Hantu–rasa khawatir berlebihan– selalu bergentayangan jelang pemilu. Dalam dua pemilu terakhir, Islam radikal, Cina dan PKI dijadikan hantu utama demi membentuk ketakutan sekaligus kebencian untuk melibas lawan politik. Narasi kebangsaan hilang, berganti kadrun dan cebong.
Gagasan pembangunan, saling adu strategi berbasis narasi ekonomi, serta wacana tujuan berbangsa dan bernegara, tenggelam. Setidaknya itulah yang terjadi dalam dua kali pemilu terakhir. Para kompetitor seakan-akan sedang berperang melawan asing yang sedang berusaha menginvasi Indonesia. Kebencian diproduksi sangat massif.
Para pemain utama melemparkan hoaks yang membelah rakyat di akar rumput. Bahkan sejumlah aksi propaganda mengemuka. Membuat segenap elemen bangsa lintas suku dan agama berada pada situasi tidak nyaman. Semua merasa tidak aman.
Islamophobia melalui wacana Islam radikal sangat kencang dimainkan. Tokoh-tokoh yang berseberangan dicap sebagai pengasong khilafah yang dinarasikan sebagai ancaman serius dalam berbangsa dan bernegara.
Anti-Cina mengemuka. Agitasi politik dengan informasi bahwa Cina sedang bekerja menguasai Republik, sangat masif digerakkan. Para pengusaha dari etnis Tionghoa yang telah puluhan tahun menjadi raja bisnis di Indonesia, diasosiasikan sebagai Sembilan Naga. Mereka digambarkan sebagai para monster yang sedang bekerja menguasai ekonomi demi menjadikan Indonesia sebagai negara komunis.
Demikian juga isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang digambarkan sangat mengerikan. Penangkapan terhadap orang memakai baju berlambang PKI, serta hal-hal lain yang menarasikan kebangkitan neo PKI diproduksi semakin banyak, berlimpah dan kemudian menjadi sampah yang bermuara berubah menjadi hantu yang sangat mengerikan.
Namun, begitu pemilu selesai, semuanya juga usai. Para elit sibuk membangun lobi, berbagi kekuasaan, dan yang tidak kebagian melanjutkan “perjuangan” supaya mendapatkan simpati publik.
Pelajaran paling penting adalah ketika Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno bergabung dalam kabinet. Mereka menjadi menteri di periode kedua pemerintahan Jokowi.
Hantu yang Memberangus Kepedulian
Hantu yang ditebar jelang pemilu telah mematikan rasa kepedulian terhadap bangsa ini. Segenap elemen sibuk bermain sandiwara demi mendapatkan kekuasaan, demi meraih cuan bila berhasil memenangkan pertarungan.
Setelah pemilu, 50 besar orang kaya di Indonesia tidak berubah. Para pengusaha kaya raya itu tetap didominasi oleh etnis Tionghoa.
Mengapa mereka tetap dominan? Karena mereka konsisten bekerja, membangun citra diri, menjaga integritas, dan dapat membangun trust sehingga dipercaya oleh semua orang yang berbisnis dengan mereka.
Bisnis mereka semuanya telah go public. Bahkan telah banyak yang kini dikelola oleh generasi ketiga. Artinya bisnis yang dibangun telah melampaui zaman.
Coba lihat daftar 5 orang terkaya di Indonesia tahun 2023. Siapa saja? Mengapa kaya? Sejak kapan mereka kaya? Lalu, dalam tiga dekade terakhir, berapa orang non Tionghoa dan India yang menjadi pemuncak orang terkaya di Indonesia? Tidak ada! Mengapa?
Baca: 5 Orang Terkaya di Indonesia Tahun 2023
Lalu, berapa banyak politisi dan birokrat yang mengklaim diri pribumi, kaya raya secara tidak wajar. Dari mana asal kekayaaannya? Bukankah uang mereka sangat terbatas? Sejak kapan mereka kaya raya.
Hantu-hantu jelang pemilu diembuskan supaya rakyat hilang fokus. Wacana pembangunan dan antikorupsi tenggelam. Agar rakyat lalai dalam debat tak berujung. Kebencian yang tidak kunjung menemui titik.
Hantu-hantu diciptakan, supaya kita kalut di dalamnya. Agar kita lupa mengawasi pembangunan, demi membuat rakyat kehilangan fokus.
Kecilkan sudut pandang mata. Dari sekian hantu-hantu itu, adalah di dekat rumah kita? Adakah di kota kita. Benarkah mereka ada?
Siapa yang korupsi dana desa? Siapa yang memaksa kepala desa mengangarkan anggaran di luar kebutuhan rakyat desa?
Siapa yang mengancam rakyat di daerah kaya tambang? Siapa yang korupsi proyek-proyek di APBK hingga APBN? Siapa yang dekat dan membela para koruptor dan mafia barang terlarang? Siapa yang melindungi para bandit-bandit?
Siapa yang yang telah membuat rakyat Desa Bunin, di Kecamatan Serbajadi, Aceh Timur, harus hidup dalam konsesi HGU sejak 1998? Rumah, kebun, jalan, masjid milik masyarakat Bunin di hulu belantara, siapa yang telah mengalihkannya? Mengapa dialihkan? Padahal mereka sudah bermukim di sana sejak 1840, jauh sebelum Indonesia lahir. Mengapa sampai sekarang warga Bunin belum kunjung mendapatkan keadilan?
Hantu-hantu jelang pemilu diciptakan untuk mengelabui mata kita supaya tidak mampu menganalisa. Supaya mereka bebas bergerilya merampok SDA dan menggerogoti anggaran pembangunan.
Sebagai rakyat, kita jangan lupa melihat secara jernih. Agar kita dapat membaca dengan teliti mengapa Ethiopia maju, Maladewa bangkit, serta Rwanda bisa membangun diri lebih baik.