Blok Ranto Peureulak Hasilkan Rp9,5 miliar Setiap Bulan

Ladang Minyak Tradisional Ranto Peureulak, Penghasil Rp9,5 Miliar Setiap Bulan.
Sejumlah petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan api di sumur minyak ilegal yang berada di kawasan pemukiman penduduk Desa Mata Ie, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Sabtu 12 Maret 2022. Kebakaran di salah satu sumur minyak ilegal pada Jumat (11/3/2022) sekitar pukul 23.30 WIB tersebut mengakibatkan tiga warga mengalami luka bakar serius. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Komparatif.id–Sejak 2010 sumur minyak baru mulai digali oleh masyarakat di blok Ranto Peureulak, Aceh Timur, Provinsi Aceh. Afrul Wahyuni, Deputi Dukungan Bisnis, Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) menyebutkan setiap hari di ladang yang diusahakan secara tradisional itu, menghasilkan produksi minyak mencapai 1000 barrel.

Pernyataan Afrul Wahyuni, disampaikan pada Sabtu (12/3/2022) sebagai respon atas peristiwa terbakarnya sumur minyak tradisional di Gampong Mata Ie, Ranto Peureulak, Aceh Timur, yang terjadi dinihari, pada tanggal yang sama. Tragedi tersebut menyebabkan dua pekerja meninggal dunia.

Hasil penelusuran Komparatif.id, di beberapa lokasi pengeboran minyak secara ilegal di Aceh, menghasilkan 2000 barrel setiap hari. Khusus blok Ranto Peureulak, sesuai keterangan Afrul, menghasilkan 1000 barrel per hari.

Minyak-minyak tersebut dijual secara bawah tangan kepada agen-agen. Ada yang disalurkan ke pasar lokal di Aceh, termasuk untuk kebutuhan bahan bakar mesin boat, maupun dijual ke luar daerah, khususnya Sumatera Utara.

“Di Sumut ada penampung besar. Kuota terbanyak minyak yang dihasilkan dari kegiatan illegal drilling ditampung oleh agen besar di Medan, Sumatera Utara. Itu bukan lagi rahasia. Penambang tradisional di Bireuen hingga Tamiang tahu itu,” kata sumber Komparatif.id, Minggu (27/3/2022).

Sumber tersebut menyebutkan harga minyak tersebut dilepas ke agen Rp2000 hingga Rp4000/liter. Sangat tergantung banyak atau tidaknya produksi harian di beberapa wilayah di Aceh.

Sesuai data yang disampaikan oleh BPMA bahwa di lapangan Ranto Peureulak bisa menghasilkan 1000 barrel per hari, bila dikali dengan harga Rp2000, maka uang yang dihasilkan dari penambangan minyak tersebut Rp318 juta/ hari. Satu barrel 159 liter. Kali saja 1000 barrel, maka setiap hari mereka mampu produksi 159.000 liter.

Dengan harga jual Rp2000 per liter, setiap bulan lapangan Ranto Peureulak menghasilkan uang Rp9,5 miliar lebih, atau tepatnya Rp9,540.000.000.

Tapi bila dikali harga maksimal Rp4000 per liter, maka uang yang dihasilkan per hari di lapangan itu Rp636 juta. Dalam satu bulan uang yang dihasilkan Rp19.080.000.000.

Rata-rata sumur illegal tersebut dibuka dengan biaya Rp300 juta, dengan konsekuensi gagal mendapatkan apa yang dicari. Setiap sumur yang berhasil produksi masa kerjanya sekitar 3 tahun.

Setiap sumur menambang di kedalaman maksimal 300 meter ke dalam tanah. Semua prosesnya dilakukan secara sangat sederhana, minim keamanan kerja, dan potensi terjadinya kecelakaan saat bekerja sangat besar.

Bila terjadi kecelakaan kerja, biasanya cukup fatal, seringkali menyebabkan kematian.

Desakan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap penambang tradisional pernah menggema. Tapi hingga saat ini belum ada regulasi yang dapat menampung penambang tersebut. Menurut Afrul Wahyuni, negara baru sebatas memberikan perlindungan hukum kepada penambang tradisional yang membuka kembali sumur-sumur tua tinggalan perusahaan minyak Belanda.

“Apa yang dilakukan di Aceh selama ini, penambang tradisional membuka sumur baru. Sehingga tidak bisa didampingi dan dilatih.”

Afrul menambahkan blok Ranto Peureulak juga bagian dari Wilayah Kerja Nusantara, dikelola Pertamina EP Ranto, yang berada di bawah kewenangan Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas. Kewenangan tersebut hingga 2035.

“Blok Ranto Peureulak di bawah SKK Migas hingga 2035. BPMA belum punya kewenangan apa pun di sana,” katanya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here