Komparatif.ID, Lhoksukon— Ahli Kejari Aceh Utara tidak dapat membuktikan kegagalan konstruksi Monumen Samudera Pasai. Dalam sidang lapangan yang berlangsung pada Selasa (29/8/2023) di Monumen Samudera Pasai, Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Para kuasa hukum terdakwa yang ikut hadir pada sidang lapangan tersebut, meyakini bahwa klien mereka tidak bersalah, dan akan mendapatkan vonis bebas.
Sidang lapangan tersebut digelar oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua R. Hendral, S.H., M.H dan dua anggota yakni Sadri SH., M.H. dan R. Deddy Harriyanto S.H., M.Hum.
Tiga kuasa hukum para terdakwa yaitu Zaini Djalil,S.H., Erlanda Juliansyah Putra, dan Raja Inal Manurung hadir di lokasi sidang lapangan. Selain kuasa hukum, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Dr. Diah Ayu Hartati S.H. M.Hum sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga hadir.
Dalam sidang pembuktian lapangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Utara membawa Viktor Gangga Sinaga yang memiliki sertifikat ahli madya bidang jalan dan jembatan. Viktor juga akademisi dan ahli dari Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah. Sedangkan dari pihak terdakwa menghadirkan pembanding Faisal Rizal, yang merupakan akademisi dan ahli konstruksi bangunan dari Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL).
Kuasa hukum Teuku Maimun dan Reza Felanda, Zaini Djalil, menyebutkan Viktor tidak mampu membuktikan kegagalan konstruksi saat sidang lapangan. Meskipun sudah bertahun-tahun, bangunan monumen tersebut masih kokoh.
Baca juga: 2 Terdakwa Korupsi Monumen Samudera Pasai Bebas Sementara Waktu
“Fatwa bahwa bangunan tersebut masih berdiri kokoh, merupakan bukti bahwa yang didalilkan tidak dapat dibuktikan. Klien saya sangat puas dengan hasil sidang lapangan hari ini,” kata Zaini Djalil.
Zaini Djalil menyayangkan kondisi terbengkalainya Monumen Samudera Pasai akibat proses hukum yang panjang. dampak dari proses hukum itu bukan saja merugikan kliennya, tapi juga rakyat karena tidak difungsikannya monumen. Bahkan beberapa bagian telah dijarah dan rusak karena tidak dirawat bersebab sengketa hukum.
Zaini Djalil mendesak kasus tersebut secepatnya diselesaikan. Terdakwa harus mendapatkan keadilan.
Viktor yang didatangkan oleh Kejari Aceh Utara dari Sulawesi Tenggara, sebelumnya mengatakan monumen tersebut mengalami kegagalan konstruksi. Akan tetapi opininya sebagai ahli, terbantahkan di lapangan. Di sidang lapangan, dia tidak mampu menunjukkan fakta kegagalan konstruksi.
Dalam keterangannya sebagai ahli, Victor Sinaga mengatakan kegagalan konstruksi disimpulkan dari pemeriksaan dengan menggunakan metode hammer test untuk memeriksa struktur pondasi, tiang kolom, dan beberapa bagian dinding.
Namun, keterangan Victor dibantah oleh Faisal Rizal ahli dari pihak terdakwa. Mengutip penjelasan dari Faisal metode penggunaan hammer test yang digunakan ahli Victor Sinaga tidak akurat, sebab proses pengambilan sampel dilakukan tidak dalam keadaan datar dan tidak dikalibrasi.
Selain itu, Faisal menilai pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan alat hammer test yang manual sehingga hasil tersebut tidak bisa dijadikan kesimpulan terjadinya kegagalan konstruksi.
Hasil uji dilakukan oleh tim forensic engineering Politeknik Lhokseumawe, hasilnya dinding dan tiang memiliki mutu di atas K300. Hasil tersebut secara otomatis membantah dalil dari ahli kejaksaan yang sebelumnya menyebutkan mutu beton bagian tersebut di bawah K300.
Erlanda mengatakan sebelumnya ahli jaksa penuntut umum mendalilkan seharusnya pembangunan monumen dilengkapi 12 gazebo/kubah. Padahal dalam MC-0 jumlah gazebo sebanyak 8 buah, artinya sudah sesuai dengan pembangunan.
Baca juga: Moleknya Wajah Aceh Dalam Ornamen Masa Lampau
“Saat membaca kembali denah perencanaan secara baik dalam shop drawing dan asbuilt drawing jumlah gazebo yang seharusnya terpasang telah sesuai,” kata Erlanda.
Erlanda mengatakan semua dalil ahli Victor yang dihadirkan oleh JPU telah terbantahkan.
Sebagai informasi bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi Monumen Islam Samudera Pasai telah berjalan sejak tahun 2021. Dalam perkara tersebut terdapat 5 orang terdakwa yang terdiri dari PPK, KPA, Pelaksana, dan Pengawas.
Penetapan Terdakwa Monumen Samudera Pasai Diskriminasi
Erlanda menambahkan penetapan tersangka tanpa didasari oleh hasil penghitungan kerugian negara sehingga terkesan para terdakwa dikriminalisasi. Perhitungan kerugian negara baru dipublikasikan pada bulan Januari 2023, sedangkan penetapan tersangka pada Juli 2021.
Menurut Erlanda sebuah bentuk keanehan ketika perhitungan kerugian negara dilakukan oleh dosen ekonomi dari Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah. Padahal biasanya dalam kasus tindak pidana korupsi di Aceh, perhitungan kerugian negara dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh.
“Artinya mereka ditetapkan jadi tersangka tanpa tanpa didasari adanya hasil penghitungan kerugian negara,” kata Erlanda.