Iwan Dukun, Preman Besar Pendukung Aceh Merdeka

Iwan Dukun
kematian Iwan Dukun diulas oleh majalah Suara Acheh Merdeka. Foto: HO for Komparatif.id.

Iwan Dukun merupakan preman kelas kakap di Kota Medan, Sumatra Utara. Iwan Dukun berasal dari Bugak, Kecamatan Peusangan, Aceh Utara. Selama menjadi pebisnis di Medan, dia kerap menjadi pelindung warga Aceh.

Azwaniwan bin Jalil alias Iwan Dukun, merupakan sosok legendaris di Kota Medan. Era 70 hingga 80-an namanya seperti God Father. Ia merupakan salah satu preman yang ditakuti. Ketika ia berkuasa, orang Aceh sangat dihargai. Siapa saja, asal Aceh, pasti akan dia bantu bila bermasalah dengan suku-suku lain, tak terkecuali Batak.

Sebelum merantau ke Medan, ia sering bergaul dengan orang-orang di Keude Matangglumpangdua, Peusangan. Tentu teman-temannya kebanyakan harlan dan agen di terminal. Dalam banyak cerita dari mulut ke mulut, dia banyak terlibat aksi perkelahian. Latar belakanganya sebagai anak pantai, membuat dirinya semakin bengal.

Ketika hijrah ke Medan, Sumatra Utara, nasibnya secara perlahan mulai berubah. Dari seorang perantau miskin, hingga menjadi seseorang yang kaya raya. Salah satu bisnisnya yaitu “jasa keamanan”, selain bisnis-bisnis lain.

Baca: Inggit Ganarsih, Cinta dan Luka Karena Sukarno

Jacqueline Aquino Siapno, dalam buku Gender, Islam, Nationalism And The State in Aceh; The Paradox of Power, Co-Optation And Resistance, yang diterbitkan oleh RoutledgeCurzon, New York, 2002, pada halaman 34 menulis tentang Iwan Dukun.

Dalam buku tersebut, Jacqueline menyebutkan Iwan merupakan seorang pengusaha sekaligus bos mafia. Dia sangat disegani oleh semua kalangan. Bahkan sangat dekat dengan Kopassus. Untuk Kopassus, Iwan bahkan memberikan kantornya untuk dipergunakan.

Dalam hubungannya dengan Kopassus, tulis Jacqueline, Iwan membantu kampanye kontra pemberontakan yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Orde Baru. Pria tersebut tanpa sungkan memberikan fasilitas kantor pribadinya untuk dipergunakan sebagai pos militer. Ia juga secara pribadi ikut serta dalam operasi militer melawan pemberontakan yang dipimpin oleh Hasan Tiro.

Meski memiliki hubungan baik dengan Kopassus, tapi darah Aceh yang mengalir dalam tubuhnya, membuat dirinya tidak dapat menolak untuk membantu perjuangan Aceh Merdeka yang digerakkan oleh Hasan Tiro.

Dalam bulletin Tapol nomor 109, edisi Februari 1992, diwartakan tentang penangkapan dan persidangan terhadap Iwan Dukun. Bulletin berbahasa Inggris itu melaporkan bahwa pada Desember 1991 Iwan Dukun (44) telah divonis 13 tahun penjara dalam sebuah persidangan yang dipimpin oleh Hakim Hadi Manaf.

Pengusaha tersebut terbukti—menurut pengadilan saat itu—terlibat dalam kegiatan yang menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Pengusaha tersebut dinyatakan memiliki hubungan dengan seorang pria berinisial SA, yang digambarkan sebagai Komandan GAM Matang Sijuk.

Majelis hakim menilai hukuman 13 tahun penjara untuk pengusaha asal Bugak tersebut wajar dan sepadan, karena keterlibatannya dalam upaya mendirikan negara Islam merdeka [di Aceh].

Keterlibatan Iwan Dukun dalam Aceh Merdeka, diamini oleh majalah underground Suara Acheh Merdeka (SAM) yang belum dapat Komparatif.id identifikasi nomor dan tahun terbit. Dalam satu lembaran yang mewartakan peristiwa kematiannya di dalam penjara, majalah Suara Acheh Merdeka menulis artikel dengan judul: Aktivist Acheh Merdeka Dibakar Hidup-Hidup. Ikut dipasang foto Iwan yang bergaya rambut belah tengah dan tersenyum.

Dalam artikel itu, redaksi SAM menulis artikel nan heroik, berisi pujian terhadap semangat juang almarhum dalam perjuangan memerdekakan Aceh dari belenggu Indonesia.

Iwan Dukun Dibakar di Dalam Penjara

Kembali ke catatan Jacqueline, ia berkesempatan bertemu Iwan pada 1996. Dia berhasil mewawancarai langsung preman karismatik tersebut. Jacqueline tertarik untuk mewawancarai pria berusia 48 tahun tersebut, karena dirinya pernah mendengar tentang kesaktian pria kelahiran tahun 1948 itu.

Ia memiliki ilmu kebal, itulah yang melatarbelakangi digelari sebagai Dukun. Kisah lainnya, dia digelari Dukun, karena berhasil mengobati pasiennya dengan melakukan ritual-ritual tradisional. Namanya sangat populer bukan karena semata karena menjadi preman, tapi karena latar belakangnya. Ia dari keluarga miskin, memulai dagang menjual ikan, kemudian menjadi pengusaha paling berkuasa di Medan—dan seluruh Sumatra Utara, serta Aceh.

Saat ditahan di dalam LP Tanjung Gusta, ia termasuk “istimewa” karena tidak disiksa separah tahanan lain. Para tentara yang melakukan penyiksaan tidak berani menyiksa Iwan karena takut apa yang dilakukan terhadap sang tahanan, akan terjadi pula terhadap istri, ibu, dan anak pelaku penyiksaan. Siksaan akan dirasakan oleh orang-orang yang paling dicintai oleh pelaku.

Bagaimana Iwan dipukuli, disiksa, dibakar dengan rokok, demikian juga yang akan dialami oleh keluarga tentara yang menyiksa.

Misalnya, jika seorang tentara membakar kulit Iwan dengan puntung rokok, maka ketika tentara tersebut pulang ke rumah, akan mendapati tubuh istri, ibu, atau anaknya terbakar di tempat yang sama persis dengan tubuh Iwan Dukun.

Setelah menyaksikan secara langsung bentuk ilmu kebal ini, para tentara tidak berani menyiksanya lebih lanjut.Tapi bukan bermakna Iwan tidak hendak dihabisi.

Terkait latar belakang kematian Iwan Dukun, berseliweran beberapa cerita. Mulai politik ideologi, hingga saingan bisnis dengan Olo Pangabean. Olo merupakan preman yang dipelihara oleh Orde Baru.

 

Pada 22 Mei 1996, terjadi kerusuhan berdarah di LP tersebut akibat dendam dan iri sesama napi yang diperlakukan diskriminatif. Azwan Iwan alias Iwan Dukun bersama 5 temannya dalam satu sel meregang nyawa, mati mengenaskan karena dikunci dari luar oleh ratusan napi dari Blok C yang membakar salah satu sel di blok A yang hanya dihuni oleh 6 napi. Iwan dan teman-teman satu sel meninggal dunia.

Kasus itu menjadi perhatian luas. Suara-suara supaya kasus itu diselidiki, bergema. Akan tetapi, pada Rabu malam, 4 April 1996, enam orang tidak dikenal tapi terlatih memasuki LP Tanjung Gusta. Mereka menculik enam napi yang membakar dan mengunci Iwan di dalam sel. Pihak militer kemudian mengumumkan bila kasus tersebut ditutup karena tidak ada saksi yang sah. Sejak saat itu sampai sekarang, kematian Iwan masih menyimpan tanda tanya.

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here