Komparatif.ID, Banda Aceh— Malam Anugerah Budaya dalam rangkaian Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 berlangsung meriah di Meuligoe Wali Nanggroe Aceh, Darul Imarah, Aceh Besar, pada Senin (6/11/2023) malam.
Pada acara ini, Lembaga Wali Nanggroe Aceh memberikan penghargaan kepada 13 individu yang telah berjasa dan berkontribusi dalam dunia seni, adat, dan budaya.
Penghargaan tersebut terdiri dari tiga kategori utama, yaitu Penghargaan Meukuta Alam, Tajul Alam, dan Penghargaan Syah Alam. Proses seleksi dan penjaringan penerima penghargaan ini sangat ketat dan dilakukan oleh tim juri kompeten.
Tim juri dipimpin oleh akademisi terkemuka, Profesor Dr. Syahrizal Abbas, yang dibantu oleh Dr. Yusri Yusuf M.Pd, Drs. Nurdin Ar M.Hum, Drs. Nabhany, Muhammad Taufik Abda, dan Dr. Rafiq.
Penghargaan Meukuta Alam diberikan kepada empat individu berjasa, masing-masing dari berbagai daerah di Aceh. Alm M Kalam Daud dari Banda Aceh menerima penghargaan ini untuk kategori pelestarian warisan budaya.
Sementara Syarifuddin dari Gayo Lues diakui atas kontribusinya dalam melestarikan seni. Amirullah Hamzah dari Banda Aceh mendapatkan penghargaan Meukuta Alam untuk kategori sejarah dan peradaban.
Terakhir, penghargaan ini juga diberikan kepada Alm Abdul Gani Mutiara, yang berasal dari Banda Aceh, atas kontribusinya dalam pengembangan inovasi produk budaya.
Baca juga: Bank Aceh Gandeng UMKM Genjot Ekonomi Lokal di PKA 8
Penghargaan Tajul Alam diberikan kepada dua individu, yaitu Yanimar W Yusuf dari Aceh Barat atas kontribusi pelestarian seni, dan Hamidah dari Aceh Tenggara pada kategori pelestarian warisan budaya.
Untuk kategori Penghargaan Syah Alam, tujuh tokoh yang mendapatkan penghargaan atas prestasi dan kontribusi mereka dalam berbagai bidang kebudayaan. Mereka adalah Zakirul Pohan asal Aceh Singkil yang diakui atas perannya dalam pelestarian warisan budaya, Yasuddin asal Aceh Singkil yang dihargai dalam kategori pelestarian adat, dan Mahrisal Rubi asal Bireuen yang diakui atas kontribusinya dalam pelestarian seni.
Selain itu, Muntasir Wandiman asal Aceh Tamiang mendapatkan penghargaan dalam kategori sejarah dan peradaban, Junaidi asal Pidie dihargai dalam kategori pengembangan dan inovasi produk warisan budaya.
Kurniatun asal Banda Aceh mendapatkan penghargaan atas pelestarian seni, dan terakhir, Pekeriana Kobat asal Aceh Tengah menerima penghargaan atas dedikasinya dalam pelestarian warisan budaya.
Lembaga Wali Nanggroe juga memberikan Tanda Kehormatan kepada Muhammad Ugot Pinem asal Subulussalam atas jasanya dalam melestarikan adat dan budaya Aceh.
Baca juga: Di PKA 8, Produk BUMG di Bireuen Diminati Pengunjung
Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar dalam sambutannya yang dibacakan oleh Majelis Tuha Peut Wali Nanggroe Sulaiman Abda mengungkapkan, pemberian penghargaan anugerah budaya merupakan upaya nyata dalam menghargai dan mengapresiasi jasa besar para penjaga warisan budaya di Aceh.
“Penyerahan anugerah tentunya bukan sebuah hal kebetulan, melainkan hasil proses panjang, mulai dari tahapan rapat persiapan, pendaftaran, penilaian, hingga verifikasi calon penerima anugerah. Anugerah yang diserahkan malam ini juga bukan hasil yang diperoleh secara instan, tapi buah dari dedikasi berpuluh tahun lamanya,” ujarnya.
Menurut Sulaiman Abda, pemberian gelar dan penghargaan ini sangat penting karena budaya adalah identitas suatu bangsa. Bagi masyarakat Aceh, melestarikan warisan budaya sama pentingnya dengan menegakkan agama, karena kebudayaan Aceh selalu berlandaskan pada pondasi dimensi Islami.
“Filosofi hidup orang Aceh muncul sebuah Hadih Maja, “hukom ngen adat, lage zat ngen sifuet”. Dimensi tersebut telah membentuk pola hukum dan kebudayaan dalam masyarakat Aceh sehingga “adat han jeut barangkahoe takong, hukom han jeut barangkahoe takieh,” lanjutnya.
Lembaga Wali Nanggroe berharap bahwa para penerima penghargaan akan terus meningkatkan dedikasi mereka dalam melestarikan warisan budaya Aceh. Agar generasi-generasi baru dapat dididik untuk menjadi penjaga dan pelestari khazanah kebudayaan Aceh, menjaga adat dan kebudayaan dengan kokoh dan berlandaskan pada agama.
“inilah salah satu bentuk nyata upaya kami dalam menghargai dan mengapresiasi setinggi-tingginya jasa besar para penjaga warisan indatu di bumi Serambi Mekkah ini,” pungkas Sulaiman Abda.