Harisson Ford dan Zulkifli Hasan: Yes,yes!

Harrison Ford pernah dengan congkanya mengkritisi kinerja Zuilkifli Hasan saat menjadi Menteri Kehutanan. Foto: AFP.
Harrison Ford pernah dengan congkanya mengkritisi kinerja Zuilkifli Hasan saat menjadi Menteri Kehutanan. Foto: AFP.

Viral lagi dalam beberapa hari terakhir, video Zulkifli Hasan manggut manggut bingung dengan ujaran Harrison Ford yang baru saja dibawa keliling melihat hutan yang terbakar. Zulkifli Hasan waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Video berdurasi kurang dari 2 menit itu muncul lagi seiring dengan disahkannya posisi Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan yang dipundakkan oleh Jokowi sebagai bagian dari reshuffle kabinet tanggal 15 Juni lalu.

Video ini beredar tahun 2013, ketika Indonesia dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tak banyak yang merespon video ini saat itu, kecuali orang Indonesia dan kalangan pemerintahan yang ikut ikutan mendukung Harrison Ford, menjadikannya laba untuk media dan bahan olok-olok untuk netizen, mengingat persoalan pembakaran hutan, penebangan liar, dan sekongkol mafia bisnis belum bisa diselesaikan sama sekali.

Jika kejadian itu terjadi saat ini, saya yakin respon yang terlihat akan berbeda. Malah jauh berbeda. Karena dalam beberapa tahun terakhir negara-negara dunia ke 3 mulai banyak yang menyoroti dualisme sikap internasional Eropa terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di kawasan-kawasan ini. Dualisme ini adalah sikap bias, standar ganda, sikap selektif dan tingkah superioriti sebagai warga negara dan ras negara adidaya.

Ketika menyaksikan video tersebut, kita bisa dengan mudah melihat bagaimana Zulkifli Hasan manggut manggut sekaligus kebingungan dengan ucapan-ucapan yes yes nya yang tanpa ia sadari menyepakati tudingan tidak becus yang diucapkan Ford pada dirinya. Ia menyetujui Ford yang mengatakan ia tidak bekerja, ia bukan pemimpin yang baik, di kantornya sendiri.

Barangkali Zulkifli Hasan dan tim kementriannya gagap menghadapi Harrison Ford ketika ia diinfokan akan bertemu dengannya. Barangkali Zulkifli Hasan berpikir, “Wah, ketemu artis Hollywood, nih”. Atau “Wah, Bintang pilem Indiana Jones kok ingin bertemu gue? Ada apa ya?” tanpa sedikitpun terlintas dibenaknya bahwa Ford datang hanya untuk mempreteli, menunjuk-nunjuk wajahnya, soal kinerja buruknya sebagai menteri.

Kasihan. Sungguh Kasihan. Kinerja buruknya barangkali tidak semata-mata karena kepemimpinanya tapi lebih pada soal sistem, birokrasi, dan jaringan teknologi surveillance hutan yang dipunyai Indonesia puluhan tahun belakangan.

Yang berhak menindak menteri tidak becus dengan gaya itu adalah Presiden dan rakyat-rakyat Indonesia. Bukan Harrison Ford!.

Kemana harga diri Indonesia yang membiarkan orang bule, pemain Pilem Hollywood, yang hidupnya jauh di atas tingkat kemiskinan, yang hidupnya ia habiskan dalam negara yang telah mapan sistem bernegara dan administrasinya, yang bisa melakukan apa saja dalam bandingan ekonomi mata uang tertinggi di dunia, tanpa harus menghitung harus menghabiskan berapa untuk keluarganya, untuk mencecar dengan keangkuhan verbal seorang menteri Indonesia.

Banyak ketidakadilan yang kita lihat dari sikap seorang Ford yang sepertinya ingin jadi pahlawan real seperti di filem di Indian Jones. Dan menjijikkannya, ia jadi pahlawan bukan di negaranya sendiri yang sepadan, melainkan di salah satu negara dunia ke 3 yang masyarakatnya masih mencerna apa itu hidup layak sambil bernegara.

Ketika Edward Said menulis Orientalisme, atau ketika Syed Hussein al Attas menulis the Myth of the Lazy Natives, atau ketika Tun Mahathir Muhammad menulis tentang Revolusi Mental, Itu semua ditujukan lebih tajam pada masyarakat yang menjadi objek perkembangan narasi. Pada masyarakat-masyarakat mantan korban penjajahan di dunia Arab, Afrika dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Demi bisa bercermin, sekritis apakah kita bisa mencerna pemikiran-pemikiran orang Eropa soal kita. Sejauh mana kita pikiran-pikiran benar soal kita.

Pemikiran-pemikiran para pengkritik di atas itu belum begitu merambah Indonesia yang secara umum masih sangat bias dengan stereotype ‘keren’ orang kulit putih, terlepas mereka bicara apa. Terlepas seberapa benar dan adilkah kontruksi-kontruksi pikiran mereka itu soal orang Indonesia.

Kita masih gampang gagap dengan orang bule umumnya, apalagi seleb papan atas seperti Harrison Ford!

Baca juga tulisan Nia Deliana: Aceh Dalam Catatan Sumatera

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here