Kecanduan Judi Online, Boh Trueng Tak Dapat Jatah dari Istri

kecanduan judi online
Ilustrasi: IStock.

Komparatif.ID, Bireuen—Boh Trueng memang sudah sangat keterlaluan. Semenjak kecanduan judi online, dia tidak peduli lagi kepada anak dan istrinya. Tapi Bungong Labu—sebut saja demikian, istrinya Boh Trueng, tak mau tunduk pada “pemimpin zalim”, ia memberikan perlawanan.

Boh Trueng dan Bungong Labu merupakan pasangan suami istri sebuah desa di Bireuen. mereka keluarga miskin yang tidak memiliki lahan pertanian. Mereka berdua merupakan sering hidup dalam kondisi makan nasi hanya berlauk ikan asin.

Setahun lalu, pada 2023, Boh Trueng total tenggelam dalam dunia judi online. Dia yang sehari-harinya memang bukan tipe lelaki pekerja keras, bertambah malas bekerja.

Baca: Polresta Banda Aceh Ringkus 14 Berandalan Penyerang Pengunjung Warkop

Sebelum jatuh ke dalam pelukan kecanduan judi online, Boh Trueng masih mau bekerja memancing ikan di sungai, serta menjadi buruh tani temporer.

Sedangkan Bungong Labu, merupakan buruh harian lepas perkebunan sawit swasta yang berangkat pagi pulang sore.

Mereka memiliki empat orang anak. Si bungsu bernama Labu—sebut saja demikian, ia sudah putus sekolah setelah lulus SMP. Anak kedua bernama Lati—juga nama samaran, berjenis kelamin perempuan. Saat ini masih duduk di bangku SMA. Sedangkan Labi—laki-laki, tahun ini masuk SMP. Si bungsu Lani, bocah laki-laki pemalu yang sering bersembunyi di belakang pantat ibunya bila ada yang menyapanya.

Setahun sebelum 2023, Boh Trueng membeli telepon android murah dari penjual hape bekas pakai di kampungnya. Telepon android itu dia beli dari hasil menjual ikan, dan ongkos sebagai buruh tani. Istrinya ikut menambah Rp500 ribu.

Meski tak butuh-butuh amat, Boh Trueng meyakinkan istrinya bahwa mereka butuh hape android. Karena semua pesan sekarang disampaikan melalui WA.

Si istri mendukung. Meski agak ragu, tapi dia memilih husnuzan. Siapa tahu memang suaminya sangat membutuhkan telepon android. Bukankah dunia sudah maju? Tentu Boh Trueng juga harus ikut maju, meski alakadar.

Ternyata memudahkan komunikasi hanya modus Boh Trueng. Dia sangat penasaran terhadap judi online, akibat cerita-cerita yang ia dengar dari penjudi lainnya betapa nikmatnya saat menang.

Judi online pun dapat dimainkan dengan fulus tak besar, bisa dimainkan sembari menyeruput kopi di warung, bisa dilakukan sembari berak di kakus, bisa dilakukan sambilan memancing ikan, juga bisa dilakukan sambilan mendengar khutbah Jumat.

Ternyata begitu terjun sebagai pemain, Boh Trueng ketiban durian runtuh. Dia langsung menang Rp500 ribu. Dia sangat senang. Uang itu sebagian di bawa pulang ke rumah. Ia beli beras, beli ikan segar, beli mi goreng, dan beli kopi.

Sisanya ia kantongi untuk modal selanjutnya. Pada tahapan ini dia sudah masuk jebakan kecanduan judi online.

Dari sana dia mulai kecanduan judi online secara mendalam. Apalagi alam sangat mendukung. Keuchik kampungnya juga pemain judi serupa. Tokoh pemuda juga itu kerjanya. Para penghuni warung kopi larut malam, umumnya pemain judi online.

Utangnya di warung sembako semakin menumpuk. Bukan hanya utang beras, minyak goreng, gula, garam, dan ikan asin. Tapi juga utang rokok. Hingga suatu hari pemilik warung menolak memberikan tambahan utang.

“Bilang sama ayahmu, tak boleh lagi dia berutang. Ini terakhir kali,” kata pemilik warung kelontong kepada Lati. Bayangkan betapa malunya si gadis tersebut. Dia pulang menjinjing sekilo beras dan satu ons ikan asin hasil utang. Dia pulang dengan perasaan malu.

Di rumah, Boh Trueng semakin sering marah. Ia tak lagi menafkahi keluarga. Upah hasil ngebabu istrinya di kebun sawit habis untuk membiayai kebutuhan harian keluarga. Tak ada yang bisa disimpan. Bila suatu hari ia sakit, maka hari itu pula keluarga itu akan kelaparan.

Bungong Labu tak tahan lagi. Dia mulai melawan. Caranya sangat tradisional. Dia menolak memberikan layanan nafkah batin. Dia tidak mau dijamah oleh pria kecanduan judi online.

Bila malam hari, Bungong Labu tidur dengan putrinya dan si bungsu di ruang tamu kecil dan sempit. Dia memakai baju lengkap. Bahkan dia memakai jilbab kurung kala tidur. Tak disikatnya gigi saat hendak tidur, supaya Boh Trueng merasa jijik kepadanya.

Kondisi itu berlangsung sekitar tiga bulan. Boh Trueng pusing tujuh keliling. Dia sudah kehilangan akal menyalurkan aspirasi arus bawah. Tak ada kesempatan untuk bisa menjamah sang istri.

Hari-harinya kemudian dilalui dalam kondisi murung. Upaya-upayanya membendung hasrat dengan aksi-aksi solo, hanya sedikit meredam aspirasi arus bawahnya. Dia tetap butuh yang asli.

Suatu hari, seorang petua kampung tanpa sengaja mengetahui kondisi Boh Trueng. Dia pun memberi saran.”yang penting jangan kau kasari istrimu. Lakukan nasihatku bila anak-anakmu sedang tidak di rumah. Lakukan waktu Magrib saat ia baru pulang dari sumur. Tunggu dia di pintu belakang,” saran petua itu.

Boh Trueng yang kecanduan judi online, seperti mendapatkan ilham dari langit. Dia pun pulang. Hari itu, dia memerintahkan anak-anaknya berangkat ngaji lebih awal. Mereka dibalenin uang Rp 5000 per orang. Termasuk si bungsu, disuruh bawa bersama kakaknya.

Sore itu, di tengah kumandang azan Magrib, pria kecanduan judi online itu, melaksanakan saran yang disampaikan salah seorang petua kampung. Pukul 22.00 WIB, di ke warung kopi. Wajahnya telah cerah kembali. Mendung hitam yang menghiasi wajahnya selama berminggu-minggu kini telah sirna.

Dia ke warkop menyeruput segelas kopi dan menyulut sebatang rokok. Malam itu dia tidak membawa hape. Selesai menyeruput kopi, dia kembali pulang.

“Mereka telah rekonsiliasi. Semoga kecanduan judi online-nya segera sembuh,” kata petua tersebut sembari senyum-senyum.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here