“Jelang sehari sebelum Lebaran, seorang ibu di Keude Krueng Mane ingin keluar toko, karena tidak punya cukup uang membeli sepasang sandal untuk anaknya. Diam-diam Imam Masykur menyerahkan sandal baru itu. Kekurangan uang dari si ibu, ditanggung oleh Imam Masykur. Uang yang tidak cukup dipotong dari upahnya yang tidak seberapa.”
Minggu (27/8/2028) saya menemukan sebuah kabar tentang kepergian tak terduga seorang teman bernama Imam Masykur. Kabar itu muncul lewat sejumlah postingan di media sosial, merambat dalam rentetan foto-foto, video, dan narasi yang menggambarkan betapa pedih dan penuh amarah perjalanan menuju peristirahatan terakhirnya.
Seketika saya menyusuri lautan virtual yang lebih dalam, merambah lebih jauh hanya untuk memastikan kabar pilu yang masih sulit saya cerna itu. Imam Masykur, yang meninggal dunia di Jakarta itu sungguh-sungguh telah berpulang. Yang lebih menyayat hati, ia berpulang akibat peristiwa yang tragis: dugaan penculikan dan penyiksaan oleh oknum anggota militer.
Sembari membaca, air mata menetes. Pria muda baik hati itu telah pergi dengan cara tragis. Imam Masykur yang lembut dan penyayang, dijemput Izrail setelah disiksa oleh oknum-oknum yang lebih kejam dari srigala. Oknum-oknum yang digaji oleh negara untuk melindungi rakyat, tapi bertindak seperti musuh yang datang dari negeri jauh.
Terjalinlah suatu kisah di tahun 2015, dalam bulan suci Ramadan. Jalan hidup membawa saya bertemu dengan Imam Masykur, di sebuah toko pakaian pria di Pasar Los Krueng Geukuh. Ketika itu saya masih bekerja sebagai karyawan di “Toko Mode”, yang terletak tepat di depan Meunasah Keude Krueng Geukuh, Kecamatan Dewantara.
Sudah menjadi tradisi, tiap bulan Ramadan, toko tempat kami menjual pakaian jadi pria selalu menambah tenaga kerja demi menghadapi lonjakan pembeli menjelang Idulfitri. Saat itu, pemilik toko merekrut tiga karyawan tambahan yang khusus bekerja dari awal Puasa hingga momen kemenangan Lebaran tiba. Imam Masykur adalah salah satunya.
Baca: Dek Kirem Peng 50 juta Peugah Bak Mak, Abang ka Jipoh Nyoe
Meskipun baru sebentar mengenalnya, saya dengan cepat menyadari bahwa, teman yang biasa kami panggil Masykur itu adalah seseorang yang luar biasa baik. Keuletannya luar patut diacungi jempol, serta kemampuannya menyerap pengetahuan jual-beli dengan cepat menjadikannya salah satu karawan yang paling mahir dalam menarik pelanggan ke toko kami.
Tidak diragukan lagi, Imam Masykur seperti memiliki magis tersendiri saat bernegosiasi dengan para calon pembeli. Hampir semua calon pembeli yang ia layani tak dapat menghindar dari godaan untuk membeli beberapa pakaian dari koleksi kami.
Imam Masykur benar-benar piawai. Tutur kata, senyum, dan bahasa tubuhnya, menuai simpati konsumen. Semua yang mengenal dia pasti sepakat dengan pendapat saya.
Saat berita musibah menyakitkan ini mencuat, berbagai pikiran mengalir dalam benak saya. Pertama, kebenaran tentang janji Allah yang memanggil orang-orang baik lebih awal ke pangkuan-Nya. Kedua, Masykur adalah seorang yang sungguh baik, dan saya bersaksi atas kebaikannya.
Salah satu bukti nyata tentang kebaikan hatinya adalah kejadian yang pernah saya saksikan secara langsung. Ini terjadi ketika ia melayani seorang ibu yang datang bersama anak kecilnya pada sebuah petang Hari Meugang di tahun 2015.
Waktu itu, di toko hanya tinggal kami berdua. Tiga teman lainnya sedang membeli makanan untuk berbuka Puasa. Tiba-tiba, seorang ibu bersama anak yang berusia sekitar 7-8 tahun memasuki toko. Ibu itu mencari sandal baru untuk sang anak, sebagai persiapan menyambut Hari Raya yang hanya sehari lagi. Mata sang anak itu tertuju pada sepasang sandal putih Ardiles. Saya bisa merasakan betapa sang anak sangat menyukai sandal itu. Sang ibu juga pasti mengetahui keinginan sang anak. Namun, setelah negosiasi harga, sang ibu membawa anaknya keluar karena uang yang dimilikinya ternyata tak cukup.
Sepersekian detik kemudian, Masykur mendatangi saya lalu bilang: “Bang, sandal ini sekurang-kurangnya hanya bisa dijual dengan harga 40 ribu rupiah karena modalnya 38 ribu. Tapi ibu itu katanya hanya punya uang 28 ribu. Saya kasih saja ya. Sisanya biar saya yang tanggung.” Sandal itupun kemudian dibawa pulang dengan wajah girang si bocah itu.
Bayangkan, dengan penghasilan harian kami yang berkisar antara 50-70 ribu rupiah, Masykur masih punya hati untuk memikirkan kebahagiaan sang anak yang bahkan belum ia kenal.
Pada hari itu, Masykur benar-benar menerjemahkan arti berbagi yang sebenar-benarnya di depan mata saya.
Namun, setelah delapan tahun berlalu sejak peristiwa itu, nyawanya dirampas dengan kejam oleh tangan-tangan bengis oknum militer.
Sebagai seorang putra Aceh dan sekaligus sebagai manusia, tampaknya sangatlah wajar jika kita mencari keadilan untuk Masykur. Kepulangannya yang tragis ini harus dijawab dengan langkah hukuman yang setimpal.
Saya yakin, kita semua sepakat bahwa tak seorang pun memiliki hak untuk merampas nyawa manusia lain, apalagi dengan cara yang tidak manusiawi. Hal ini sampai kapanpun tidak dibenarkan.
Meski saya yakin saat ini Imam Masykur sudah tenang dan mungkin sudah mengintip-ngintip sebagian tempat di surga sebagai rumah barunya, tetapi keadilan untuknya di dunia harus tetap diperjuangkan. Sebaik-baiknya. Sehormat-hormatnya.
SMG Allah menerima segala amal ibadah saudaraku imam Masykur, semoga Allah memberikan tempat yg baik disisiNya, aamiin. Bagi yang telah menganiayanya, semoga Allah membuka hatinya untuk beraubat, dibukakan nuraninya sebagai manusia berakhlak baik, menyadari dan membaikkan langkahnya …aamiin.
Inilah mental bejat aparat keamanan kita ..seharusnya mereka melindungi rakyatnya justeru ini sebaliknya menjadi serigala lapar tanpa belas kasihan…kawal terus penyelesaian hukumnya jangan sampai mengerucut bahkan hilang bak di telan bumi..
Saya sangat terharu membacanya,mudah mudahan almarhum imam Masykur diberikan tempat yg baik disurganya Allah…Aaminn…
Gaya penulisannya sudah mirip wartawan senior Dahlan Iskan.luar biasa…
Amin semoga kelak kita menjadi pribadi yang baik..dalam menuju akhirat,dunia hanya lah sementara
Semoga Almarhum mendapat tempat yg paling baik di sisi Alloh SWT, diampuni kesalahannya dan Alloh masukkan ke dlm syurga-Nya… Aamiin
Saya ikut nangis, coba terjadi pada anak kita, mungkin saya gak kuat berdiri….
Ya Allah.. Auto mewek aku…
Semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya
Harus ada èvaluasi penerimaan aparat2 pemerintah, mereka jarusnya jadi pengayom masyarakat, bukan sebaliknya.
Jangan ada kompromi, agar dikemudian hari masyarakat tidak jadi korban lagi..
Berapa generasi muda berpotensi nyandu tramadol dll. Sejenis nya tolong yg bekengin di tutup aja dari lingkungan setempat juga jagan mau di sogok….!!!! Alih alih jual kosmetik… eh ngeracunin anak mudah sekampung…. anjing
Inilah mental bejat aparat keamanan kita ..seharusnya mereka melindungi rakyatnya justeru ini sebaliknya menjadi serigala lapar tanpa belas kasihan…kawal terus penyelesaian hukumnya jangan sampai mengerucut bahkan hilang bak di telan bumi..