Azhari Idris, Dari Bireuen ke Industri Hulu Migas Indonesia

Kepala SKK Migas Kalimantan-Sulawesi Azhari Idris. Foto: ist.
Kepala SKK Migas Kalimantan-Sulawesi Azhari Idris. Foto: ist.

Azhari Idris menerapkan dua hal dalam membangun karirnya di dunia kerja. Sejak muda dia sangat serius mengasah keterampilan, dan mendidik dirinya menjadi manusia disiplin, terukur, dan bertanggung jawab. 

Komparatif.ID, Tenggarong Dalam sebuah kuliah tamu di Pascasarjana Universitas Almuslim, Minggu (5/6/2022) Kepala SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi Azhari Idris mengatakan Sumber Daya Alam (SDA) yang dianugerahkan Tuhan, harus dikelola untuk membangun kehidupan manusia yang hidup di zamannya.

Konklusif itu diambil oleh Azhari, untuk membantah pernyataan yang telah menjadi mantra di daerah konflik, bahwa SDA disimpan untuk anak cucu.

Menurut pria kelahiran Kutablang, Bireuen pada 1969 tersebut, tidak akan ada perubahan signifikan untuk anak dan cucu, bila ayah dan kakek mereka hidup dalam kondisi terpuruk.

“Tugas kita mengelola SDA yang ada di dalam perut bumi untuk membangun manusia yang hidup sekarang. Dengan kehidupan yang bagus pada saat ini, barulah kita dapat menyiapkan generasi penerus, agar mereka mampu membangun dirinya sesuai dengan era yang dihadapi,” ujar Azhari.

Anak Muda Dengan Mimpi Besar

Meskipun ayahnya seorang guru dan ekonomi keluarganya masuk kategori menengah, Azhari tidak mau hidup manja.

Ketika remaja, sepulang sekolah ia menambang pasir di Krueng (sungai-red) Tingkeum, Kutablang yang terkenal mengandung pasir berkualitas baik, setara dengan pasir Teupin Mane, Juli, Bireuen.

Ia bekerja bukan untuk kebutuhan sehari-hari dan sekolah, karena itu sudah tersedia di rumah. Tapi ia ingin mendapatkan pemasukan agar dapat membeli celana jeans Levi’s yang digandrungi pemuda Bireuen. Demikian juga baju dan sepatu, kaum muda di sana menyukai barang branded. Mereka juga ogah memakai yang kw, karena itu aib bagi citra seorang pemuda.

Bekerja sebagai kuli tambang, akan berdampak pada warna kulit. Ia yang berkulit kuning langsat, berubah menjadi pria muda dengan warna kulit merah kehitaman, dan lumayan kusam. Ia dan teman-temannya yang nguli tak peduli soal itu,paling penting setiap sore punya uang, pakai pakaian merek terkenal, dan tidak membebani orang tua untuk tujuan tampil modis di ruang publik.

Setelah menamatkan pelajarannya di SMA, Azhari Idris melanjutkan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh. Dia memilih jurusan Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah.

Sembari kuliah dia mengajar les privat bahasa Inggris untuk anak-anak orang kaya di ibu kota Daerah Istimewa Aceh. Dia ditegur kala terlambat datang, dan itu menjadi pelajaran penting baginya, bahwa pengguna jasa akan kecewa bila penyedia jasa tidak on time dalam menunaikan kewajiban.

“Konsumen tidak mau tahu mengapa kita terlambat. Yang mereka tahu kita sudah membuat komitmen dan itu harus dijalankan,” kata Azhari dalam sebuah wawancara dengan Komparatif.id, pada medio awal Juni 2022.

Lulus dari IAIN Ar-Raniry pada tahun 1993, Azhari melanjutkan kuliah S-2 ke University of Sydney Australia, Master Pendidikan, dan lulus 1998. Dia berangkat ke negeri kangguru dengan modal beasiswa dari Pemerintah Australia.

Pulang dari Australia dia bekerja pada Henry Dunant Centre (HDC) yang berkantor pusat di Geneva, Swiss. Tugasnya sebagai salah seorang anggota fasilitator perdamaian untuk serangkaian perundingan, mulai Jeda Kemanusiaan tahun 2000, dan Penandatanganan Kesepahaman Sementara tahun 2001.

Pekerjaan besar mewujudkan lahirnya perdamaian kala itu dilaksanakan oleh Azhari sembari menunaikan tugasnya sebagai dosen (PNS) di almamaternya.

Tahun 2002, berbekal beasiswa dari Soros Foundation yang berbasis di Amerika Serikat, ia kuliah di University of York, Jurusan Post War Recovery and Development, dan berkesempatan mengikuti tim militer Inggris yang membangun upaya damai antara sipil dan militer di Kosovo, Bosnia, dan beberapa wilayah Balkan lainnya.

Usai menamatkan pascasarjana di University of York, pria murah senyum tersebut hendak pulang ke Indonesia.  Tapi Aceh sedang dihumbalang perang. Ia cari jalan lain, karena namanya ikut dicari kala itu. Dia dianggap tidak clear, karena pernah bekerja di HDC.

Azhari berkomunikasi dengan teman lamanya di HDC. Namanya Louisa Chan Boegli. Louisa mengajak Azhari bekerja di Unocal, sebuah perusahaan minyak dan gas yang berbasis di Amerika Serikat. Si teman merupakan penasehat CEO Unocal.

Azhari sempat mengelak karena tidak memiliki pengetahuan tentang migas. Tapi Louisa memberikan garansi, bila Azhari berminat, ia akan memfasilitasinya untuk sekolah lagi di bidang migas.

Usai lulus pendidikan, Azhari ditempatkan di Unocal Indonesia Company, yang berbasis di Kalimantan Timur. Ketika Azhari masuk, perusahaan tersebut sedang mengajukan utang kepada Overseas Private Investment Corporation (OPIC) untuk membiayai pengembangan lapangan laut dalam Indonesia. OPIC menolak karena Unocal diisukan melakukan pelanggaran HAM di wilayah kerjanya.

Azhari segera ditugaskan oleh perusahaan untuk menangani persoalan dugaan pelanggaran HAM. Dia turun ke lapangan bertemu dengan masyarakat dan stakeholder untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di lapangan. Tunai tugas di sana, ia masuk tim Unocal yang melakukan lobby kepada Kongres Amerika Serikat. Upaya mereka berhasil, OPIC pun mengucurkan bantuan dana.

Tahun 2005 Unocal diambil alih oleh Chevron. Azhari secara otomatis menjadi bagian dari perusahaan minyak asal Amerika Serikat itu. Dia kemudian ditugaskan ke Jakarta untuk bidang tugas penanganan manajemen resiko industri hulu migas dan geothermal untuk Indonesia dan Philipina. Kemudian karirnya kian moncer hingga akhirnya berkesempatan memperdalam pengetahuan tentang geothermal.

Dipinang BP Migas

Masa-masa indah di Chevron akhirnya haruslah berakhir. Negara atas nama Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada 2010 mengajak Azhari bergabung. Permintaan itu tidak main-main, BP Migas menyurati Chevron meminta agar secepatnya lelaki murah senyum itu dirilis. Chevron tak kuasa menolak, Azhari pun siap sedia mengabdi pada negara.

Tahun 2011 BP Migas berubah nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas (SKK Migas). Belum begitu lama ia berada di sana, pada tahun 2015 terbitlah PP Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas di Aceh, yang merupakan PP turunan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Oleh Menteri ESDM, SKK Migas diperintahkan melakukan proses transisi pembentukan Badan Pengelolaan Minyak Bumi dan Gas Aceh (BPMA). Ketua SKK Migas Amin Sunaryadi kemudian memerintahkan Azhari untuk menyiapkan proses transisi itu.

Dibantu oleh Joko Siswanto, Azhari mempersiapkan semua hal untuk pembentukan lembaga tersebut. Dia bolak-balik Jakarta-Aceh, bertemu dengan para pihak di Aceh, membangun komunikasi dengan Kemenpan RB, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Bappenas hingga Kantor Kepresidenan.

“BPMA dibentuk karena hasil politik. Dibentuk hanya untuk menangani migas di Aceh dengan jumlah perusahaan yang terbatas. Saya harus membangun komunikasi sebaik mungkin dengan semua pihak, agar pekerjaan saya tidak terganggu dan bisa dipahami oleh semua pihak,” kata Azhari Idris

Memimpin BPMA

Setelah semuanya terbentuk dan BPMA menjadi sebuah badan, Menteri ESDM kemudian menunjuk Marzuki sebagai Plt kepala BPMA. SKK Migas menugaskan Azhari Idris dan tim lainnya bersama Pemerintah Aceh melakukan seleksi terhadap calon kepala definitif. Sampai tiga kali seleksi, dan jabatan Marzuki Daham terus diperpanjang, tak ada kandidat yang cocok untuk diberikan kepada Menteri.

Oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, kemudian mengajukan nama Azhari sebagai Plt Kepala BPMA menggantikan Marzuki Daham yang sudah memasuki usia pensiun.

Menteri ESDM Ignatius Jonan kemudian menunjuk Azhari sebagai Plt Kepala BPMA dan dilantik 27 Juli 2018.

Usai melaksanakan tugas di BPMA, Azhari pulang ke Jakarta. Kembali ke markas besar SKK Migas, sembari menunggu penugasan selanjutnya oleh negara.

Dalam tempo tidak terlalu lama, SKK Migas melantik Azhari sebagai Kepala SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi. Ia dilantik pada Senin (3/6/2021)

Mantan Kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) itu ditunjuk sebagai Kepala SKK Migas Kalimantan-Sulawesi dalam surat persetujuan pengangkatan yang diteken Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, ditujukan kepada Kepala SKK Migas di Jakarta.

Tak Berhenti Meng-upgrade Diri

Sebagai seorang profesional, Azhari Idris memiliki banyak koneksi. Tapi bukan itu yang menjadi penyebab utama ia dapat mencapai berbagai posisi di dalam karirnya.

Koneksi yang ia miliki saat ini merupakan hasil dari lika-liku panjang perjalanan yang ia mulai dari titik nol.

Sejak dulu, setiap bangun pagi ia selalu ingin melakukan yang terbaik. Kebiasaan itu terbawa hingga ke bangku universitas. Selain belajar di bangku kuliah, Azhari juga memgembangkan diri dengan cara bergaul dengan orang-orang yang concern pada isu-isu tertentu.

Ketika dia Aceh, dia melibatkan diri dalam kelompok diskusi tentang HAM dan perdamaian, yang akhirnya membuka jalan untuk Azhari bergabung dengan Hendry Dunant Center (HDC).

Ketika menempuh S-2 yang kedua kalinya di Amerika Serikat, dia juga memperkuat diri pada pengetahuan tentang post war recovery and development.

Azhari bukan hanya mengejar pengetahuan “bersertifikat”, tapi juga mengasah dirinya membangun integritas. Dua modal itulah yang akhirnya mengantarkan dia bekerja di Unocal. Rekomendasi yang diberikan oleh temannya di HDC yang kemudian bergabung ke perusahaan migas itu, lahir dari rekam jejak Azhari sebagai mitra kerja selama di Aceh.

“Saya masuk ke migas dengan pengetahuan yang sangat minim tentang industri hulu minyak bumi. Tapi teman saya yang di Unocal percaya bila saya bisa belajar dalam waktu yang singkat,” kata Azhari.

Dalam perjalanan kariernya, Azhari telah mengikuti beberapa short course, seperti Leadership Master, London 2010; Certified Capital Stewardship & Organizational Capability Chevron International;Pendidikan Management Industri Hulu Migas International di Amerika; Certified Bidang Management Risiko. Ia juga terlatih pada bidang Sistim Manajemen Pengamanan Industri-industri Strategis oleh American Society for Industrial Security. Selain itu dia juga memegang sertifikasi audit forensic, dan sertifikasi bidang manajemen proyek.

Catatan redaksi: Sebagian tulisan ini dikutip dari acehtrend.com, yang pernah ditulis oleh Muhajir Juli kala masih bekerja di media online tersebut.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here