
Nuzulul Quran adalah peristiwa bersejarah yang menandai momentum turunnya wahyu pertama Alquran, Surah Al-Alaq ayat 1-5. Surah tersebut berisi perintah tentang literasi dengan beragai derivasinya, kepada Nabi Muhammad SAW di usia 40 tahun ketika sedang berkhalwat di Gua Hira. Kala itu Rasulullah dalam rangka renung kaji masalah-masalah moral sosial kemasyarakatan Arab jahiliyah kala itu.
Secara garis besar, turunnya Alquran terjadi dalam dua tahap utama. Pertama, Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah yang berada di langit dunia dan diyakini sebagai Lailatul Qadar, malam yang dipenuhi dengan kemuliaan dan keberkahan.
Kedua, dari Baitul Izzah, wahyu kemudian disampaikan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan umat pada waktu itu yang berlangsung selama 23 tahun, dan inilah yang disebut sebagai Nuzulul Quran.
Peristiwa ini tidak hanya menjadi fondasi untuk memanusiakan manusia melalui aturan-aturan berupa wahyu Ilahiyah dalam peradaban manusia bahkan lebih tinggi lagi untuk memuliakan manusia sesuai dengan potensi fitrah nafs-nya, tetapi juga peristiwa ini memiliki relevansi dalam menjawab tantangan global berkelanjutan antar zaman dari dulu (past), sekarang (now), bahkan untuk masa depan (future).
Baca: Pembakar Alquran Salwan Momika Tewas Ditembak
Kontemplasi sang Nabi awalnya hanya sebagai solusi moral sosial kemasyarakatan pada waktu itu, di tempat itu, namun Allah mengijabah dengan rencana terstruktur, sistematis, dan masif terbaik untuk seluruh manusia, makhluk, bahkan alam, di semua masa, di segala letak.
Maka, lumrah difahami bahwa firman-firman Ilahiyah yang diturunkan berupa Alquran adalah sebagai rahmatan lil ‘alamin dan hudan lin-nas menjadi pedoman hidup (guidance of life) manusia secara menyeluruh, serta remember untuk manusia terkait masalah-masalah global yang berkelanjutan di beda zaman.
Firman Allah: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Permasalahan Global dalam Bingkai SDGs
Pada konteks sekarang, apa yang dikhawatirkan oleh semua pihak di dunia, dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang merumuskan 17 konsep pencapaian untuk mengatasi 17 masalah-masalah global yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yang disingkat SDGs.
SDGs merupakan serangkaian tujuan global yang disepakati oleh PBB pada tahun 2015 dengan target pencapaian pada tahun 2030 sebagai kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs). SDGs terdiri dari 17 tujuan yang dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan global yang menjadi kilas baliknya di 2025 ini.
Tantangan-tantangan tersebut seperti environmental degradation (degradasi lingkungan) di darat dan laut seperti yang telah diungkapkan dalam Surah Ar-Rum ayat 41, selain itu juga tentang poverty (kemiskinan), inequality (ketimpangan), climate change (perubahan iklim), peace (perdamaian), dan justice (keadilan).
Perancangan permasalahan global tersebut oleh PBB sejak 2012 di Brasil dengan melalui berbagai negosiasi antarnegara, akhirnya pada 25 September 2015, 193 negara anggota PBB secara resmi mengadopsi Agenda 2030 yang mencakup 17 tujuan SDGs dengan 169 target yang harus dicapai maksimal di tahun 2030.
SDGs telah disepakati dunia dikarenakan permasalahan-permasalahan yang sama antar negara bersifat mendesak demi meng-cover kemajuan yang dicapai suatu negara tidak hanya menguntungkan generasi saat ini saja, akan tetapi juga the next generation dengan prinsip “No One Left Behind” (tidak ada yang tertinggal).
Pada tulisan ini, SDGs hanyalah salah satu bentuk inisiatif manusia secara masif dalam menyelesaikan permasalahan global. Sedangkan bagi manusia yang mengimani Alquran, bahwa Allah telah memberikan solusi yang lebih mendalam dan komprehensif melalui diturunkannya Alquran kepada sang Nabi Muhammad 1.500 tahun yang lalu jauh sebelum SDGs dicanangkan.
Kompleksitas diturunkannya Alquran mencakup aspek teologis, sosial, ekonomi, hingga lingkungan. Bahkan keluasannya belum bisa diprediksi dari masa ke masa depan, dari zaman ke zaman yang akan datang, yang justru dapat menjadi memperkaya konsep SDGs demi pembangunan berkelanjutan yang lebih holistik untuk seluruh dunia.
Kompleksitas Alquran Dalam SDGs
Alquran sebagai kitab suci umat Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang secara langsung maupun tidak langsung telah mencerminkan tujuan SDGs jauh melampui zaman. Kompleksitasnya tidak hanya dalam aspek hukum dan nilai moral, tetapi juga dalam bagaimana wahyu diturunkan untuk membimbing manusia dalam mencapai keseimbangan dunia dan akhirat.
Pada artikel ini penulis hanya mengeksplor sebagian dimensi hikmah diturunkannya Alquran yang selaras dengan permasalahan-permasalahan SDGs, di antaranya ialah:
Dimensi Teologis: turunnya Alquran sebagai Fondasi Keberlanjutan. Alquran mengajarkan konsep keseimbangan (mizan) yang menegaskan pentingnya keseimbangan dalam ekosistem Pembangunan secara adil serta larangan merusak keseimbangan tersebut (QS. Ar-Rahman: 7-9).
Ayat-ayat mengenai tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah: 30) menjadi dasar bagi konsep SDG 13 (Climate Action/Penanganan Perubahan Iklim) dan SDG 15 (Life on Land/Ekosistem Daratan), sekaligus memperkaya perspektif SDGs dengan nilai spiritual moral sosial kepemimpinan masyarakat dunia.
Dimensi Sosial: keadilan dan inklusi dalam perspektif Islam. Konsep keadilan sosial dalam Alquran (QS. An-Nisa: 135) memperkuat tujuan SDG 10 (Reduced Inequalities/Berkurangnya Ketimpangan) dengan pendekatan berbasis nilai moral.
Prinsip kesetaraan gender (QS. Al-Hujurat: 13) memberikan perspektif berbasis nilai Quran dalam mendukung SDG 5 (Gender Equality/Kesetaraan Gender).
Dimensi Ekonomi: Model keuangan berkelanjutan berbasis syariah. Sistem ekonomi Islam yang berbasis zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) memberikan solusi konkret untuk SDG 1 (No Poverty/Tanpa Kemiskinan) dan SDG 8 (Decent Work and Economic Growth/Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi).
Larangan riba (QS. Al-Baqarah: 275) menegaskan urgensi sistem ekonomi yang lebih adil dan stabil tidak ada unsur tipu-menipu yang merugikan pihak lain, hal ini dapat menyempurnakan konsep ekonomi berkelanjutan dalam SDGs.
Dimensi Lingkungan: Pelestarian alam sebagai amanah. Alquran mengajarkan konsep larangan berlebihan (QS. Al-A’raf: 31) yang relevan dengan SDG 12 (Responsible Consumption and Production/Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Konsep tanggung jawab manusia terhadap alam (QS. Ar-Rum: 41) memperdalam pemahaman SDG 14 (Life Below Water/Ekosistem Lautan) dan SDG 15 (Life on Land/Ekosistem Daratan).
Turunnya Quran tidak hanya sebagai sumber petunjuk spiritual teologis, namun juga dari segala aspek sosial kemasyarakatan dan terbukti lagi sekarang bahwa apa yang telah ada padanya tidak lekang oleh zaman.
Diturunkannya Alquran juga dapat diadopsi perannya dalam menyempurnakan konsep pembangunan berkelanjutan. Secara overall, prinsip-prinsip khabar dalam wahyu Ilahi tersebut bila diintegrasikan dan diimplementasikan pada target-target program SDGs, paling tidak dapat memperkaya perspektif pembangunan global yang menjadikannya lebih inklusif, berkeadilan, dan berbasis nilai spiritual yang memungkinkan untuk membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia antar zaman di dunia bahkan akhirat.