Komparatif.ID, Banda Aceh— Juru bicara Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) M. Rizal Fahlevi Kirani mengatakan ekonomi Aceh tidak tumbuh signifikan dalam dua tahun terakhir, apalagi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional serta rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi di Sumatra.
“Pertumbuhan ekonomi Aceh selama dua terakhir tidak menunjukan yang signifikan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Kirani pada rapat paripurna DPRA tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2023 di Ruang Serbaguna DPRA, Banda Aceh, Senin (15/7/2024).
Falevi Kirani menjelaskan Aceh berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,23 persen pada tahun 2023, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2022 yang sebesar 4,21 persen dengan minyak dan gas (migas), serta 3,80 persen tanpa migas.
Pertumbuhan ini, menurutnya, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan aktivitas masyarakat yang terlihat dari naiknya pendapatan dan daya beli yang menjadi komponen utama konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan pembentukan modal tanpa domestik bruto (PMTDB). Selain itu, kinerja sektor usaha juga mengalami perbaikan.
“Ekonomi Aceh tahun 2023 tumbuh sebesar 4,23 persen, lebih tinggi daripada capaian pada tahun 2022 sebesar 4,21 persen dengan migas (minyak dan gas), serta 3,80 persen tanpa migas,” ujarnya.
Ia menjelaskan tiga lapangan usaha utama yang menjadi tulang punggung perekonomian Aceh adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan kontribusi sebesar 29,9 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh.
Baca juga: DPRA Gelar Paripurna Bahas Raqan Pertanggungjawaban APBA 2023
Sektor perdagangan besar, eceran, serta reparasi mobil dan sepeda motor menyumbang 15,96 persen, sementara sektor konstruksi memberikan kontribusi 10,48 persen.
“Akumulatif ketiga lapangan usaha tersebut memberikan kontribusi bagi ekonomi Aceh sebesar 56,05 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh,” ungkap Kirani.
Namun, meskipun pertumbuhan ekonomi Aceh melampaui target dalam rencana pembangunan Aceh (RPA) tahun 2023-2026, jika dibandingkan dengan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,05 persen dan ekonomi Sumatra yang tumbuh 4,59 persen, Aceh masih berada di posisi yang kurang baik.
Di antara provinsi-provinsi di Sumatra, pertumbuhan tertinggi dicatatkan oleh Provinsi Lampung dengan 5,40 persen, diikuti oleh Sumatra Utara dengan 5,2 persen, dan Sumatra Selatan dengan 4,94 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Aceh melampaui target dalam rencana pembangunan Aceh (RPA) tahun 2023-2026, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,05 persen, dan ekonomi Sumatra sebesar 4,59 persen,” tutut Kirani.
Dengan pertumbuhan sebesar 4,23 persen, Aceh masih menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terkecil di Sumatra setelah Bengkulu dengan 2,4 persen dan Kepulauan Bangka Belitung dengan 2,20 persen.
Angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh selama dua tahun terakhir belum menunjukkan peningkatan yang signifikan dan masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, tingkat inflasi Aceh pada 2023 tercatat sebesar 2,13 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi Sumatra dan tingkat inflasi nasional.
Dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra, Aceh mencatat angka inflasi tahunan terendah kedua. Inflasi pada Oktober 2023 sebesar 1,95 persen, turun signifikan dari Oktober 2022 yang mencapai 6,24 persen. Angka inflasi ini juga lebih rendah dari target RPA 2023 yang sebesar 2,18 persen.