Komparatif.ID, Jakarta— Harapan akan adanya kebijakan progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di masa mendatang nampaknya masih jauh dari kenyataan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan sejumlah mantan terpidana korupsi ternyata mendapatkan tempat di Daftar Calon Sementara (DCS) bakal calon anggota legislatif (caleg).
ICW menyoroti keberadaan 15 nama mantan koruptor dalam DCS yang mencakup tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) pada Sabtu (19/8/2023) lalu. Fakta ini seolah menunjukkan partai politik masih belum sepenuhnya menerapkan komitmen anti-korupsi dalam rekrutmen calegnya.
Satu satunya ialah Abdullah Puteh, mantan Gubernur Aceh yang kali maju bertarung untuk kursi DPR RI. Pada 11 April 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkannya secara sah sebagai terpidana korupsi pembelian helikopter MI-2 PLC Rostov.
Lalu pada Pileg 2024 mendatang, oleh Partai NasDem, ia ditempatkan pada nomor urut 1 Dapil Aceh II. Lalu ada Nurdin Halid, mantan Ketum PSSI, serta Irman Gusman, mantan ketua DPD RI yang terseret kasus kasus suap impor gula Perum Bulog.
Menyikapi temuan ini, ICW menilai KPU seolah masih bingung terkait status hukum para mantan terpidana korupsi ini. Meski seharusnya menjadi kewajiban KPU RI untuk transparan mengenai status hukum caleg potensial, KPU terkesan enggan mengumumkan hal tersebut.
Baca juga: Kisah Abdullah Puteh Korupsi Beli Heli MI-2
Anggota KPU RI, Idham Holik, mengklaim bahwa Undang-undang tidak mewajibkan pengumuman mengenai status mantan terpidana bagi caleg. Namun, menurut ICW pernyataan ini kontras dengan janji sebelumnya oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, yang menyatakan bahwa status mantan terpidana korupsi akan diungkapkan saat DCS diumumkan.
ICW menyebut ketidaktegasan KPU RI dalam menyampaikan status hukum mantan koruptor dalam DCS ini dapat memicu kekhawatiran, serta menurunkan partisipasi publik dalam memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS. Informasi yang minim mengenai riwayat hidup caleg potensial juga membuat masyarakat kesulitan dalam menilai integritas dan kapabilitas para caleg.
Survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas menemukan bahwa 90.9% responden menolak keikutsertaan mantan narapidana korupsi dalam pemilihan umum. Hasil survei ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keinginan kuat untuk melihat pemilu diwarnai oleh figur yang bersih dan memiliki integritas.
“Jika pada akhirnya pada mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT), tentu probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil,” ujar Egi Primayogha, peneliti ICW Divisi Korupsi Politik.
ICW mengatakan KPU RI awalnya justru menunjukkan komitmen progresif dengan rencana mengumumkan status mantan terpidana korupsi dalam daftar calon. Namun kini malah bergerak mundur.
ICW menekankan urgensi KPU RI untuk segera mengumumkan nama-nama caleg potensial yang berstatus mantan koruptor di semua tingkatan, mulai dari DPRD kota/kabupaten/provinsi hingga tingkat DPR dan DPD RI.