Cut Mi sudah meninggal puluhan tahun lalu. Tapi kisah keunikannya masih segar dalam ingatan banyak orang. Bahkan menjadi kiasan tertentu; terutama jika ada perempuan yang memakai pakaian berlebih-lebihan.
Mengapa? Sebab di masa hidupnya Cut Mi berpakaian sangat norak, warnanya kontras. Selalu “cas” sehingga umurnya yang sudah 40 tahun lebih kelihatan seperti 25 tahun. Dengan modal berpakaian yang “cas” seperti itu, banyak laki-laki yang terpesona dengan penampilan khas Cut Mi.
Cut Mi tidak pernah menikah. Tapi punya anak tiga orang. Salah satu di antaranya sudah dewasa. Kulitnya kuning langsat, wajahnya oval, bola matanya bulat dan hitam. Jikalau dia menatap laki-laki seakan-akan menusuk hingga ke relung-relung hati.
Baca: Aweuk Seunujoh
Orang kampung memanggilnya Ma Beureuteh. Orang kampung menamsil dia seperti jagung yang meletup tatkala digongseng. Demikianlah mulut Ma Beureuteh. Setiap hari mulutnya tak berhenti meletup. Tak semenitpun mulutnya sempat berhenti meletupkan makian dan sumpah serapah kepada siapa saja yang meliriknya.
Suatu hari, tatkala Cut Mi sedang mangkal di tempat biasa, dia berurusan dengan keuchik setempat. Keuchik tersebut marah besar terhadap Cut Mi yang mangkal di sana. Keuchik menangkap Cut Mi. Oleh Ma Beureuteh tindakan keuchik tersebut dianggap sudah gila.
“Hai orang gila, lepaskan aku. Aku ini tidak gila!” teriak Cut Mi dengan suara lantang sembari tak berhenti memberontak, mencoba melepaskan diri.
Penangkapan Ma Beureuteh berlangsung di depan umum pada hari ganti (hari pekan) di kecamatan tersebut. Masyarakat menyaksikan pertengkaran keuchik dengan perempuan “tornado” tersebut. Pak keuchik yang waras bertengkar dengan perempuan gila, tentu mengundang perhatian luas. Mereka saling adu mulut.
Warga yang menyaksikan sembari terbahak, menyebutkan bila justru keuchik yang sudah gila.
Pak Keuchik tak mau kalah. Meski Cut Mi terus membela diri, tapi keuchik tak mau lagi perempuan itu mangkal di tempatnya.
“Gila atau tidak, kamu harus kutangkap. Kau akan kubawa ke rumah sakit jiwa!” seru keuchik.
Aksi keuchik karena terlalu banyak dia menerima laporan dari masyarakat kota tentang Ma Beureuteh yang selalu membuat onar dengan laki-laki waras. Semisal selingkuh alias main serong setiap malam di tempat-tempat sunyi seperti terminal, dan lorong-lorong tak diterangi cahaya listrik.
Hubungan kelamin Ma beureuteh dengan laki-laki jalang yang waras, ibarat musim kawin kucing, yakni, setiap kali Ma Beureureh sedang birahi, ia selalu berteriak-teriak. Kata-kata kotor tak henti dia umbar tatakala dirinya sedang digilir oleh lelaki waras yang kehilangan kontrol atas alat kelaminnya di tengah malam buta.
Ma Beureuteh antara rela dan tidak rela digilir oleh pria waras. Kecuali tatkala “impiannya” menjelma melalui laki-laki jalang.
Ada persamaan antara Ma Beureuteh dan laki-laki waras soal insting. Ia akan selalu berontak bila perutnya lapar, dan lelaki jalang tetap merayunya bila hasrat mereka ingin disalurkan.
Pada kesempatan-kesempatan tertentu Cut Mi juga ingin memiliki kemewahan. Ia tidak mau tidur di tempat sembarangan. Kalau perlu, teras rumah dan kaki lima pertokoan menjadi “hotel” berbintang. Sesekali ia juga tidak mau disebut sebagai orang kurang waras/gila. Ia tetap ingin menampakkan egonya sesuai dengan ukuran kegilaannya.
Pada saat Ma Beureuteh melakukan jajan seks itu, AIDS dan HIV belum begitu dikenal. Sehingga razia tentang itu pun masih sangat minim. Demikian juga pemeriksaan kesehatan, nyaris tidak dilakukan. Bila Ma Beureuteh beraksi saat ini, tentu dia orang pertama yang akan dijaring petugas kesehatan untuk diperiksa kesehatannya.
Tatkala Ma Beureuteh berasyik-masyuk dengan orang-orang waras, timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang gila? Perempuan berwajah oval dan berkulit kuning langsat itu? Ataukah para pria yang menggilirnya di tempat-tempat gelap?
Manusia memang sulit ditebak. Seringkali orang waras dan orang gila tidak bisa dibedakan karena tindakan mereka yang dapat diasosiasikan sebagai perbuatan gila.
Orang-orang waras kerap bertindak gila. Gila hormat, gila harta, gila pengakuan, dan gila kekuasaan. Bermacam strategi ditempuh demi mencapai hasratnya sebagai hamba nafsu angkara. Bila tak dapat dilakukan secara lembut, cara-cara sangat kasar pun akan ditempuh.
Di sisi lain, orang gila tentu tidak akan menggunakan strategi orang waras untuk mencapai tujuannya. Orang gila yang sering terlihat kumal, jorok, dan disorentasi, seringkali hanya mengamuk bila perutnya lapar. Bila orang gila mengamuk, wajahnya pasti terlihat marah. Tapi bila orang waras mengamuk, bisa saja sembari menyeruput kopi; dan menyuguhkan kopi bercampur sianida ke dalam kopi lawannya yang diundang makan malam.