Andaikan tindakan polisi tidak berlebihan, maka kematian massal Aremania di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang tidak akan terjadi. Gas air mata yang menyebabkan markas Arema FC berubah menjadi neraka.
D (24) masih tak percaya bila pada Sabtu (1/10/2022) malam dia baru saja “berhasil” keluar dari neraka di Kanjuruhan. Kerusuhan yang berujung ratusan Aremania tewas di dalam stadion, membuat dirinya masih belum pulih dari rasa kaget.
Kepada Komparatif.ID, Minggu (2/10/2022) D (bukan nama sebenarnya) menceritakan peristiwa horor yang tersaji di depan matanya. Sebuah tragedi terparah sepanjang sejarah sepakbola modern.
D pun memulai kisah itu.
D bersama beberapa temannya bergerak dari Kota Malang menuju Stadion Kanjuruhan setelah Magrib, tepatnya pukul 17.25. Mereka berangkat lebih dulu, karena berharap agar tidak terjebak kemacetan, apalagi dari informasi yang tersebar di kalangan supporter, tiket yang dicetak panpel melebihi kapasitas stadion.
Sesampainya di stadion, keadaan cukup aman. Tidak terjadi gesekan apa pun karena Bonek (suporter Persebaya) memang dari awal dilarang berkunjung ke Malang.
Kick off baru dimulai pukul 20.00 WIB. Panpel sempat meminta untuk memajukan jadwal karena alasan keamanan, akan tetapi operator BRI Liga 1, PT LIB bergeming. Ada suara sumbang yang beredar bahwa operator dan broadcaster lebih memilih mementingkan rating.
Laga awalnya berjalan aman. Meski berlangsung sangat ketat, ia mengatakan penonton hanya melemparkan botol minuman plastik biasa.
“Paling cuma lempar biasa,” ujar D.
Saat laga menyisakan 20 menit terakhir, D dan teman-temannya sempat keluar stadion. Tim kesayangan sedang dalam posisi tertinggal, D melepas penat di luar. Ia jengkel dan kesal, sama seperti ribuan Aremania yang lain. Ia memilih menonton melalui gawai telepon pintarnya.
Saat laga mendekati peluit panjang, D kembali ke dalam Stadion Kanjuruhan. Saat itu ia mengaku tidak menduga, bahwa keputusannya kembali masuk justru malah hampir mengancam nyawanya.
Laga Derby Jawa Timur akhirnya dimenangkan arek-arek Suroboyo dengan skor 2-3. Ini sejarah besar sekaligus aib. Karena sudah 23 tahun Persebaya Surabaya tidak pernah menang di Kanjuruhan.
D tentu tidak senang. Pihak yang kecewa dengan hasil buruk itu tentu bukan D saja, ribuan Aremania yang lain juga merasakan hal serupa.
Tidak lama setelah peluit tanda akhir laga berbunyi, suporter terlihat mulai masuk ke lapangan. Massa yang kecewa mengejar pemain, petugas bergerak meminta seluruh anggota tim masuk ke ruang ganti, lalu langsung dievakuasi ke dalam mobil rantis.
D yang kebetulan bekerja di institusi pemerintahan juga ikut turun ke lapangan. Ia berniat mengabadikan momen kericuhan. Namun upayanya dijegal sebagian supporter, D mendapatkan ancaman, namun untung ia selamat.
D diminta untuk segera menghapus foto yang ia rekam. D berujar suporter yang turun ke lapangan takut kalau foto-foto itu masuk media. D selamat karena ditolong oleh salah satu tokoh Aremania dari tribun terdekat.
“Disuruh hapus fotonya, ditolong orang yang lebih tuanya di tribun sana,” ujar D.
Usai dijegal di lapangan, badan D bergetar hebat, ia sangat ketakutan. D masih masih tidak percaya, malam itu, jaraknya dan kematian sangat dekat.
“Udah getar badanku, dari kepala sampai kaki,” ucap D.
Aremania Ditembaki Gas Air Mata, Itu Mula Petaka
Kondisi di lapangan makin kacau, bahkan lampu penerangan stadion sempat diredupkan. D berujar sejak gas air mata dilepaskan aparat keamanan, sebagian suporter melawan. Ia melihat langsung dua kendaraan khusus (ransus) digulingkan dan dihancurkan massa di dalam Stadion Kanjuruhan.
Gas air mata tidak hanya ditembakkan ke kerumunan massa yang menginvasi lapangan, tapi juga disemprotkan ke penonton yang duduk di tribun 1 hingga 14, yang paling paling parah di tribun 12 dan 13.
Keadaan langsung panik, ribuan massa berebut ingin keluar secepatnya. Korban berjatuhan, bahkan ada yang kritis terkena gas air mata.
“Ada yang kritis kena tear gas, ada yang udah gak nafas,” ujar D.
D mengatakan jatuhnya korban kemungkinan besar karena terjepit dan terinjak lalu kehabisan oksigen.
D bersama suporter yang lain mulai mengevakuasi korban yang tergeletak tidak berdaya. Saat itu sedikit tindakan lebih berguna ketimbang sumpah serapah, demikian ia berpendapat. Dengan detak jantung tak menentu, di tengah kondisi penuh ketakutan, ia berjibaku menyelamatkan siapapun yang bisa diselamatkan.
Saat D dan yang lain mengevakuasi korban, ia sempat melihat semua pemain Arema Malang turun ke lapangan ikut menenangkan massa. Namun kondisi sudah sangat kacau sejak gas air mata ditembak.
“Maringa aja kena timpuk,” seloroh D.
D turut menggotong korban ke tempat aman. Saat itu, ia melihat dengan mata kepala sendiri korban-korban terkapar tidak bernafas. Dada mereka membiru karena terjepit dan terinjak. Bahkan anak-anak turut menjadi korban.
“Ada yang biru dadanya, banyak anak kecil,” sebut D.
D mengatakan kericuhan paskalaga berlangsung hingga pukul 2 dini hari. Namun ia tidak menunggu lama, D langsung pulang untuk mengabarkan kondisinya kepada keluarga yang risau karena tahu D ikut menonton laga Arema vs Persebaya.
Dalam perjalanan pulang, D melihat satu mobil kompi, satu mobil patwal, satu mobil jenis Yaris plat L hangus dibakar massa di luar stadion.
D pulang dengan perasaan hampa dan berkecamuk.
D menyayangkan tindakan petugas yang memilih melepaskan tembakan gas air mata dibandingkan menggunakan water canon.
“Ricuh antar suporter sendiri jarang sampai ada korban jiwa, Mas. Kemarin kan banyak korban karena tear gas- nya ditembak terus-terusan,” ujar D.
D mengatakan kekecewaan suporter yang turun ke lapang usai laga memang salah satu penyebab, namun faktor fatalnya ialah justru tembakan gas air mata yang diarahkan ke tribun penonton yang tidak melakukan apa-apa.
Kepanikan penonton untuk menyelamatkan diri justru berbuah menjadi tragedi. D bersyukur malam itu selamat, namun kematian ratusan yang lain masih menyisakan bekas yang akan sangat sulit untuk ia lupakan.
“Malam itu Stadion Kanjuruhan seperti neraka. Gas air mata ditembakkan ke mana saja. Mereka yang duduk di tribun juga diserang dengan gas itu. Dari sanalah mula kepanikan yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.