Komparatif.ID, Banda Aceh—Irfanda Manalu (37) tidak berpangku tangan. Berbekal pengetahuannya bercocok tanam hidroponik, ia bekerja sama dengan temannya. Temannya memberi modal, ia yang merawat selada yang ditanam di instalasi soilless culture. Hasilnya dibagi dua.
Sebelum jatuh sakit pada akhir 2018, Irfanda Manalu merupakan petugas green house hidroponik organik Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP) atau sekarang disebut SMK-PP Negeri Saree, Lembah Selawah, Aceh Besar.
Saat tiba-tiba jatuh sakit, Irfanda Manalu sangat terpukul. Ia lumpuh. Tenaganya hilang. Dia tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya terbaring di atas dipan sepanjang tahun. Karena tidak mungkin lagi bekerja, Irfanda Manalu memutuskan resign dari tempat kerja. Ayah dua anak dan 1 istri tersebut menerima keadaan, dan berharap suatu saat ada keajaiban.
Baca: Menyuling Harapan dari Sereh Wangi Negeri Antara
Kepada Komparatif.ID, Kamis (3/8/2023) Irfanda Manalu bercerita, sejak dia jatuh sakit, istrinya yang menjadi tulang punggung ekonomi. Dirinya iba, tapi tidak dapat berbuat apa-apa. Hatinya bertambah sedih, pondok yang mereka diami, tidak layak huni.
Kisah hidupnya sampai kepada Edi Fadhil, anak muda Aceh yang memiliki gerakan Cet Langet. Awal Agustu 2022, Edi Fadhil mulai membangun hunian layak huni untuk Irfandi Manalu dan keluarga. Rumah permanen tersebut selesai dibangun pada akhir September 2022.
Setelah hunian itu berdiri, semangat ayah dua anak itu tumbuh berkibar-kibar. Alhamdulillah, kondisi kesehatannya juga mulai membaik, meski belum 100 persen. Minimal dia sudah bisa berjalan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil yang tidak membutuhkan tenaga yang sangat banyak.
Hidup berpangku tangan tidak pernah menjadi pilihan pria bermarga Manalu tersebut. Ia tidak ingin dilihat sebagai lelaki malas dan lemah. Ia ingin menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab.
Sebagai mantan petugas green house SMK-PP Saree, pria ramah tersebut memiliki keahlian di bidang hidroponik. Dia mencari teman bisnis. Beruntung ada yang sefrekuensi dengannya. Si teman memberi modal, Irfanda yang menjalankan. Mereka kelola bisnis itu dengan penuh dedikasi.
Sayur yang ditanam di hidpronik organik sebanyak 345 lubang tanam yaitu selada (lactuca sativa) atau juga disebut daun sla. Tanaman itu dirawat dengan penuh dedikasi.
Di pasar, harga selada organik sangat menjanjikan. Per kilogram dijual Rp25 ribu sampai Rp40 ribu. Dengan harga demikian, sudah memberikan harapan untuk Irfanda dan temannya.
Irfanda Manalu bercerita, sayuran hidroponik organik saat ini masih sedikit dikembangkan di Aceh. Sebabnya bisa macam-macam. Salah satunya makin ke sini, jumlah petani sayur semakin berkurang. Banyak yang alih profesi. Efeknya sayur-mayur Aceh banyak dipasok dari provinsi tetangga.
Dengan jumlah produksi terbatas, sayuran hidroponik organik yang diusahakan oleh pria yang berpengalaman lima tahun di bidang tersebut, memasoknya untuk beberapa usaha di Saree, Lembah Seulawah. Saat ini mitranya Warung Bang Is Saree, Tower Kopi Saree, Pasar Saree, dan Tahu Manis Pagar Air.
Dengan panen yang terbatas, maka penghasilannya juga masih belum banyak. Tapi dia bersyukur. Karena setiap bulan sudah memiliki penghasilan tetap. Minimal dia dan keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan pangan tingkat paling dasar.
Mimpi Irfanda Manalu
Selain menguasai ilmu bercocok tanam hidroponik organik, Irfanda Manalu juga memiliki kemampuan merancang instalasinya. Bahkan untuk pengembangan usaha secara mandiri, ia sudah merancang instalasi yang lebih besar dengan modal belasan juta rupiah. Rancangan instalasi dan budget yang dibutuhkan masih ia simpan dalam buku catatan. Semoga suatu saat akan dapat diwujudkan.
“Impian saya, dapat memiliki instalasi hidroponik milik sendiri,” sebutnya.
Pria yang bermukim di Gampong Suka Damai, Lembah Seulawah, tersebut juga memiliki keahlian lain yaitu memasak. Ketika masih sehat pernah berjualan nasi goreng dan bakmi hijau. Kelak, bila dia sudah pulih, dan usianya mencapai 40 tahun, dirinya bercita-cita membangun usaha food truck, selain tetap fokus pada usaha bertani sayuran hidroponik organik.
Edi Fadhil yang mengupayakan pembangunan rumah, memperhatikan perkembangan pria yang memiliki semangat luar biasa itu. Melihat etos kerja Irfanda, membuat Edi Fadhil terharu. Ia teringat puisi yang digubah oleh Ali Hasjmy berjudul Menyesal.