Keharuman Minyak Nilam Aceh Kini Kian Semerbak

Rektor USK Sampaikan Capaian Kinerja ARC di Forum IMT-GT Thailand

Rektor USK Prof. Dr. Ir. Marwan, menyampaikan kemajuan indutrialisasi minyak nilam Aceh yang memiliki kemajuan signifikan. Hal tersebut disampaikan pada Konferensi Internasional the 13th IMT-GT UNINET BIOSCIENCE International Conference 2022 at Songkhla, Thailand yang berlangsung 8-9 December 2022. Foto: Humas USK for Komparatif.id.
Rektor USK Prof. Dr. Ir. Marwan, menyampaikan kemajuan indutrialisasi minyak nilam Aceh yang memiliki kemajuan signifikan. Hal tersebut disampaikan pada Konferensi Internasional the 13th IMT-GT UNINET BIOSCIENCE International Conference 2022 at Songkhla, Thailand yang berlangsung 8-9 December 2022. Foto: Humas USK for Komparatif.id.

Komparatif.ID, Bangkok– Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Prof. Dr. Ir. Marwan, IPU,berkat pendampingan yang serius dari universitas dan dukungan pemerintah, minyak nilam Aceh yang dulunya 100 persen diekspor dalam bentuk mentah, kini telah berhasil diubah menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tambah untuk petani dan industri penyulingannya di Serambi Mekkah.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Marwan saat menjadi keynote speaker pada Konferensi Internasional  the 13th IMT-GT UNINET BIOSCIENCE International Conference 2022 at Songkhla, Thailand, yang berlangsung 8-9 December 2022.

Pada kesempatan itu Rektor USK memaparkan presentasi dengan judul Green Economy, Innovation of Aceh Patchouli Oil: from University to International Market.

Baca juga: USK Ekspor 2,2 Ton Minyak Nilam Aceh ke Perancis

Marwan menjelaskan bahwa Kehadiran Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala (USK) pada 8 Desember 2016 merupakan jawaban dari USK untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh industri nilam Aceh.

ARC yang pada 2019 telah bertranformasi menjadi Pusat Unggulan Iptek Perguruan Tinggi (PUIPT) Nilam Aceh berskala nasional, telah menjadi pusat unggulan (center of excellence) dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi, yang memberikan nilai tambah pada rantai pasok dan nilai (supply and value chain) nilam Aceh.

Lebih lanjut urai Marwan, dalam 6 tahun terakhir, ARC telah mengembangkan berbagai inovasi berbasis riset dan ilmu pengetahuan. Beberapa inovasi yang telah dilakukan antara lain, pengembangan bibit unggul melalui pemuliaan bibit nilam unggul dan kultur jaringan (tissue culture).

ARC juga melakukan pengembangan biopestida, pengembangan pupuk organik, sistem budidaya modern dengan fertigasi (fertilisasi dan irigasi) pada lahan permanen (permaculture), teknik perawatan tanaman, dan panen.

Pihak ARC juga telah melakukan penanganan pascapanen melalui teknologi pengeringan dan penyiapan bahan baku, inovasi ketel & teknologi penyulingan, inovasi bahan bakar, pemanfaatan limbah, pengembangan teknologi purifikasi (molecular distillation and fractionation) menjadi hi-grade dan crystal patchouli, hingga penembangan berbagai produk turunan seperti parfum, lotion, body butter, serum antiaging, pengharum mobil, medicated oil, sabun, hand sanitizer, desinfektan dan lain-lain.

“Pada 2019 ARC-PUIPT Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala berhasil menginisiasi lahirnya Koperasi Produsen Inovasi Nilam Aceh (Koperasi Inovac). Inovac menjadi sayap bisnis dari ARC yang dikelola secara profesional dan melakukan komersialisasi dari produk-produk berbasis nilam hasil riset dan inovasi ARC” lanjut Marwan menjelaskan.

Dalam paparannya Marwan juga menjelaskan bahwa Inovac melakukan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) dengan Rektor USK untuk mengelola rumah produksi nilam dan produk turunannya di Universitas Syiah Kuala. Inovac juga membeli nilam rakyat dan mengembangkannya menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomi. Beberapa produk yang dikembangkan saat ini telah memiliki izin edar dari Kemenkes dan BPOM RI. Inovac juga sudah menjalin kemitraan dengan Perancis dan membentuk PT. U-Green Aromatics Internasional.

Selanjutnya, Pemerintah Aceh maupun nasional telah mulai turun tangan untuk mendukung pengembangan nilam. Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi Aceh serta beberapa kementrian terkait seperti Bappenas, Kemenperin, Kemendag, Kemenkop dan Kemenpar telah melahirkan beberapa program untuk pengembangan hulu-hilir nilam.

Salah satu flag ship program dari Pemerintah Pusat adalah Major Project Nilam yang diusung oleh Bappenas dan Kemenkop-UKM. Aceh menjadi satu dari lima provinsi yang memperoleh Major Project 2022 dari Pemerintah Pusat, selain Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Aceh mendadapatkan factory sharing nilam yang akan dibangun di Kawasan Industri Ladong, Aceh Besar dan dapat dimanfaatkan oleh UMKM berbasis minyak atsiri, khususnya nilam. Factory sharing nilam ini akan dikelola oleh koperasi sekunder yang merupakan konsorsium koperasi nilam dari berbagai kabupaten yang ada di Aceh.

Munculnya ekosistem baru (blue ocean) dari tata niaga nilam Aceh ini telah menyebabkan kestabilan harga minyak nilam rakyat. Saat ini, masyarakat bisa dipastikan mendapatkan harga yang wajar untuk setiap tetes minyak nilam yang mereka hasilkan. Kestabilan harga ini telah menyebabkan terjadinya peningkatan produksi nilam di Aceh.

Kebun Nilam Aceh Bertambah

Pada 2015 hanya tersisa 4 kabupaten di Aceh yang menanam nilam. Tapi saat ini sudah ada 17 kabupaten di Aceh yang kembali menanam nilam. Keberhasilan ini memberi keyakinan bahwa inovasi yang dilakukan serta strategi implementasinya telah berada pada jalur yang tepat. Untuk pertama kali dalam sejarah Aceh, nilam yang selama puluhan tahun 100% diekspor, tapi saat ini sudah mampu diproses di dalam negeri dan dirubah menjadi berbagai produk inovasi bernilai ekonomi tinggi.

“Dengan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi jalan baru nilam Aceh telah terbuka. Ini harus dipertahankan dan dikembangkan agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat,” tutup Marwan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here