Aceh kembali berduka. Seorang maestro sepak bola, Iskandar Jalil, telah menutup mata pada Sabtu (20/8/2022). Pria asal Bireuen itu semasa hidupnya mengabdikan diri sebagai pengolah si kulit bundar, baik sebagai pemain, hingga pelatih.
Era 1990-an, siapa yang tidak kenal Iskandar Jalil? Pesepakbola asal Tanah Rencong itu merupakan salah satu pemain bola yang sangat dinantikan atraksinya di atas lapangan hijau.
Pria kelahiran Aceh Utara (sekarang Bireuen) telah memperkuat berbagai klub hingga Timnas Indonesia.
Jejaknya dapat dilihat di klub kampung berkaliber internasional Harimau Tapanuli (Hartap), Medan Jaya, PSSB Bireuen, Persiraja, Mitra Surabaya. Bagi Sumatera Utara, Iskandar Jalil merupakan legenda. Ia pernah membela Sumut pada PON 1989 di Jakarta.
Di level Timnas Indonesia, dia juga ikut diturunkan ke medan laga saat Sea Games 1995 di Chiang Mai, Thailand. Saat di Chiang Mai, dia dipercayakan di posisi sayap kanan. Di tempat itu, Iskandar bertugas menjaga pertahanan Indonesia, sekaligus membangun serangan bila mode menyerang diaktifkan.
Di atas lapangan hijau, kenangan tentangnya sangat melekat di ingatan pecinta Galatama dan Perserikatan, serta Liga Indonesia. Pria berkulit hitam itu pekerja keras, pantang menyerah, dan menjunjung tinggi semangat sportifitas.
Bukan mudah bermain sepak bola kala itu. Kompetisi meriah, persaingan pun sangat terasa antar pemain. Dalam berbagai pertandingan kala membela Mitra Surabaya, ia sering tidak diberikan bolah oleh koleganya, meskipun posisinya sangat bagus.
Usai gantung sepatu, sang maestro memilih menjadi pelatih sepak bola. Seperti ditulis Ayi Jufridar di Steemit, pria asal Sermabi Mekkah itu pernah menjadi pelatih Persitas Takengon, dan PSLS Lhokseumawe, serta sejumlah klub lain.
Dalam tulisan Ayi, juga disebutkan bila sebagai pelatih,”sang petempur” tidak secemerlang saat menjadi “petempur”. Lagi pula, sebagai pelatih ia mengungkapkan bila sepak bola kita dikelola secara tidak professional.
Dalam kontrak pelatih, seringkali pengurus klub meminta sekian persen atau pilihannya kontrak batal. Ada juga kasus setelah kontrak diteken, klub tidak membayar sesuai kesepakatan dengan berbagai alasan. Kasus serupa juga banyak menimpa pemain, setelah menandatangani kontrak, jumlah yang diterima pemain tidak sesuai dengan nilai kontrak, bisa jadi hanya 60 persen atau bahkan kurang dari itu. Selebihnya dikorup pengurus klub. “Kalau masih begitu modelnya, sepak bola Indonesia tidak bakal maju,” tulis Ayi, mengutip pernyataan dari Iskandar Jalil.
Iskandar Jalil menutup mata di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah, Kabupaten Bireuen, pukul 11.00 WIB, dan dikebumikan di Gampong Geulanggang Kulam, Kota Juang, Bireuen.
Selamat jalan, Legenda. Namamu harum di ingatan kami.