Komparatif.ID, Banda Aceh—Fauziah, ibu Imam Masykur, meminta kematian anaknya jangan dikait-kaitkan dengan tramadol. Karena dirinya saat ini sedang sangat berduka, sehingga kabar simpang siur sangat mengganggu dirinya.
Demikian disampaikan ibu almarhum Imam Masykur, Sabtu (16/9/2023) saat konferensi pers di Sekber Wartawan, Kota Banda Aceh, pukul 10.30 WIB.
Kepada wartawan ibu Imam Masykur meminta supaya ikut membantu mengadvokasi kasus pembunuhan yang menimpa anaknya oleh tiga orang anggota militer aktif, dan tiga sipil yang semuanya telah ditangkap dan ditahan.
Baca: Ibu Imam Masykur: Lihat Muka Saya, Ini Muka Imam Masykur
Kepada pihak-pihak lain yang saat ini terus mengembangkan isu bila kematian Imam Masykur berkaitan dengan bisnis tramadol, Fauziah mengharapkan supaya berhenti membahas isu tersebut. Karena sebagai ibu dia sudah cukup hancur dengan kepergian sang belahan jiwa yang diculik, disiksa dan dibunuh oleh para pelaku termasuk Praka R. Manik dari kesatuan Paspampres.
Ia juga mengatakan sudah bertemu dengan ketiga pelaku yang membunuh anaknya di tahanan Pomdam Jaya. Dirinya dengan penuh kehancuran hati bertanya mengapa mereka tega membunuh? Apakah mereka tidak punya ibu? Apakah mereka tidak punya Tuhan? Bila punya, mengapa melakukan perbuatan yang sangat keji itu?
Baca: Imam Masykur: Dik Kirim Uang Rp50 Juta Bilang Sama Mamak, Abang Sedang Disiksa
Fauziah bercerita bila saat menyampaikan sejumlah pertanyaan dan pernyataan, R. Manik menunduk. Oknum prajurit TNI itu meneteskan air mata. Tak sekalipun dia berani menatap wajah ibu Imam Masykur.
“Setelah bertemu para pelaku saya menjadi lebih lega. Karena sudah dapat bertanya langsung mengapa mereka melakukannya. Para pelaku tidak menjawab sepatah katapun,” terang Fauziah.
Konferensi pers tersebut difasilitasi oleh Tim 911 Hotman Paris di Aceh. Ridwan Hadi sebagai salah seorang advokat yang ikut hadir sebagai tim 911 mengatakan sampai saat ini Panglima TNI dan Danpomdam Jaya sangat terbuka dalam pengusutan kasus tersebut.
Menurut keterangan yang ia peroleh dari pihak Danpomdam Jaya, pada akhir September 2023, kasus tersebut sudah dibawa ke pengadilan. Pihaknya memberikan apresiasi karena sampai sekarang para pelaku dari pihak militer masih terus disangkakan dengan Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana hukuman mati.