Komparatif.ID, Banda Aceh—Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh Teungku Masthur Yahya,S.H, Rabu (11/1/2023) memberikan apresiasi kepada Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo, yang telah mengakui bahwa telah terjadi 12 pelanggaran HAM Berat di Indonesia.
Teungku Masthur Yahya kepada Komparatif.id mengatakan tiga tragedi kemanusiaan di Aceh yang diakui oleh Presiden Joko Widodo yaitu Tragedi Simpang KKA di Aceh Utara, Rumoh Geudong & Pos Sattis di Pidie, dan Jambo Keupok di Aceh Selatan.
“KKR Aceh memberi apresiasi atas pengakuan, simpati, dan empati Presiden RI Joko Widodo yang mengakui sejumlah pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia, tiga di antaranya terjadi di Aceh,” sebut Masthur.
Baca juga: Pagi Berdarah di Jambo Keupok Aceh Selatan
Menurut Masthur, pengakuan Presiden setelah menerima laporan tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hal Asasi Manusia (PPHAM) yang berat di masa lalu, merupakan sebuah kemajuan dalam upaya baik menata Indonesia.
Ketua KKR Aceh selaku pemegang mandat non yudisial untuk kasus pelanggaran HAM di Aceh berharap pengakuan Kepala Negara terhadap hasil laporan tim Non Yudisial PPHAM tersebut hendaknya juga “menjadi” pengakuan terhadap data korban pelanggaran HAM yang sudah dikumpulkan oleh KKR Aceh.
KKR Aceh memiliki 5264 data hasil pengungkapan kebenaran sejak 2017 hingga 2020. Data korban yang sudah dicatat tersebut lengkap dengan rekomendasi reparasi sesuai kebutuhan korban yang disampaikan saat pengambilan pernyataan korban. KKR Aceh sudah meminta kepada tim PPHAM agar data tersebut turut menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat untuk membangun kebijakan nasional dalam rangka pemulihan korban pelanggaran HAM di Aceh selain dari tiga kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
“Korban yang sudah diambil pernyataannya oleh KKR Aceh–selain dari 3 peristiwa khusus Simpang KKA, Rumoh Gedong, Jambo Keupok– hendaknya menjadi bagian dalam tindak lanjut pemulihan oleh Negara melalui tim PPHAM. KKR Aceh perlu mendapat dukungan Pemerintah Pusat untuk merealisasikan rekomendasi reparasi/pemulihan,” sebut pria ramah tersebut menutup pembicaraan.
Pengakuan Pelanggaran HAM Harus Serius
Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh Khairil Arista,S.H ikut memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi, atas pengakuannya terhadap 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang terjadi di Indonesia.
Pengakuan tersebut menurut Khairil merupakan ikhtiar panjang korban, keluarga korban, penggiat demokrasi dan HAM,serta pihak-pihak lain yang ingin tegaknya keadilan atas kekejaman yang terjadi di masa lampau.
“Pernyataan presiden tersebut menjadi langkah baik dalam rangka penyelesaian peristiwa pelanggaran hak asasi manusia, khususnya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi Aceh,” sebut aktivis HAM tersebut.
Selain itu juga, dengan adanya pernyataan Presiden, maka pemerintah harus melakukan upaya pemulihan korban dan keluarga korban secara massif. Untuk pemulihan korban dan keluarga korban harus dilakukan oleh nasional dengan sumber anggaran APBN yang berkaitan dengan korban dan keluarga korban yang ada di Aceh.
Terkait dengan model dan mekanisme pemulihan korban dan keluaragnya, khusus untuk Serambi Mekkah, harus dilakukan tata cara keacehan.
“Koalisi NGO HAM bersama masyarakat korban sedang membangun mekanisme reparasi untuk korban pelanggaran HAM yang berkeadilan dan konprehensif, dokumen yang kami susun ini nantinya menjadi dokumen yang dapat membahani RPJMN dan RPJMA dan atas pernyataan presiden, Koalisi NGO HAM meminta Presiden bersungguh-sungguh melakukan pemulihan kepada masyarakat korban, dan jangan lagi memberikan isapan jempol kepada masyarakat korban,” sebutnya.
Bara JP Turut Beri Apresiasi Pengakuan Pelanggaran HAM Berat
Ketua DPP Barisan Relawan Jalan Perubahan (BARA JP) Dr. M Adli Abdullah memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi yang telah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu, dan berjanji tidak akan terulang lagi.
Selama puluhan tahun, negara mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu. Kini di tangan Presiden Joko Widodo, mengumumkan langsung pengakuan dan penyelesaian 12 Kasus Pelanggaran HAM yang Berat yang disuarakan di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023).
“Pidato di awal tahun ini menjadi kado terindah bagi rakyat Indonesia yang puluhan tahun menunggu negara berbicara tentang pelanggaran HAM berat. Ini peristiwa bersejarah bagi korban, keluarga korban pelanggaran HAM dan rakyat Indonesia. Negara hadir pada 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan oleh Komnas HAM,” ungkap Adli, Rabu (11/1/2023).
Adli menerangkan pengakuan orang nomor 1 di Indonesia yang menyesalkan pelanggaran hak berat merupakan hasil kerja keras korban, keluarga korban dan selanjutnya didukung oleh Presiden.
Adli paham, ada warga yang meminta mestinya Presiden menyatakan minta maaf bukan sekadar berempati dan sebagainya. Ini adalah langkah awal menyelesaikan beban berat Indonesia di masa kini karena masih membawa beban masa lalu. Bagaimana warga bisa menatap masa depan jika masalah masa lalu belum diakui atau diselesaikan.
“Selanjutnya kita kawal dari hasil rekomendasi yang diajukan oleh Tim PPHAM kepada Presiden Jokowi. Adalah kewajiban negara memberikan pemenuhan hak-hak kepada korban atau ahli korban.
Jangan nanti di lapangan ada pungli. Maka perlu tim yang kawal ini. Terima kasih kepada Pak Makarim Wibisiono dan kawan-kawan yang telah bekerja keras menyelesaikan kerja berat ini dalam waktu tiga bulan,” jelas Adli yang juga dosen Fakultask Hukum Universitas Syiah Kuala dan Tenaga Ahli Menteri ATR Bidang Hukum dan Masyarakat Adat .