Cerita Misteri: Kembalinya Nuraini (II)

nuraini cerita mistik
Nuraini berdiri di depan rumah Aceh peninggalan orangtuanya. Foto: Ilustrasi by AI.

Pagi itu warga Gampong Pungget dikejutkan oleh dua hal. Nuraini yang kembali ke rumah setelah menghilang bertahun-tahun. Serta Lah Ceurape dan Dun Toke Baneng yang tiba-tiba menjadi gila. Tapi karena kepulangan Nuraini menjadi bahan pembicaraan paling hot, hilangnya kewarasan Lah Ceurape dan Dun Toke Baneng tidak begitu dibahas.

Awak nyan dua cit na bijeh pungoe (mereka berdua memiliki gen kurang waras-red)” celetuk Keuchik Raman, mengalihkan pembicaraan warga di warung kopi.

Warga tertawa mendengar celetuk Keuchik Raman.

Baca: Cerita Misteri: Kembalinya Nuraini

Satu persatu warga Gampong Pungget mewujudkan penasaran dengan cara melintas di depan rumah almarhum Teungku Deurih. Mereka penasaran dengan kepulangan Nuraini. Seperti apakah perempuan itu sekarang? bertahun-tahun tak menampakkan batang hidung, seperti apa paras sang wanita yang dulunya dikenal jelita.

Para pihak yang penasaran termasuk Keuchik Raman. Pria tinggi besar berhidung mancung dan rambut hitam bergelombang itu, juga ingin melihat seperti apa rupa Nuraini. Ia semakin penasaran tatkala mendengar cerita bila wajah Nuraini semakin jelita. Hormon testosteronnya bergelora di dalam setiap aliran darah. Sejak kematian istrinya tiga tahun lalu, Keuchik Raman berubah drastis. Ia menggemari novel-novel stensilan yang mengetengahkan cerita penuh gelora syahwat.

Pun demikian, dia harus menjaga wajah di depan warganya. Dia menahan rasa penasaran hingga Asar tiba. Setelah Asar warga Gampong Pungget ramai ke sungai. Mandi, mencuci, dan lain-lain. Anak-anak bermain bola, yang lajang duduk di atas batu sembari bercerita tentang pacar mereka masing-masing.

Setelah memastikan jalanan agak lengang, Keuchik Raman menyusuri lorong. Hatinya berdebar-debar. Ketika langkahnya hampir menjangkau rumah Teungku Deurih, tiba-tiba Lah Ceurape muncul.

“Jangan dekat-dekat! Jangan dekat-dekat!” teriak Lah Ceurape dengan wajah penuh ketakutan.

Keuchik Raman terkejut karena Lah Ceurape tiba-tiba muncul dan langsung berteriak. Tapi karena dia sudah tahu pria itu sudah gila beberapa hari ke belakang, gumam itu dianggap angin lalu.

Dia tetap melangkah. Lah Ceurape diacuhkan saja. pria gila itu berdiri mematung sembari berbisik-bisik kepada dirinya sendiri.

“jangan ke sana,”

“Itu bahaya,”

Sangat mengerikan,”

“Itu iblis,”

****

Nuraini menjadi buah bibir di kampungnya. Bila para pria membicarakan tentang kecantikannya yang bertambah dua kali lipat, kaum ibu menggunjing mempertautkan cerita lampau tentang Nuraini.

“Biasanya orang semakin berumur, bertambah tua. Ini kok bertambah cantik. Dia pasti memasang susuk di wajahnya,” kata Kak Limah, saat dia dan ibu-ibu lain mencuci pakaian di sungai setelah Asar.

“Aku juga curiga bila dia memasang pelet. Di Malaya kan banyak pelet yang dibuat oleh dukun,” timpal Kak Mar, perempuan yang sudah dua tahun suaminya mengalami ejakulasi dini.

“Heleh! Kalau soal guna-guna, ngapain jauh-jauh ke Malaysia, di tempat kita juga banyak,” sahut Kak Limah.

“Pelet lokal amatiran, Kak. Buktinya pacar-pacar kita dulu, tak mampu menaklukkan hati ayah kita saat melamar,” cerocos Kak Mala.

Tawa meledak. Mereka terpingkal-pingkal. Bahkan Kak Mar terkencing-kencing di dalam air.

20 meter dari tempat mereka bergunjing, belasan anak-anak bermain bola. Mereka berlarian mengejar bola. Satu orang anak tiba-tiba berhenti. Pandangannya tertuju ke kebun kosong di dekat sungai. Seseorang berdiri di bawah perdu pisang. Si anak tersenyum, mengikuti senyum sosok tersebut.

***

Malam itu Keuchik Raman tidak bisa tidur. Pikirannya tertuju kepada Nuraini. Sedang ngapain perempuan cantik itu di rumahnya? Saat ini dia sedang bersama siapa? Apa yang sedang dilakukan? Menyanyi? Menari? Atau sedang mandi di dalam bak karena kegerahan?

Keuchik Raman menyulut sebatang rokok. Ia mengisapnya dalam-dalam. Pikirannya tidak tenang. Ia teramat rindu kepada Nuraini. Percakapan mereka tadi sore begitu membekas.

“Pak Cik Raman makin gagah saje. Nuraini senang lihat Pak Cik,”

“Ah mana ade. Adik Aini pintar sangat menyenangkan hati, Abang, eh, Pak Cik,” timpal Raman sembari terkekeh-kekeh. tangan kanannya memilin lengan kiri kemeja warna biru.

“Betul hai, Pak Cik. Pak Cik tambah handsome lah.”

Kalimat itu masih terkenang. Melekat utuh di ingatan Raman. Perempuan itu sangat sopan. Suaranya mendayu-dayu, seperti mantra cinta yang terperangkap di dalam kebun mawar di jantung Balkan.

Ia membuka jendela. Menatap ke langit. Purnama penuh. Cahaya bulan 15 menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Pria itu tersenyum. Nun di sana, di atas rembulan, seolah-olah ia dan Nuraini sedang menari Tropanka di lembah mawar Bulgaria di celah pegunungan Balkan.

“Wahai akasa, wahai anila, betapa hatiku terpaut dalam kepadanya yang indah,” kata Keuchik yang duduk di bahu jendela. Ia tersenyum. Berbatang-batang rokok telah habis ia isap.

***

Malam itu Kak Mar masuk ke dalam kamar seperti biasa. Ia tidak lagi berharap keajaiban apa pun, karena berpuluh dukun telah didatangi, kondisi suaminya tak kunjung membaik. Bahkan ia masih ingat sebuah peristiwa paling memilukan. Demi kesembuhan suami, ia rela ditgagahi oleh seorang dukun yang menyaru sebagai tabib religius.

Bukan sekali, tapi berkali-kali. Setelah peristiwa itu terbongkar, ia dan suaminya hanya bisa menangis. Dukun itu melarikan diri. Rahasia itu mereka kunci rapat-rapat.

Purnama kali ini penuh kejutan. Suami Kak Mar tiba-tiba minta jatah. Kak Mar tidak menyambutnya secara antusias. Dia sudah hafal. Begitu terlihat langsung terkolek.

Tapi malam itu Kak Mar dibuat terkejut sekaligus dilanda kekaguman luar biasa. Suaminya seperti seorang petani yang menyangkul sawah tanpa lelah. keringat bercucuran, malam dingin terasa panas. Nafas mereka naik turun.

Setelah bercock tanam, sang suami pun tertidur. Kak Mar yang dilanda bahagia, tidak bisa tidur. Hatinya terlampau banyak ditumbuhi kembang sedap malam. Hingga tiba-tiba suaminya meracau di dalam tidur.

“Dik Aini, kamu sungguh cantik. Terimalah cinta Abang,”

Mendengar kalimat itu, Mar marah luar biasa. Pria itu berikut kasurnya diseret ke luar rumah panggung. Tapi karena kantuk yang sangat dalam, sang suami tak juga terbangun.

“Aini sialan!” teriak perempuan itu sembari membanting pintu.

Tiba-tiba, di pintu tengah, yang memisahkan antara ruang tamu dan dapur, terlihat seorang perempuan berdiri. Tubuh tinggi semampai itu membelakangi ruang tamu.

Kak Mar terkejut. Dia histeris, kemudian pingsan.

***

Pukul 11 malam, rumah Kak Limah kedatangan tamu tak diundang. Seorang perempuan yang tidak dia kenali, bertamu. Perempuan berumur kira-kira 70 tahun tersebut, duduk di teras rumah panggung. Dia menyampaikan sebaiknya Limah menyiapkan penangkal di rumahnya. Karena tidak lama lagi, sesuatu yang buruk akan menimpa kampung tersebut.

Perempuan itu hanya duduk sebentar. Kemudian pamit di tengah gulita malam.

***

Kak Mala malam itu mengantarkan kopi dan beberapa potong kue ke pos ronda. Suaminya mendapat giliran jaga malam. Kak Mala menerobos malam ditemani bujangnya yang telah berumur 17 tahun. Anak dayah yang sedang cuti mengaji karena harus membantu ayahnya menuai padi di sawah.

Saat pulang mereka sempat tersesat dua kali ke lorong rumah Teungku Deurih. Setelah putranya membaca Ayat Kursi, barulah mereka dapat mencapai rumah.

Mereka berdua sempat membahas persoalan itu sekilas. Mereka berkesimpulan keduanya dibawa geunteut. Setelah bincang-bincang soal kapan si bujang kembali ke dayah, mereka terlelap di ruang tamu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here