Komparatif.ID, Banda Aceh—Bang Gaes merupakan nama populer dari Maimunzir, seorang seniman musik genre ballad pop. Melalui deret lirik dan musik, ia mengkritik fenomena sosial yang terjadi di sekelilingnya.
Maimunzir—Bang Gaes—pria kelahiran Gampong Pulo U, Nurussalam, Aceh Timur, pantas disebut penembang balada. Lirik-lirik lagunya menarik dan penuh kritik.
capaian yang ia raih saat ini tidak lahir dari proses singkat. Bang Gaes telah melalui perjalanan berliku.
Pria berkulit hitam yang juga seorang jurnalis televisi, telah malang melintang di dunia sanggar sejak kuliah di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Baca juga: Mengenang Durian Juli yang Tinggal Kenangan
Awal karir di dunia tarik suara balada, pada tahun 1999 bersama Sanggar Curahan Expresi (sanggar CuEX). Sembari bersanggar, ia juga mencari penghidupan dengan cara bekerja sebagai staf pada beberapa lembaga swadaya masyarakat sembari terus memetik senar gitar.
Dulu, lagu-lagu baladanya lebih banyak berbentuk protes sosial dengan gaya lama. Lirik-liriknya cukup pedas, tapi tidak diminati banyak orang. Akhirnya ia menjadi seniman tarik suara yang “sepi” dari perhatian orang ramai.
Tembang seperti Jika, Perempuan Perkasa, Balada Anak Gembala, Hutan Nanggroe, memiliki lirik penuh kritik, tapi sedikit mendapatkan perhatian. Maimunzir tak menjadi buah bibir.
Ia pun sempat vakum dari dunia seni tarik suara selama sembilan tahun. Tenggelam dalam rutinitas bertani dan menjadi jurnalis. Meliput dari satu daerah ke daerah lain di Aceh Timur. Mulai dari meliput banjir, konflik manusia dan satwa, hingga meliput peristiwa kriminal.
Pernah suatu kali, dia harus ditarik keluar kantor polisi, karena tak mampu mengendalikan diri. Dia ingin menginjak kepala seorang pria yang membunuh anak kecil dan merudapaksa ibu si anak di tengah gulita malam.
saat itu Maimunzir nyaris lupa bila ia datang ke kantor polisi sebagai seorang jurnalis.
Bang Gaes Ikuti Selera Zaman
Setelah sekian lama menghilang, Maimunzir comeback. Gayanya berubah. Tembangnya, meskipun masih balada, tapi bernuansa ceria. Kritik sosial tidak hilang, tapi yang ia sasar pendengar dari kalangan millenials. Hal yang ia kritik pun berupa perilaku kekinian, dengan iringan alat musik penuh keceriaan.
Kini, siapa tidak kenal Bang Gaes? Lelaki kelahiran 5 Mai 1982, dibicarakan di mana-mana. Tembang-tembangnya diputar di ragam pemutar musik. Menjadi inspirasi banyak anak muda ketika mengkritik perilaku korup Pemerintah Pusat dan Aceh.
Lagu-lagu populer Bang Gaes saat ini di antaranya: Poh Bandet, Hak Reman, Teng Paneng, Pulang Pike, Awak Dalam.
Pada suatu kesempatan bertemu Komparatif.ID, Maimunzir pernah menyampaikan, bahwa untuk dapat berhasil dalam dunia tarik suara, ia harus menyesuaikan diri dengan selera zaman. Dirinya sudah pernah mencoba bertahan dengan gaya lama. Hasilnya, ia hanya syur sendiri.
Setelah sekian lama “menghilang” ia akhirnya kembali. Kali ini tidak sendiri. Dia berkolaborasi. Salah satunya bersinergi dengan Studiosa yang dipimpin oleh Nazar Syah Alam, anak muda Abdya, yang meledak lewat lagu Bek Panik.
Seorang kolega pernah berujar, “Bang Gaes boleh menetap di Bagok, tapi karyanya kini telah melanglang buana hingga menembus tembok Tiongkok.”
Pada Pemilu 2024, Maimunzir mencalonkan diri sebagai caleg di kampung halamannya di Aceh Timur. Ia maju untuk merebut satu kursi di DPRK. Akankah ia beruntung? Semoga!