Aminullah Hanya Jago Main Tenis Eksekutif

Aminullah Usman hanya jago main tenis. Tidak mampu bangun tatakelola air bersih di Banda Aceh. Foto: Humas Pemko Banda Aceh.
Aminullah Usman hanya jago main tenis. Tidak mampu bangun tatakelola air bersih di Banda Aceh. Foto: Humas Pemko Banda Aceh.

Persoalan krisis air bersih di Banda Aceh, bukan barang baru. Sejak Illiza menjadi Bunda Banda, hingga Aminullah yang gemar olah raga memimpin Kutaraja, kondisi PDAM Tirta Daroy seperti PDAM di Somalia.

Dulu saya sempat membaca sebuah tulisan tentang ide e-junub–sebuah kritik sosial atas ketidakmampuan Illiza memenuhi air bersih untuk warganya– isinya menggelitik sekali. Sebuah kritik yang disampaikan dengan sangat bernas. Saya pun tergerak menulis tentang tema krisis air di Banda Aceh.

Saya sempat menaruh harapan pada AminullahUsman-Zainal Arifin untuk dapat memperbaiki tatakelola kota, termasuk menyelesaikan problem klasik:Banda Aceh krisis air bersih. Oleh karena itu saya memilih pasangan ini, apalagi Amin-Zainal didukung oleh partai yang para ketuanya terkenal di ruang publik sebagai politisi santun, agamis dan reformis.

Tapi keyakinan saya Aminullah mampu membangun Banda Aceh menjadi kota madani, sudah hancur pada tahun kedua. Dia tidak memiliki rencana kongkrit memperbaiki tatakelola air bersih. Ia seperti politisi lainnya, sibuk memainkan isu religius, menggelar event bernuansa religi, tapi tidak menyelesaikan hal yang paling penting dalam Islam:air bersih. Kita tidak bisa berislam dengan sempurna bila tak punya air bersih. Karena bersuci dalam Islam sangat bergantung pada ketersediaan air. Dan air bersih tidak akan mengalir ke dalam bak mandi rumah warga bila pemimpin Banda Aceh dan perangkatnya sibuk membuat event religi dan pariwara tentang capaian palsu pembangunan.

Saya tahu bila di ruang kerja Walikota Banda Aceh penuh dengan piagam penghargaan. Dia boleh berbangga dengan seluruh pengakuan yang dibingkai dalam bentuk award ini itu. Aminullah tidak salah, tapi mengapa para pemberi piagam memberikan pengakuan terhadap seorang walikota yang tidak mampu menyelesaikan persoalan klasik warga Banda: krisis air bersih. Mungkin para pemberi tahu bila Amin mudah “disentuh hatinya” bila diberi award.

Saya sampai sekarang masih harus berjuang mendapatkan air bersih. Bahkan dua mesin air sudah hangus dalam tahun ini karena menyedot angin di dalam pipa PDAM Tirta Daroy yang jarang memiliki air.

Kemarin saya membeli mesin baru, dengan harapan Tirta Daroy juga memperbaiki layanannya. Tapi setelah mesin baru terpasang peristiwa yang sama berulang, bak mandi di rumah saya penuh lumpur cair. Pada kesempatan lain, mesin air hanya menghasilkan angin yang mengalir ke bak penampungan.

Rakyat seperti saya tidak tahu lagi harus mengadu kemana? DPRK Banda Aceh pun sepertinya tidak peduli. Politisi yang duduk di sana, lebih sering mengkritik kinerja Presiden Jokowi, mengkritik Cina, tapi tak berani mengkritik Aminullah-Zainal.

Aminullah telah gagal memimpin Banda Aceh. Dia tidak mampu menjadi pemimpin yang bertanggung jawab. Aminullah gagal melindungi rakyatnya, dia sibuk dengan seremonial penuh piagam. DPRK Banda Aceh telah gagal menjadi wakil rakyat, mereka gagal melaksanakan mandatnya.

Saya tidak akan menuntut apa pun lagi dari Aminullah-Zainal. Apa yang hendak dituntut pada orang tunakarya? Apa yang mau dituntut pada pemimpin yang lemah? Apa yang mau dituntut pada pemimpin yang tak mampu mengalirkan air bersih ke rumah rakyatnya, meskipun Krueng Aceh mengalir sepanjang tahun membelah Kutaraja. Aminullah telah gagal semenjak dirinya dilantik.

Aminullah tidak bisa memimpin. Dia hanya cocok bermain tenis eksekutif saja. Dia hanya mampu berlari di lapangan sempit, dia tidak mampu bekerja untuk mensejahterakan rakyat.

Diki Aditya
Warga Kota Banda Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here