Hala Atik; Kisah Hijab yang Menyelamatkan Seluruh Keluarga

Hala Atik
Hala Atik memeprtahankan hijabnya. Komitmennya telah menyelamatkan keluarganya dari kecelakaan pesawat pada tahun 1979. Foto: Dok. Marwa Atik.

Komparatif.ID, California—Hala Atik, menoreh sejarah. Ia tidak mau melepaskan hijabnya; meski untuk keperluan foto identitas. Bagi Hala Atik, agama jauh lebih penting dari urusan duniawi.

Tahun 1979 kondisi Syria tidak dalam keadaan baik-baik saja. Suriah sedang terjadi pemberontakan oleh Ikhwanul Muslimin yang berusaha menggulingkan rezim Assad. Pemberontakan tersebut dipicu oleh Revolusi Iran. Konflik politik yang berlangsung antara 1979 sampai 1981 memicu pemberontakan dan kerusuhan di Aleppo, Homs dan Hama.

Menurut catatan European Union, antara tahun 1979 dan 1981, militan Ikhwanul Muslimin membunuh lebih dari 300 pendukung Assad di Aleppo saja; Pasukan Suriah membalasnya dengan membunuh 2.000 anggota Ikhwanul Muslimin.

Perlawanan Ikhwanul Muslimin akhirnya dapat dipatahkan oleh Pemerintah Syria yang dipimpin Hafez al-Assad. Tapi perang tersebut menyebabkan 10.000 hingga 25.000 warga sipil tewas.

Baca: Kota Xi’an, Cina Pedalaman yang Maju dan Harmoni Dengan Islam

Di tengah konflik yang tak mengenal kawan dan lawan, seorang pria Syria memilih menjadi pengungsi di luar negeri. Setelah berembuk dengan keluarga, ia memilih Amerika Serikat. Kisah ini disampaikan oleh Marwa Atik, perempuan muda Suriah-Amerika Serikat, cucu dari sang imigran.

Pria itu berangkat dua minggu lebih awal. Dia mempersiapkan tempat tinggal, bilamana nantinya keluarganya tiba.

Marwa bercerita, pada tahun 1979 kakeknya –tidak disebutkan nama– mengambil keputusan untuk meninggalkan rumahnya di Suriah dan memulai hidup baru di AS. Rencananya si pria akan datang ke California terlebih dahulu dan kemudian istri dan anaknya akan menyusul bersama 7 anak mereka.

Reservasi American Airlines Penerbangan #191 mereka termasuk pemberhentian di New York kemudian koneksi di Chicago sebelum akhirnya tiba di California.

Istri dan anak-anak si pria Syria mendarat di New York terlebih dahulu. Semua imigran harus mengajukan permohonan kartu hijau sebelum tujuan berikutnya. Salah satu anaknya; Hala Atik baru saja mengenakan hijab. Ketika tiba waktunya untuk mengambil foto, mereka meminta Hala Atik melepas hijabnya dan dia menjawab TIDAK.

“Bibi saya menolak membuka hijab,” kenang Marwa, seperti dilansir sunnionline.us/, dengan judul: My aunts hijab saved my familys lives

Semua orang berusaha meyakinkan Hala Atik, bahwa melepas hijab untuk keperluan foto merupakan prosedur resmi bila mau pindah ke Amerika Serikat. Bila Hala Atik menolak melepas hijab untuk keperluan foto, mereka akan gagal menetap di Amerika Serikat.

“Mereka terus-menerus memberitahunya bahwa Hala dan keluarganya tidak akan bisa pindah ke Amerika atau melanjutkan penerbangan berikutnya sampai dia mengambil foto ini—foto tanpa hijab yang menutup kepala–,” cerita Marwa.

Tapi Hala Atik tetap menolak. Dia mengatakan bila membuka hijab merupakan keharusan, maka dia memilih kembali ke Syiria. Dia tidak mau menukar agamanya dengan janji kehidupan tanpa tekanan di negeri asing.

Ibunya Hala pusing luar biasa. Untuk sampai di New York saja mereka telah menghabiskan banyak uang. Mereka sedikit lagi tiba ke California. Tapi Hala Atik malah membuat ulah.

Tiga jam kemudian, pihak imigrasi melunak. Mereka bersedia memotret Hala Atik dengan tetap memakai jilbab. Peristiwa itu menjadi sejarah besar dan pertama kali terjadi untuk Amerika Serikat.

Tapi, masalah baru muncul. Pesawat udara Amerikan Airline dengan nomor penerbangan 191, telah lepas landas. Hala dan keluarganya ketinggalan pesawat. Ibunya Hala merepet sejadi-jadinya. Ia harus merogoh kocek lagi dan jumlahnya banyak, demi membeli tiket baru.

Sepanjang perjalanan terbang ke California, Hala Atik kena semprot. Perempuan muda itu hanya diam saja.

Pada saat mereka akhirnya tiba di LAX California, ayah Hala menyambut mereka dengan pelukan erat dan menangis. Dia terus mengulangi, “Hamdulilah kamu masih hidup! Hamdulilah kamu masih hidup!”

Dia berkata, “Penerbangan awal yang seharusnya kalian naiki jatuh, dan 271 penumpangnya meninggal. Mereka semua kaget dan kewalahan; semua orang menangis. Mereka kemudian memeluk Hala, mengucapkan terima kasih kepada dara yang kukuh mempertahankan ajaran agamanya, meski semua orang tidak menyukainya.

Pada 25 Mei 1979, sebuah pesawat terbang American Airlines dengan nomor penerbangan 191. Adalah penerbangan penumpang domestik berjadwal rutin dari Bandara Internasional O’Hare di Chicago ke Bandara Internasional Los Angeles.

Pada sore hari tanggal 25 Mei 1979, McDonnell Douglas DC-10 yang mengoperasikan penerbangan ini lepas landas dari landasan pacu 32R di O’Hare International ketika mesin kirinya terlepas dari sayap, menyebabkan hilangnya kendali, dan pesawat tersebut jatuh kurang dari satu menit, satu mil (1,6 km) dari ujung landasan pacu. Seluruh 258 penumpang dan 13 awak di dalamnya tewas, bersama dengan dua orang di darat. Dengan 273 korban jiwa, ini adalah kecelakaan penerbangan paling mematikan yang pernah terjadi di Amerika Serikat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here