Kemandirian Ekonomi Aceh Sangat Mengkhawatirkan

Kerbau sedang melahap sisa rumput di bekas kubangan yang mengering di Gampong Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar. Kondisi keringnya rawa akibat kemarau panjang ditamsilkan seperti Aceh yang mengalami masalah serius pada sektor kemandirian ekonomi. Pemerintah Aceh dan 23 kabupaten/kota belum mampu mengangkat perekonomian Aceh. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.
Kerbau sedang melahap sisa rumput di bekas kubangan yang mengering di Gampong Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar. Kondisi keringnya rawa akibat kemarau panjang ditamsilkan seperti Aceh yang mengalami masalah serius pada sektor kemandirian ekonomi. Pemerintah Aceh dan 23 kabupaten/kota belum mampu mengangkat perekonomian Aceh. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Selama dua tahun terakhir, keadaan ekonomi Aceh sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya Provinsi Aceh, kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota di 23 daerah juga sangat rendah sekali.

Hasil telaah Komparatif.id,Selasa (14/6/2022) dari Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh 2020-2021, disebutkan berdasarkan persentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah, tergambar bahwa tingkat kemandirian keuangan pemerintah kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh tergolong rendah sekali. Persentasenya 9-10 persen setiap tahun, atau Rp2,89 sampai Rp2,98 triliun selama dua tahun terakhir.

Berdasarkan persentase PAD terhadap total pendapatan daerah, tingkat kemandirian keuangan suatu daerah dapat digolongkan menjadi rendah sekali (0-25%), rendah (>25-50%), sedang (>50-75%) dan tinggi (di atas 75%).

APBD/K 23 kabupaten/kota dalam Provinsi Aceh lebih besar tersedot untuk membiayai pegawai ketimbang dipergunakan untuk pembangunan.

Demikian juga di level Provinsi, PAD yang dihasilkan Aceh masih sangat kecil. PAD yang diterima Aceh selama tahun 2020 berjumlah 5,46 triliun rupiah yang bersumber dari PAD Provinsi Aceh sebesar 2,57 triliun rupiah dan 2,89 triliun rupiah dari kabupaten/kota.

Dalam dua tahun terakhir, kemandirian Pemerintah Provinsi Aceh juga tergolong sangat rendah, hanya mencapai 14-15 persen selama tahun 2020 dan 2021.

Seperti diberitakan sebelumnya, sepanjang tahun anggaran 2020 dan 2021, Pemerintah Aceh belum berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dalam Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh 2020-2021, yang diakses Komparatif.id, Selasa (14/6/2022), disebutkan realisasi PAD Pemerintah Provinsi Aceh sejak adanya pandemi Covid-19 selama tahun 2020 menurunkan daya beli masyarakat sehingga menurunkan produksi.

Hal ini membuat PAD Aceh dengan sumber utama pajak dan retribusi menjadi menurun dari 2,57 triliun rupiah pada tahun 2020 menjadi 2,40 triliun rupiah pada tahun 2021. Angka tersebut tergolong sangat rendah, dikarenakan kontribusi PAD terhadap APBA masih di bawah angka 25 persen.

Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, capaian PAD Aceh masuk kriteria rendah sekali, yaitu jika suatu daerah memiliki persentase PAD terhadap pendapatan daerah bernilai 0-25 persen.

Dengan capaian demikian, Pemerintah Pusat memiliki peranan yang dominan daripada pemerintah daerah itu sendiri. Artinya, Pemerintah Provinsi Aceh masih sangat bergantung pada anggaran dari Pemerintah Pusat.

Dana Perimbangan memegang peranan yang penting bagi Pemerintahan Provinsi Aceh, dikarenakan kontribusinya yang cukup tinggi. Realisasi Dana Perimbangan selama tahun 2020-2021 menurun dari 4,26 triliun rupiah menjadi 3,88 triliun rupiah. Terkait penghematan yang dilakukan oleh pemerintah semenjak Pandemi Covid-19 mengakibatkan realisasi dana perimbangan mengalami penurunan.

Secara persentase kontribusi dana perimbangan ini juga menurun dari 24,64 persen menjadi 23,12 persen selama dua tahun terakhir. Penerimaan dari dana perimbangan ini terdiri dari dua bagian, yaitu: Dana Bagi Hasil (DBH) berupa bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam, dan dana alokasi yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berasal dari transfer Pemerintah Pusat.

Berdasarkan realisasi APBA tahun 2020-2021, terlihat bahwa kontribusi terbesar pada dana perimbangan ini berasal dari DAU, yaitu sekitar 11,32 persen di tahun 2020 dan 11,62 di tahun 2021. DAK juga cukup diperhitungkan selama dua tahun terakhir, dengan kontribusi 10-11 persen, sedangkan dana bagi hasil porsinya sangat kecil, hanya sekitar 1-3 persen.

Sepanjang 2020 dan 2021, Aceh sangat bergantung pada lain-lain pendapatan yang sah, dalam konteks ini adakah dana otonomi khusus. Selama periode 2020-2021, pendapatan dari pos ini mengalami sedikit penurunan dari 7,61 menjadi 7,59 triliun rupiah.

Dana otonomi khusus mulai mengalami penurunan sejak tahun 2020, dan akan menurun mencapai 1 % Dana Alokasi Umum mulai tahun 2023 sehingga berakhir pada tahun 2027 sesuai ketentuan yang berlaku. Di Aceh sendiri, peruntukan dana otonomi khusus ini dibelanjakan pada bidang pendidikan, kesehatan, dan syariat Islam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here