Kecerdasan Buatan Tidak Bisa Gantikan Ulama

Kecerdasan Buatan Tidak Bisa Gantikan Ulama Buat Fatwa Wapres Ma’ruf Amin saat keterangan persnya usai menghadiri Brawijaya Halal Summit 2024, Peluncuran UB Halal Center dan UB Halal Metric di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jumat (19/01/2024). BPMI Setwapres.
Wapres Ma’ruf Amin saat keterangan persnya usai menghadiri Brawijaya Halal Summit 2024, Peluncuran UB Halal Center dan UB Halal Metric di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jumat (19/01/2024). BPMI Setwapres.

Komparatif.ID, Malang— Wakil Presiden (Wapres) RI KH Ma’ruf Amin menegaskan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tidak dapat menggantikan peran ulama dalam membuat fatwa.

Pernyataan tersebut ia disampaikan saat menghadiri Brawijaya Halal Summit 2024, Peluncuran UB Halal Center, dan UB Halal Metric di Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, pada Jumat (19/01/2024).

Ma’ruf Amin menilai kecerdasan buatan hanya sebagai alat yang dapat memberikan, mengomunikasikan, menyebarluaskan, atau menginformasikan, namun tidak mampu menciptakan fatwa.

“Alat itu hanya memberikan, mengomunikasikan, atau menyebarluaskan, atau menginformasikan. Jadi, tidak bisa membuat fatwa,” ujar Wapres.

Ma’ruf Amin menjelaskan fatwa merupakan hasil karya mufti yang pada dasarnya adalah manusia. “Mufti itu orang. Jadi, tidak mungkin alat itu menjadi mufti,” tegasnya.

Baca juga: Ikuti Jokowi, Ma’ruf Amin Juga Undang Cawapres Makan Siang

Ia melanjutkan penjelasannya dengan mengungkapkan mufti juga harus memenuhi persyaratan tertentu karena harus memahami dasar-dasar yang menjadi pedoman dalam memberikan fatwa.

Mantan Rais ‘Aam PBNU itu mengingatkan tidak sembarang orang dapat menjadi mufti, dan hal ini membutuhkan pemahaman mendalam terhadap ajaran dan prinsip-prinsip agama. Dengan demikian, menurutnya, kecerdasan buatan tidak bisa menggantikan peran manusia dalam proses pengambilan keputusan agama.

Sementara itu Rektor Universitas Brawijaya Widodo mengatakan universitas yang dipimpinnya menjalin kerja sama dengan perusahaan asing untuk mengembangkan riset dan alat yang dapat digunakan dalam autentifikasi halal.

Hal ini diharapkan dapat membantu memeriksa kehalalan produk secara lebih efektif. Menurut Widodo, alat atau sistem yang dikembangkan hanya berperan sebagai sarana untuk membantu mufti dalam pembuatan fatwa.

“Alat ataupun sistem yang dikembangkan itu hanya tool, sarana untuk membantu mufti membuat fatwa. Kira-kira begitu,” pungkas Widodo.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here