Bung Karno Tukang Kawin

Bung Karno Tukang Kawin
Secara resmi jumlah istri Bung Karno tercatat 9 orang. Foto: Female.

Bung Karno tukang kawin bukan isapan jempol. Tapi fakta sejarah yang tidak dapat dibantah. Ia mudah jatuh cinta–bila tak pantas disebut kurang setia kepada istrinya. Ada yang setia mendampingi Bung Karno tukang kawin, ada pula yang mundur teratur.

Bung Karno, panggilan populer Sukarno, seorang proklamator kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, merupakan politisi parlente yang hidup dengan gaya borjuis. Meskipun memiliki kemampuan berpidato berapi-api dan sangat anti terhadap Amerika Serikat, dalam hal cinta, ia tidak setia. Berkali-kali menikah, dan mudah sekali jatuh hati pada daun muda.

Ada dua perempuan yang tidak berhasil dipikat oleh Sukarno. Mereka adalah Gusti Nurul dan Irma Ottenhoff Mamahit. Gusti Nurul merupakan putri Mangkunegaran, sedangkan Irma seorang pramugari pesawat kepresidenan.

Pinangan kepada Nurul disampaikan Sukarno melalui orang lain. Sedangkan untuk Irma, langsung disampaikan oleh Bung Karno. Tapi kedua perempuan itu menolak. Bila Nurul tidak ingin dipoligami, maka Irma menolak Bung Karno karena beralasan sudah sebaya ayahnya Irma. Namun ketika Irma menikah dengan pria yang lebih tua, Bung Karno murka.

Baca: Susu untuk Republik, Tuba Dalam Cawan Daoed Beureueh

Dalam sejarah perkawinannya, Bung Karno tukang kawin yang tidak setia. Dia tidak peduli betapa perempuan yang telah dia nikahi sangat mencintainya. Nafsu duniawi yang dikandung di dalam darahnya, membuat darahnya selalu bergelegak bila melihat perempuan cantik.

Ketika menjadi mahasiswa di Technise Hoogeschool te Bandoeng pada 1920, Bung Karno muda menikahi secara siri Siti Oetari Tjokroaminoto. Berusia di bawah Sukarno, Oetari merupakan anak dari gurunya Sukarno, Hos Tjokroaminoto. Hubungan yang disebut kawin gantung tersebut berakhir pada 1922, setelah Sukarno menjalin hubungan dengan ibu kosnya di Bandung.

Istri kedua Bung Karno adalah Inggit Garnasih, seorang perempuan yang telah bersuami. Ia menjalin hubungan resmi dengan perempuan yang berumur 15 tahun lebih tua dari Sukarno pada tahun 1923. Mereka bercerai tahun 1943, tatkala menolak dimadu dengan Fatmawati. Inggit merupakan perempuan pertama yang mendampingi pergerakan Sukarno dengan penuh kesetiaan. Dia rela menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, supaya Sukarno tetap dapat menjalani perjuangannya secara leluasa.

Sukarno jatuh hati kepada Fatmawati di Bengkulu. Mereka menikah tahun 1943. Saat menikah, usia Fatimah—nama asli Fatmawati—20 tahun dan Sukarno sudah 42 tahun. Dia menikahi putri tokoh Muhammadiyah Bengkulu kala diasingkan ke sana oleh penjajah.

Fatmawati berkesempatan menjadi ibu negara pertama. Dia pula yang menjahit bendera pusaka jelang proklamasi kemerdekaan. Fatmawati juga mendampingi Bung Karno tukang kawin dari 1943 hingga 1967.

Untuk pertama kalinya Fatmawati menyampaikan rasa kecewa kepada Sukarno tatkala Bung Besar memberitahu akan menikahi Hartini. Dia minta cerai, tapi Sukarno menolak. Fatmawati pamit dari Istana dan tinggal terpisah dari Sukarno.

Baca: GANEFO, Olahraga Anti-Israel yang Mati Muda

Hartini dinikah oleh Sukarno pada tahun 1953, beberapa hari setelah Fatmawati melahirkan Guruh Sukarnoputra. Hartini merupakan perempuan cerdas, dan sangat membantu tugas-tugas Bung Karno sebagai Presiden Indonesia. Saat menikah, umur Hartini 29 tahun.

Hartini terus berada di samping Bung Karno tukang kawin hingga Sukarno dikudeta, dipenjara, dan meninggal dunia pada 21 Juni 1970.

Pada tahun 1959, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, menikahi Kartini Manoppo secara diam-diam. Pernikahan itu disembunyikan karena Kartini merupakan putri dari keluarga terpandang. Seperti halnya Hartini, mereka berpisah karena sang proklamator meninggal dunia.

Saat berkunjung ke Jepang pada 1962, Sukarno bertemu dengan Naoko Nemoto. Dia menikahi perempuan itu dan menggantikan namanya menjadi Ratna Sari Dewi. Saat dinikahi Bung Karno dara itu baru berusia 19 tahun. Mereka menikah pada 3 Maret 1962 di Jakarta. Setelah menjadi istri Presiden, Naoko menjadi warga Negara Indonesia (WNI).

Meski telah memiliki beberapa istri, bukan berarti Bung Karno merasa cukup. Label Bung Karno tukang kawin memang bukan sekadar isapan jempol, tapi fakta yang tidak bisa dibantah.

Pada 1963, setahun setelah menikahi Ratna Sari Dewi, Sukarno menikahi Haryati. Perempuan ahli tari asal Jawa Timur itu menjalin rumah tangga dengan Bung Besar hingga tahun 1966. Alasannya karena tidak cocok.

Yurike Sanger, seorang dara SMA, menarik perhatian Sukarno saat sang perawan dan siswa lainnya tampil pada acara penyambutan presiden di Jakarta. Mereka sempat berpacaran hingga akhirnya menikah pada tahun 1964. Akan tetapi pada tahun 1967 mereka berpisah secara baik-baik.

Ternyata petualangan cinta Sukarno belum berakhir. Bung Karno tukang kawin semakin sahih saja. Pada 1966, dia menikahi Heldy Jafar, dara berumur 18 tahun. Pernikahan itu hanya berlangsung sampai 1968, karena situasi politik. Heldy minta cerai tapi Sukarno menolak. Akan tetapi karena ia tidak lagi dapat berbuat banyak, akhirnya Heldy dilepas. Heldy kemudian menikah dengan Gusti Suriansyah Noor, seorang bangsawan keturunan Kerajaan Banjar, pada 1968.

Salah satu alasan perpisahan mereka karena situasi politik. Bung Karno menjadi musuh banyak orang. Kemudian dia dipenjara di Wisma Yaso pada tahun yang sama.

Cap Bung Karno tukang kawin, oleh sejumlah kalangan menyebutkan tidak dapat ditolak. Fakta sejarah mendokumentasikannya dengan sangat rapi. Bahkan ada klaim, perempuan yang pernah ia nikahi bukan hanya sembilan. Tapi lebih dari itu.

Tapi, kisah cintanya dengan perempuan-perempuan yang pernah ia nikahi, tidak menutup kebesaran namanya sebagai proklamator yang bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, atas desakan para pemuda. Akhirnya di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, pada 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan ke seluruh dunia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here