Ishaq Ibnu Ali, Penyanyi Sufi dari Tanah Rencong

Seri Seniman Musik Sufistik

Ishaq Ibnu Ali. Foto: Doc. sang seniman.
Ishaq Ibnu Ali. Foto: Doc. sang seniman.

“Pertemuan” saya dengan Ishaq Ibnu Ali terjadi tidak sengaja. Bermula dari postingan musisi muda Nazar Syah Alam, saya kemudian menyelam dalam bait lagu akustik Ishaq yang penuh kedamaian.

Seusai Subuh, Selasa (8/11/2022) saya membuka Facebook. Nazar Syah Alam yang saya kagumi karena karya-karya musiknya meuaceh dan ceria, saya “bertemu” Ishaq Ibnu Ali. Postingan link Youtube milik sang musisi dengan lagu Hai Hawa, memantik penasaran. Bagi saya yang fakir tentang dunia musik, Nazar merupakan salah satu musisi Aceh yang patut dijadikan referensi. Bila ia memosting, bermakna lagu tersebut menarik.

Baca juga: Bang Gaes, Mengkritik Lewat Lirik Balada Ceria

Terus terang saya tidak mengenal Ishaq Ibnu Ali. Baru pagi ini saya melihatnya di media sosial. Ini juga pertanda bahwa begitu awamnya saya pada dunia tarik suara; khususnya yang bergenre akustik; lebih khusus lagi lagu-lagu terkini. Mungkin ini disebabkan saya yang terlalu dalam tenggelam dalam musik Hindustan dan lagu-lagu lawas Melayu; P. Ramlee dan Ahmad Jaiz.

Saat saya mengklik url lagu Hai Hawa, sebuah keajaiban terjadi. Saya seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang; dan itu sangat berharga. Petikan gitar nan lembut, empuknya kalam Ishaq, serta syair menawan, menghadirkan suasana baru—seketika—di dalam ruang kerja redaksi Komparatif.ID.

Bait-bait Hai Hawa yang ditulis oleh Ishaq begitu lezat,memancarkan energi cinta kepada Khaliq. Sebuah lagu sufi yang sederhana nan menggugah jiwa. Bahasanya tidak rumit, tapi tak pantas disebut sekadarnya saja. Ishaq Menyusun bait per bait dengan sangat sempurna. Lagu Hai Hawa benar-benar tentang cinta yang tulus terhadap perempuan, demi mencapai hakikat cinta tertinggi; Ilahi.

Dari satu lagu ke lagu lainnya, saya tak hendak berpindah ke channel lain. Senandung cinta yang didendangkan oleh Ishaq yang diiringi petikan gitar dan alat musik lainnya, mengulik rasa penasaran tiada ujung. Lagu-lagu yang ia nyanyikan sangat memesona, setiap lariknya seperti puisi sufi. Sarat pesan dakwah, tapi tidak sedang berceramah. Bait-baitnya mengajak menggugah jiwa agar senantiasa ingat bahwa hidup haruslah berguna. Bahwa hidup memiliki tujuan akhir.

Semakin dalam saya menyelami, bertambah pula rasa penasaran. Siapa sebenarnya Ishaq Ibnu Ali, pria bertubuh kurus dengan rambut wavy tersebut? Langgam musiknya seperti tidak asing di indera dengar.

Saya membuka Facebook lagi. Mencari akunnya. Pencarian itu tidak sulit, karena Ishaq membubuhkan komentar pada postingan Nazar Syah Alam. Alamak! Ternyata sang seniman salah seorang personel grub musik Debu. Yes! Bintang kejora! Saya telah menemukan dua cinta dalam satu mangkuk. Debu merupakan grub musik yang sangat saya kagumi ketika masih STM.

Bagi Anda yang penasaran dengan karya Ishaq Ibnu Ali, kunjungilah Youtube miliknya. Dengarkanlah tembang-tembang sufi yang ia nyanyikan. Jangan lewatkan lagu Yatim, karena di sana ia menjelaskan tentang posisi sesungguhnya yatim di mata Ilahi dan Rasulullah. Bahwa yatim merupakan sang raja, mulia dengan kedudukannya. Serta mulialah hamba yang memuliakan yatim. Kemudian jangan pula lewatkan senandung Syair Indah Suling Bambu, Rahsia Hate, Labbaik Allahumma Labbaik, serta lagu-lagu lainnya yang didendangkan oleh Ishaq. saya pastikan Anda tidak akan kecewa.

Pejamkan mata Anda, dengarkan dengan penuh khidmat. Petikan gitar pengiring lagu,serta seruling yang mengalun indah, akan menghadirkan kemasyukan dalam relung dada. Ishaq Ibnu Ali membawa kita ke samudera cinta sufi tak bertepi.

Yatim terima kasih membukankanku tempat mengemis

Hadirmu membawakanku pada keberkahan dari hinaku

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here