Dampak Kesehatan Akibat Rokok 7,5 Kali Lebih Besar dari Pajak yang Diterima

akibat rokok, Untuk mempercepat implementasi KTR, The Aceh Institute menggelar rakor dan workshop di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis (10/8/2023). Foto: Ho for Komparatif.ID.
Untuk mempercepat implementasi KTR, The Aceh Institute menggelar rakor dan workshop di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis (10/8/2023). Foto: Ho for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Perwakilan Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh dr. Sulasmi, MHSM menyebut biaya penangan kesehatan akibat rokok 7,5 lebih besar daripada penerimaan bea cukai (pajak) rokok itu sendiri.

“Penanganan pada bidang kesehatan akibat rokok 7,5 kali lebih besar daripada bea cukai (pajak) rokok itu sendiri,” ujar dr Sulasmi.

Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat koordinasi dan workshop Implementasi Qanun Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang dilaksanakan oleh The Aceh Institute (AI) di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Kamis (10/8/2023).

Sulasmi menyampaikan implementasi KTR di Aceh menghadapi berbagai tantangan seperti budaya merokok yang masih kuat, penawaran rokok dengan harga terjangkau, dan perkembangan rokok elektrik. Sehingga menurutnya, perlu adanya kesadaran kolektif akan dampak kesehatan dan ekonomi dari konsumsi rokok.

Selain itu banyak kegiatan-kegiatan besar yang disponsori oleh perusahan rokok. Bahkan kalangan perempuan di Aceh sudah banyak yang merokok, terutama rokok elektrik (vape).

Acara yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait menyajikan sejumlah pembicara ahli di bidangnya. Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes, mewakili Kementerian Kesehatan RI, memberikan pandangan terkait dampak kesehatan dari konsumsi rokok serta pentingnya pemantauan dan pelaksanaan prinsip dalam penegakan KTR. Saiful Mahdi, Ph.D, akademisi, berbicara mengenai kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi dampak negatif dari rokok.

Eva Susanti menekankan pentingnya pemantauan melalui mekanisme digital berbasis Dashboard KTR dalam mewujudkan kabupaten/kota yang ramah anak. Ini memungkinkan partisipasi lebih aktif masyarakat dalam proses implementasi KTR.

Baca juga: Pengunjung Restoran di Banda Aceh Merokok Sembarang

Sementara itu, Saiful Mahdi mempresentasikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengeluaran untuk rokok melebihi pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Ia juga membeberkan berdasarkan data dari BPS prevalensi merokok cenderung lebih tinggi pada kelompok miskin, meskipun faktor kemiskinan bukan penyebab utamanya.

“Secara persentase, konsumsi rokok kelompok miskin lebih besar daripada kelompok menengah dan atas. Tetapi secara nilai absolut, konsumsi rokok kelompok si kaya lebih besar daripada kelompok si miskin (yang berpendapatan lebih rendah),” ujar Saiful.

Direktur The Aceh Institute, Muazzinah Yacob, menyatakan bahwa acara ini bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan implementasi Qanun KTR di Aceh, mengidentifikasi masalah, menemukan rekomendasi, merencanakan strategi, dan membangun komitmen bersama untuk penguatan implementasi regulasi KTR di Aceh.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan langkah-langkah konkret dapat diambil untuk meminimalkan dampak negatif rokok dan mendorong penegakan Qanun KTR di Aceh guna menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi seluruh masyarakat.

Dalam agenda rapat dan workshop ini, para peserta, yang meliputi perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Yayasan Jantung Indonesia Provinsi Aceh, serta 23 perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, secara spesifik membahas tahapan sosialisasi, implementasi, monitoring, dan evaluasi penerapan KTR di Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here