Kala Citayam Fashion Week “Dikudeta” Baim Wong dan Paula

Citayam Fashion Week yang viral coba "dikudeta" oleh Baim Wong dan Paula. tapi mereka membela diri dengan mengajukan alasan mengapa melakukan mendaftarkan HAKI. Foto: VOI.
Citayam Fashion Week yang viral coba "dikudeta" oleh Baim Wong dan Paula. tapi mereka membela diri dengan mengajukan alasan mengapa melakukan mendaftarkan HAKI. Foto: VOI.

Citayam Fashion Week tidak diciptakan. Tapi “ditemukan” oleh kebiasaan remaja yang nongkrong di Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Lenggak-lenggok mereka di zebra cross ketika menyerang jalan, seakan sedang melenggang di catwalk.

Jeje, Bonge, Kurma, Roy, merupakan “pesohor” yang lahir dari perilaku sosial remaja akar rumput yang sering nongkrong di Kawasan SCBD, Sudirman, Dukuh Atas. Mereka remaja dari Citayam dan Bojong Gede.

Mereka berkumpul di tengah keramaian sembari jajan dan menikmati suasana perkotaan di Jakarta Pusat yang tak pernah berhenti berdenyut dari pagi hingga dinihari. Meskipun belum dapat dilacak dengan pasti, tapi banyak di antara mereka putus sekolah. Bonge sendiri hanya sempat mengecap kelas 3 SD.

Anak-anak berusia belasan hingga 20 tahunan, berkumpul di sana sembari bercengkerema, dan ajang adu outfit antar sesama. Busana mereka beragam rupa, umumnya keren untuk level mereka.

Celana sobek, kacamata hitam, dan jaket, merupakan outfit umum yang terlihat digunakan. Mereka berselfie, merekam gambar, kemudian meng-upload-nya ke TikTok, dan seperti itu terus berulang-ulang, hingga akhirnya algoritma media sosial meletupkan mereka sebagai konten viral, bahkan merambah ke media sosial lainnya seperti Facebook, Twitter, Youtube, hingga media massa juga mengulasnya.

Setelah viral, kebiasaan nongkrong kaum remaja itu pun mulai dilirik dari berbagai sisi. Mulai dari urusan outfit, asmara cinta monyet yang masih normal antara lelaki dan perempuan dengan pesohor utama Jeje dan Roy, serta Bonge dan Kurma. Selain itu juga muncul remaja-remaja lelaki yang gemulai, berpakaian menor, yang ternyata secara halus menyatakan dirinya memiliki asosiasi seksual yang berbeda.

Konten-konten yang berisi kehadiran remaja yang secara “terbuka” menyampaikan perbedaan orientasi seksual di Citayam Fashion Week, menambah warna fenomena sosial tersebut. Hingga berbulan-bulan viral, mereka tetap berada di jalanan, Sebagian mendapatkan endorsment, Sebagian yang terbesar tetap bergaya dengan modal dari ayah dan bunda.

Viralnya Citayam Fashion Week membuat sejumlah artis peran, presenter, dan penghibur lainnya di industri pertelevisian Indonesia, ikut turun ke jalan. Mereka memanfaatkan fenomena CFW untuk panjat sosial–demikian asumsi publik. Ada yang berkolaborasi dengan “pelaku organik CFW” ada pula yang datang, memotret, merekam, dengan menggunakan fenomena sosial itu sebagai latar belakang.

Citayam Fashion Week “Dikudeta” Artis Kaya
Masifnya pemberitaan tentang Citayam Fashion Week membuat Baim Wong dan Paula melalui PT PT Tiger Wong Entertainment tercatat mengajukan permohonan kekayaan intelektual untuk merek “Citayam Fashion Week” pada 20 Juli 2022 dengan nomor pendaftaran JID2022052181.

Di situs Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) dituliskan “Citayam Fashion Week” sebagai barang atau jasa dengan deskripsi sebagai berikut: Citayam Fashion Week akan jadi layanan hiburan yaitu menyediakan podcast di bidang mode, layanan pelaporan berita di bidang fashion, menyediakan video online yang tidak dapat diunduh di bidang mode, organisasi peragaan busana untuk tujuan hiburan, pelaksanaan pameran, peragaan busana, dan pameran kebudayaan untuk tujuan hiburan.

Citayam Fashion Week akan menjadi peragaan busana untuk keperluan pertunjukan, perencanaan pesta (hiburan) untuk acara promosi sehubungan dengan peragaan busana, produksi program televisi di bidang mode untuk tujuan hiburan, publikasi majalah mode untuk tujuan hiburan.

Aksi pasangan artis Baim Wong dan Paula Verhoeven, dikritik oleh netizen. Upaya mereka meng-HAKI-kan CFW dianggap sebagai kudeta secara administrasi terhadap gagasan yang lahir secara natural di tingkat akar rumput.

Upaya kedua artis itu dianggap tidak pantas dan amoral, karena tidak menghormati HAKI para remaja yang “menemukan” istilah tersebut melalui kreatifitas sembari nongkrong.

Tapi, tudingan bila Baim Wong dan Paula ingin merengguk untung dari fenomena sosial itu, dibantah oleh Baim. Dia menjelaskan, bahwa tujuannya meng-HAKI-kan CFW untuk tujuan yang positif.

“Insyaallah tujuan Tiger Wong Entertainment ini berbeda. Kalau kalian sesayang itu sama negara kalian pasti kalian melakukan hal yang sama dengan saya,” ucap Baim.

“Selalu berpikir bagaimana menjadikan Indonesia lebih maju dan enggak pernah mau kalah sama luar negeri. Indonesia pasti bisa lebih hebat!” tutur Baim, seperti dilansir Kompas.com, Senin (25/7/2022).

Pada Jumat (22/7/2022) Paula juga sudah mendatangi Bonge di kediamannya. Kepada pionir SCBD CFW itu, Paula menyerahkan uang Rp500 juta.

Paula mengajak Bonge agar menjadikan CFW menjadi lebih besar dan menghasilkan cuan untuk penggiatnya. Istri Baim Wong itu ingin mengadakan event besar dengan menggunakan nama Citayam Fashion Week.

“Sebenarnya tadi mau umumkan untuk seluruh masyarakat Indonesia yang mau ikut gaya Citayam Fashion Week kita mau adain benar-benar serius. Ada jurinya juga, salah satunya Paula,” ujar Baim Wong, dikutip dari kanal YouTube Baim Paula.

Etiskah cara Baim dan Paula serta pihak-pihak lain yang dituding oleh netizen sebagai “perompak bermodal cuan” mengesahkan CFW sebagai HAKI mereka? Dapatkah dilakukan karena semua orang tahu bila itu bukan milik mereka, bukan hasil penemuan mereka, bukan hasil kegiatan yang mereka biayai.

Dapat atau tidak, jadi atau batal, semuanya akan dijawab oleh waktu. Seorang netizen bernama Sandy menyebutkan CFW merupakan fenomena sosial, hadir dan kemudian hilang. Sebuah tren remaja yang terjadi setiap generasi. Mereka menjadi besar dan menjadi perhatian nasional, karena hadir di tengah era kemajuan teknologi komunikasi.

“Bedanya, bila dulu tren identik dengan uang keluar—untuk membeli pakaian dan jajan nongkrong, sekarang bisa dapat cuan sembari ikut tren. Meskipun tidak semua beruntung seperti Bonge dkk, tapi selalu ada ruang ekonomi untuk mereka yang bersedia kreatif di atas rata-rata,” ujar Sandy.

Sandy juga minta Pemerintah DKI Jakarta turun tangan. CFW telah menganggu pengguna trotoar. Remaja yang duduk di atas trotoar dan di jalur penyeberangan menyulitkan pekerja yang melintas dan melangkah terburu-buru karena diburu oleh waktu kerja dan waktu pulang ke rumah.

“Kreatifitas tidak boleh dilarang, tapi harus diberikan rambu. Tidak boleh atas nama kreatifitas justru mengabaikan hak-hak orang lain dan menabrak nilai kita sebagai Indonesia,” katanya kepada Komparatif.id.

Perihal upaya Baim Wong mendaftarkan CFW sebagai hak kekayaan intelektual, sandy menyebutkan bila semua orang memiliki orientasi ketika mendukung sesuatu. Bagi pebisnis, semua hal bisa menjadi momentum bisnis. Konon lagi di era terbuka yang semua ide tersebar di mana-mana, tentu semakin mudah bagi pebisnis mengonversikannya sebagai proyek untuk menghasilkan keuntungan finansial.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here