Angka Bencana di Aceh Turun pada 2024, Kerugian Capai Rp123 Miliar

Banjir Bandang Terjang Aceh Tenggara, Jalan Kutacane-Medan Lumpuh Total Material kayu gelondongan, bebatuan, dan lumpur terbawa arus deras akibat banjir bandang yang melanda Kecamatan Semadam, Aceh Tenggara pada Senin (30/12/2024). Foto: BPBD Aceh Tenggara. Angka Bencana di Aceh Turun pada 2024, Kerugian Capai Rp123 Miliar
Material kayu gelondongan, bebatuan, dan lumpur terbawa arus deras akibat banjir bandang yang melanda Kecamatan Semadam, Aceh Tenggara pada Senin (30/12/2024). Foto: BPBD Aceh Tenggara.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan sebanyak 273 bencana terjadi sepanjang 2024, menurun signifikan dari 418 kejadian pada 2023.

Meski demikian, dampak yang ditimbulkan tetap signifikan dengan 12 korban meninggal dunia, 4 orang luka-luka, dan 4.144 orang harus mengungsi. Secara keseluruhan, bencana tersebut memengaruhi 44.641 kepala keluarga atau sekitar 159.141 jiwa, dengan nilai kerugian mencapai Rp123 miliar.

Penurunan jumlah kejadian juga diikuti dengan berkurangnya nilai kerugian dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp430 miliar. Kerugian ini dihitung dari kerusakan infrastruktur, harta benda, hingga lahan pertanian.

Kepala BPBA, Teuku Nara Setia, menyebut penurunan ini merupakan hasil dari upaya bersama dalam mitigasi yang terus dilakukan pemerintah dan masyarakat Aceh.

”Tentunya ini merupakan hasil kerjasama kita bersama dalam meningkatkan mitigasi bencana sehingga angka kejadian masih bisa kita turunkan tiap tahunnya,” terang Nara, Selasa (7/1/2025).

BPBA menyebut bencana yang paling banyak terjadi sepanjang 2024 adalah kebakaran permukiman, dengan 86 kejadian yang menyebabkan kerugian mencapai Rp 69 miliar.

Baca juga: Rumah Sudirman Warga Alue Rambong Hancur Digerus Air

Banjir menjadi musibah kedua terbanyak dengan 68 kejadian yang berdampak pada 5.062 rumah, merusak 11 jembatan, dan menggenangi 883 hektare sawah. Total 4.009 orang harus mengungsi akibat banjir, sementara kerusakan lain mencakup 18 tanggul yang jebol.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga menjadi perhatian dengan 63 kejadian yang menghanguskan 214 hektare lahan. Sementara itu, angin puting beliung tercatat terjadi sebanyak 34 kali, merusak 376 rumah dengan kerugian mencapai Rp9,5 miliar.

Longsor terjadi 14 kali dengan kerugian Rp 1,2 miliar, dan banjir bandang sebanyak 4 kali dengan nilai kerugian Rp715 juta.

Kekeringan yang melanda Aceh Besar juga menjadi catatan penting, meski hanya terjadi dua kali di 53 desa di empat kecamatan. Sementara abrasi dilaporkan hanya terjadi satu kali namun cukup untuk merusak satu rumah.

Selain merusak rumah warga, bencana yang terjadi juga berdampak pada fasilitas umum. Sebanyak 40 sarana pendidikan, 3 sarana kesehatan, 11 sarana pemerintahan, dan 12 sarana ibadah turut mengalami kerusakan.

Kerusakan lain meliputi 157 ruko, 16 jembatan, 18 tanggul, dan 250 meter badan jalan akibat banjir dan longsor. Secara total, 787 rumah rusak akibat kebakaran permukiman, angin puting beliung, banjir, dan longsor.

Ia mengimbau masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, terutama terkait pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Eksploitasi hutan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan fungsi resapan air akan meningkatkan risiko bencana seperti banjir, longsor, dan karhutla.

Ia menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha agar tidak membuka lahan dengan cara membakar hutan. Selain itu, kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana juga menjadi kunci.

Nara mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengambil peran dalam penanggulangan bencana di Aceh. Menurutnya, penanggulangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, melainkan juga masyarakat dari berbagai elemen.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here