Komparatif.ID, Banda Aceh—Bergulirnya isu tak sedap perihal proses seleksi calon kepala BPMA—Badan Pengelolaan Migas Aceh—membuat Juanda Djamal perlu memberikan pandangan. Isu-isu yang mendiskreditkan panitia seleksi, merupakan upaya menggembosi, supaya proses seleksi batal.
Juanda Djamal, mantan Sekretaris Jenderal Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF) dan kini menjabat Pj Ketua DPW Partai Aceh Kota Banda Aceh, Jumat (13/12/2024) memberikan pandangan di tengah upaya sejumlah orang menggagalkan proses seleksi calon kepala BPMA.
Pria tambun asal Sibreh, Aceh Besar, tersebut mengatakan bila ingin bicara profesional, proses seleksi calon kapal BPMA harus dihormati. Selain karena proses seleksi sudah harus terjadi—bahkan sudah terlambat–, pansel yang ditunjuk Pj Gubernur Aceh Dr. Safrizal ZA, merupakan individu-individu yang memiliki kapasitas dan berpengalaman.
Baca: Seleksi Calon Kepala BPMA Terganja Intervensi?
Baca: 18 Pelamar Lolos Administrasi Calon Kepala BPMA
“BPMA itu milik seluruh rakyat Aceh. Didirikan dengan tujuan ikut memberikan sumbangsih untuk kemakmuran Aceh. BPMA harus dipimpin oleh orang yang memiliki kapasitas, memiliki trust, dan bervisi jangka panjang untuk Aceh. Kritik boleh dilakukan. Tapi jangan mengkritik untuk kepentingan mempertahankan kemapanan orang yang merasa dirugikan dengan proses [seleksi] tersebut,” kata Juanda Djamal yang dikenal sebagai aktivis dan politisi pro demokrasi.
Pengelolaan migas di Aceh, kata Juanda, diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Dengan demikian, bila serius ingin membela Aceh dalam konteks migas, maka jadikan PP 23 tersebut sebagai pijakan berpikir dan bertindak. PP 23 tahun 2015 mengatur sumber daya alam bidang minyak dan gas di Aceh, dikelola bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
Pemerintah Pusat telah memberikan ruang dan kesempatan pada Aceh. Ruang itulah yang kemudian melahirkan BPMA. Jadi tugas utama BPMA selaku regulator, memastikan semua regulasi dijalankan. Jangan sampai Aceh dirugikan , sembari menjaga kepentingan nasional tetap berjalan.
Salah satu kepentingan Aceh, bahwa setiap produksi minyak dan gas tercatat dengan baik dan detail, sehingga bagi hasil menguntungkan Aceh dan tidak juga merugikan pihak lain.
“Jangan sampai hasil migas kita lebih banyak dinikmati Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).Termasuk dalam penentuan harga jual, jangan sampai dijual murah sehingga berdampak pada pemasukan Aceh yang juga akan kecil,” kata Juanda Djamal.
Untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut, BPMA harus dinakhodai oleh sosok yang berintegritas, berkapasitas, dan memiliki trust yang bagus. Kepala BPMA tidak boleh dari individu yang tidak layak, baik tidak layak karena kapasitasnya yang masih kecil, maupun dari sisi integritas.
Proses seleksi calon kepala BPMA yang sedang berlangsung merupakan perintah regulasi. Hasilnya nanti juga tidak dapat dipisahkan dengan Gubernur Aceh hasil pilkada 2024.
“Jadi mari kita berikan dukungan sepenuhnya untuk pansel supaya dapat bekerja dengan leluasa. Para tim seleksi juga pasti berkoordinasi dengan kepala pemerintahan yang baru. Kontrol dan kritik tetap dibutuhkan, tapi jangan ganggu proses yang sedang berjalan,” kata Juanda Djamal.
Juanda yakin Muzakir Manaf alias Mualem yang terpilih sebagai Gubernur Aceh, memiliki kebijaksanaan dalam mengelola pembangunan Aceh. Isu-isu migas tetap akan menjadi perhatian Mualem.
“Untuk mendukung komitmen Mualem mengelola sektor migas supaya menguntungkan Aceh, kita butuh kepala BPMA yang seperti saya sampaikan tadi,” kata Juanda Djamal.
Dengan proses yang sudah berjalan, Juanda optimis akan melahirkan calon kepala BPMA yang ideal. Tugas ke depan masih sangat berat. Termasuk membantu supaya Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) dapat berkembang pada sektor migas. Pasal 39 PP 23 Tahun 2015 telah memberikan peluang. Tinggal dilaksanakan.
“Insyaallah, saya melihat Mualem memiliki komitmen tinggi mensejahterakan rakyat. Komitmen ini harus dengan daya dukung sumber daya manusia. Makanya BPMA harus dipimpin oleh sosok berintegritas berkapasitas, dan memiliki trust. Sudah waktunya BPMA dibawa ke arah lebih maju, tidak sibuk bergumul dengan hal-hal yang justru menguntungkan segelintir individu,” kata Juanda Djamal.
Catatan Redaksi: Badan Pengelola Migas Aceh adalah badan pemerintah yang berkedudukan di Banda Aceh berada di bawah menteri dan bertanggung jawab kepada menteri dan Gubernur Aceh. BPMA dibentuk untuk melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.