Idulfitri Tanpa Lailatur Qadar

Idulfitri Tanpa Lailatur Qadar
Suana sahur dan salat subuh berjamaah. Foto: Dok. Penulis.

Pada dini hari Minggu 30 Maret 2025 saya bersiap untuk berangkat mengikuti acara sahur dan salat subuh berjamaah yang dilanjutkan dengan zikir dan tausiah yang diadakan oleh Pejasuh “Pejuang Jamaah Subuh” Nagan Raya.

Jarum jam menunjukkan pukul 03.45; menggunakan sepeda motor saya berangkat dari gampong yang terletak di pinggir Krueng Nagan —tak jauh dari gampong yang telah menggelar salat Idulfitri sejak Sabtu, 29 Maret 2025; menuju lokasi acara sahur dan shalat subuh berjamaah dilakukan.

Acara subuh berjamaah ini adalah kegiatan perdana yang saya ikuti semenjak setahun ini saya kembali berdomisili di kabupaten yang dikenal ada sebuah kelompok tarekat yang menamakan diri Tarekat Syattariyah.

Kelompok tarekat tersebut sudah umum dikenal oleh masyarakat Aceh maupun kawasan Asia Tenggara merupakan kelompok yang sedikit membingungkan dalam tata cara penetapan awal puasa Ramadhan. Ada selisih dua hari awal puasa dari penetapan Pemerintah Indonesia melalui kementerian Agama. 

Pengikut Tarekat Syattariyah mulai berpuasa hari Kamis, 27 Februari 2025. Sementara Pemerintah Indonesia menetapkan awal puasa pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Jika dibandingkan dengan kelompok ulama dayah salafi Aceh, perbedaan waktu awal Ramadan malah jadi tiga hari. Ulama Dayah Aceh mulai berpuasa pada Minggu, 2 Maret 2025.

Terjadinya perbedaan awal puasa antara ulama Dayah Aceh dengan Pemerintah Indonesia akibat adanya tragedi dalam penglihatan (rukyat hilal) saat itu.

Tm ahli Kementerian Agama yang dikirim langsung Pusat ke Aceh mengatakan melihat hilal. Sedangkan dari pemantau hilal dari kalangan ulama Dayah Aceh saat itu dari beberapa lokasi pantauan tidak ada seorang pun yang melihat hilal.

Lain hal dengan pengikut Tarekat Syattariyah yang berpuasa semenjak 27 Februari 2025 karena berpatokan pada hitungan hisab. Hal ini juga sedikit berbeda yang juga menggunakan metode hisab tapi menetapkan awal puasa Sabtu, 1 Maret 2025.

***

Suasana dini hari yang dingin itu, saya memacu sepeda motor hingga belasan kilometer menuju lokasi acara sahur bersama dan salat subuh berjamaah dilaksanakan. Tepatnya di Masjid Baitul Makmur Gampong Blang Teungoh kecamatan Kuala, Nagan Raya.

Saya tiba di lokasi sekitar jam 4.10 WIB. Setelah berwudhu saya langsung masuk ke dalam masjid. Disana beberapa jamaah Pejasuh yang semenjak malam telah mulai beriktikaf menghidup malam.

Tak lama kemudian waktu sahur pun tiba. Saya diajak oleh jamaah Pejasuh bergabung untuk sahur bersama. Sahur kali ini terdiri paket nasi kuning yang disedekahkan oleh seorang jamaah. 

Tak berapa lama setelah sahur, kemudian waktu imsak pun tiba. Para jamaah bersiap berwudhu dan masuk kembali ke dalam masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah yang kemudian dilanjutkan tausiah oleh seorang ustad yang masih sangat muda, mungkin umurnya sekitar 38 tahun.

Baca juga: Ramadan, Antara Kesibukan Dunia dan Akhirat

Dalam kesempatan itu sang ustad menyampaikan tausiah perihal Ramadan yang segera selesai. Mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, Ustad tersebut mengatakan sebuah musibah besar bagi umat kala Ramadan berakhir. Karena pada Ramadan doa-doa dikabulkan, sedekah diterima, pahala dilipatgandakan, dan azab ditahan.

Sang ustad juga menyampaikan perihal doa malaikat Jibril yang diaminkan Rasulullah saat menaiki anak tangga pertama, kedua dan ketiga.

Doa tersebut yaitu: “Ya Allah jangan engkau terima sholat, puasa dan zakatnya orang–orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya; Ya Allah jangan engkau terima sholat, puasa dan zakatnya istri–istri  yang durhaka terhadap suami-suaminya; Ya Allah jangan engkau terima sholat, puasa dan zakatnya orang–orang yang memutuskan hubungan silaturahmi.”

Selanjutnya ustad muda itu juga menyampaikan perihal malam lailatul qadar. Menurut Imam Al Ghazali bila berpuasa pada hari Ahad, maka malam lailatul qadar akan jatuh pada tanggal 29 Ramadhan.

Sungguh sangat disayangkan masyarakat yang mengikuti kelompok yang berhari raya pada Hari Sabtu, 29 Maret 2025. Karena mereka mungkin akan melewati malam lailatul qadar.

Lain hal; suasana pada pagi Ahad di bumi Rameune lebih hangat dan tidak terlampau terik seperti biasanya. Biasanya pukul 8.30 WIB suasana sudah panas menyengat. Hari itu matahari bersinar cerah namun lebih sejuk. Langit terlihat tidak mendung dan juga berbeda dengan biasanya.

Melihat tanda-tanda ini kemungkinan besar malam Ahad, 30 Maret 2025 atau 29 Ramadhan 1446 H adalah malam lailatul qadar dan merayakan Idulfitri pada Senin, 31 Maret 2025.

Sebagaimana disampaikan oleh Nabi bahwa pada pagi hari setelah lailatul qadar matahari terbit dengan cahaya lembut, tidak terlalu menyilaukan, dan berwarna putih kemerahan.

Wallahu a’lam bishawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here