Bank Konvensional Tidak Dilarang Dalam Qanun LKS

Mantan Kadis Syariat Islam Aceh Prof Syahrizal Abbas menyebut bank konvensional secara eksplisit tidak dilarang dalam Qanun LKS. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Mantan Kadis Syariat Islam Aceh Prof Syahrizal Abbas menyebut bank konvensional secara eksplisit tidak dilarang dalam Qanun LKS. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Mantan Kadis Syariat Islam Aceh Prof. Syahrizal Abbas menyebut bank konvensional tidak dilarang dalam Qanun LKS. Hal itu disampaikan pada diskusi yang diadakan oleh Forum Pemred SMSI di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh pada Kamis (1/6/2023).

Pada awal diskusi, Prof Syahrizal Abbas dengan tegas mengatakan bahwa pembentukan Qanun LKS telah sesuai dengan prosedur dan tidak cacat hukum. Ia menuturkan naskah akademik merupakan hasil riset mendalam Dinas Syariat Islam Aceh yang bekerjasama dengan UIN sebagai dasar dalam pembentukan Qanun.

“Naskah akademik hasil riset Dinas Syariat Islam Aceh bekerjasama dengan UIN, jadi sangat tidak tepat disebut bahwa pembentukan Qanun LKS tidak sesuai prosedur,” ujar Syahrizal Abbas.

Menurutnya, substansi dari Qanun LKS tersebut terdiri dari dua hal. Pertama, Qanun LKS memberikan kewenangan kepada Aceh untuk melaksanakan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan, termasuk muamalah, sesuai dengan amanat UUPA.

Kedua, Qanun LKS menetapkan bahwa lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh haruslah lembaga keuangan syariah. Namun, tidak ada larangan secara eksplisit bagi bank konvensional untuk beroperasi di Aceh.

Baca juga: Revisi Qanun LKS Demi Kemaslahatan Aceh

“Qanun ini menetapkan lembaga keuangan yang beroperasi di aceh harus lembaga keuangan syariah. Tidak disebut atau ada nomenklatur yang melarang bank konvensional dilarang. Karena itu, bank konven bisa saja beroperasi di Aceh, misalnya seperti BCA yang membentuk unit syariah,” terangnya.

Selain itu, Qanun LKS juga mengikat Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab dalam pelaksanaan syariah Islam. Prof. Syahrizal mengatakan bahwa revisi terhadap produk hukum tersebut adalah hal yang wajar, namun perlu dipertimbangkan konsekuensi yang akan timbul setelah revisi selesai.

“Qanun LKS tidak saja mengikat lembaga keuangan dan perusahaan saja, tapi juga Pemerintah Aceh. Ketika ada yang ingin merevisi, sebagai suatu produk hukum itu hal wajar, tapi harus dipertimbangan konsekuensi yang lahir setelah revisi selesai.” sebut Mantan Kadis Syariat Islam Aceh itu.

Ustad Masrul Aidi, Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keueng Aceh Besar, menyoroti adanya kebingungan dan salah paham dalam menginterpretasikan Qanun LKS saat awal penerapanya itu.

Menurutnya, karena sudah “diusir” tidak ada pembenaran untuk mengundang kembali bank konvensional beroperasi di Aceh.

Ia juga mengkritik rencana revisi Qanun LKS tersebut dan mempertanyakan landasan untuk merevisi Qanun LKS jika tidak ada kesalahan yang signifikan. Ustad Masrul Aidi menyarankan agar Qanun LKS dijalankan dengan benar dan melihat dampaknya terhadap ekonomi masyarakat.

“Okelah kalau memang direvisi, namun apa yang salah (dari Qanun LKS)? Jalan saja belum, sudah mau direvisi. Atau alasannya mau diperkuat, oke, lalu apanya yang sudah lemah? Padahal dari pernyataan Dr. Hafas Furqani disebutkan Qanun LKS sudah sangat ideal, yang terjadi malah belum dijalankan dengan benar saja,” sebut ustad Masrul Aidi.

Ia juga menekankan bahwa ulama Aceh tidak menolak bank konvensional, tetapi menolak sistem riba. Pengusiran bank konvensional di Aceh terjadi karena kesalahpahaman, dan jika mereka diundang kembali, maka ulama maju menolak.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here