonesia dan Singapura, bahwa FIR wilayah Kepulauan Riau yang dikuasai Singapura akan dikembalikan ke Indonesia.
Pun berdiplomasi, Pemerintah Indonesia secara bertahap menunjukkan ketegasan. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, secara jelas menunjukkan sikap tegas kepada siapapun bahwa Indonesia tidak main-main dalam mempertahankan martabatnya.
Baca juga: Dapat Hibah, Konser Taylor Swift Berlangsung 6 Hari di Singapura
Di dalam Pasal 5 Bab IV soal Kedaulatan Atas Wilayah Udara dalam UU disebutkan: “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.”
Pada Pasal 458 Bab XXIV Ketentuan Penutup disebutkan: Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ditindaklanjuti oleh Presiden Jokowi.
Setelah terpilih menjadi Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo pada tahun 2015 menginstruksikan Menteri Perhubungan dan Panglima TNI mempersiapkan segala keperluan supaya Indonesia dinilai mampu mengelola ruang udara di dalam bingkai NKRI; dari Sabang sampai Merauke.
Presiden memberikan target kinerja, untuk mencapai tujuan itu, selama empat tahun sudah harus melakukan modernisasi peralatan dan personel. Karena pengelolaan ruang udara menitikberatkan pada keselamatan, sebab FIR digunakan oleh penerbangan sipil.
Singapura menerima upaya Indonesia mengambil alih ruang kendali informasi udara di Kepri dan Natuna. Meski demikian, manufer-manufer kecil tetap dilakukan di ruang udara tersebut.
Pada 25 Januari 2022, melalui memorandum of understanding antara Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, FIR dikembalikan ke Indonesia.
Kini, setelah ICAO menyetujui kesepakatan tersebut, Singapura harus meminta izin tiap kali hendak menggunakan ruang kendali informasi udara Indonesia. Bahkan untuk kepentingan latihan militer, Singapura harus membayar.