First They Killed My Father Diputar di UIN Ar-Raniry

First They Killed My Father
Tentara anak-anak yang dibangun oleh tentara Khmer Merah telah menjadi salah satu petaka di Kamboja. Gambar merupakan scene film First They Killed My Father. Foto: The Santa barbara Independent.

Film biopic First They Killed My Father yang disutradarai oleh Angelina Jolie, kisahnya ditulis bersama antara Jolie dan Loung Un. Berlatar tahun 1975, Loung Un yang menjadi saksi mata dan terlibat sebagai tentara anak-anak yang dipaksa oleh Khmer Rouge—Khmer Merah—yang dipimpin oleh Pol Pot dan sejumlah kompatriotnya seperti Nuon Chea, Ieng Sary, Son Sen, dan Khieu Samphan.

First They Killed My Father, merupakan sebuah film yang mengangkat kekejaman Pol Pot dan kekejian Khmer Rouge ketika berkuasa di Kamboja. Di tangan mereka 1,5 hingga 2 juta orang mati dalam aksi genodisa.

Baca: Mangkujiwo 2; Kebuasan Masih Tetap Menang

Berkuasanya Khmer Merah yang dipimpin Pol Pot merupakan mimpi buruk rakyat Kamboja. Negeri yang secara ekonomi tidak baik ketika di bawah raja Norodom Sihanouk dan Perdana Menteri Lon Nol, seketika berubah mengerikan kala Pol Pot berhasil mengambil alih kekuasaan.

Baca: Fifi Young, Artis Indonesia Nan Rupawan dari Aceh

Long Un yang hidup sebagai anak dari keluarga kelas menengah di Phnom Penh, ayahnya bekerja sebagai pegawai pemerintah, tiba-tiba harus hidup sebagai tentara anak ketika Pol Pot dan tentaranya berhasil menduduki kota. Saudara-saudara Long Un dikirim ke kamp-kamp buruh.

Pol Pot yang mendapatkan dukungan luas dari kaum tani miskin, berubah menjadi mimpi buruk bagi seluruh Kamboja. Dengan kebijakan masyarakat komunis agraris, Pol Pot memerintahkan warga kota eksodus ke desa-desa untuk bekerja di ladang-ladang. Lahan-lahan milik petani diambil alih. Dibentuk dalam kotak-kotak kecil dan dikembalikan terpencar-pencar. Akibatnya pemilik lahan juga harus bekerja secara terpisah-pisah dengan anggota keluarganya yang lain.

Konsep hidup sama rata sama rasa ditekankan sangat ketat, dengan tujuan melahirkan kelas sosial yang nirfamily, serta mengedepankan masyarakat agraris revolusioner.

Film biopic tersebut dibangun dengan alur yang sulit ditebak. Penonton tidak diberikan kesempatan menerka-nerka apa yang akan terjadi pada menit selanjutnya. Film ini tak hanya bercerita dan menerangkan suatu kondisi melalui dialog saja. Tapi juga lewat ekspresi, peristiwa, respon pemain, suara, dan semua hal yang bisa tertangkap oleh mata dan telinga yang menonton.

Film ini ditonton dan dibahas di Ruang Teater FISIP UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, pada pekan kedua Maret 2023. 60 mahasiswa mata kuliah Politik Asia Tenggara yang diasuh oleh Dr. Saiful Akmal, menonton film yang dirilis tahun 2017 tersebut, sebagai pengayaan mata kuliah yang mereka ikuti.

Ketua program Studi Ilmu Politik Riskika Lhena Darwin, dalam sambutannya pada nonton bareng film First They Killed My Father, mengharapkan mahasiswa bukan semata dapat menyaksikan sebuah sinema berkualitas hasil karya sineas kelas dunia. Tapi lebih jauh dari itu, First They Killed My Father dapat menjadi pembelajaran untuk studi politik Asia Tenggara.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here