Komparatif.ID, Lhoksukon—Bantuan Pemerintah Aceh Utara terhadap pengungsi Rohingya yang kembali “terdampar” di sana, sudah sangat maksimal. Di sisi lain, masih ada persoalan banjir yang juga menjadi prioritas utama pemerintah yang harus diselesaikan.
Kabag Humas Aceh Utara Hamdani, Jumat (25/11/2022) mengatakan sejak kembali terdamparnya 229 orang pengungsi Rohingnya 10 hari lalu, Pemerintah Aceh Utara telah ikut memberikan bantuan. Mereka ditempatkan di Aula Kantor Camat Muara Batu dan selalu diawasi dan diberikan bantuan.
Baca juga: 35.618 Jiwa Harus Mengungsi Akibat Banjir di Aceh Utara
“Setelah mereka kembali terdampar di Aceh Utara melalui Muara Baru dan Dewantara pada 15 November 2022, Pemerintah memberikan perhatian dan bantuan,” sebut Hamdani.
Pun demikian, karena terbatasnya dana daerah, serta belum pulihnya Aceh Utara dari efek banjir beberapa waktu lalu, fokus utama tetap pada korban banjir. Walau demikian, untuk penangangan Rohingya yang lari dari kampung halamannya itu, sudah digelar rapat antara muspida, IOM, serta UNHCR.
Hamdani juga mempertanyakan mengapa pengungsi Rohingya yang sudah diberikan fasilitas sementara di Balai Desa Muara Baru, pada Jumat (24/11/2022) justru diboyong ke Simpang Landing, Lhoksukon? Siapa yang mengangkut pengungsi tersebut ke sana? Apa maksudnya?
“Upaya Pemkab Aceh Utara sudah sangat maksimal. Di tengah penanganan dampak banjir yang belum selesai, pemerintah masih bersedia memberikan perhatian kepada mereka,” sebut Hamdani.
Aksi Politik Pemindahan Pengungsi Rohingya
Sejumlah warga Aceh Utara yang diwawancari Komparatif.id, menyebutkan pemindahan pengungsi Rohingya dari Balai Desa Muara Batu ke Simpang Landing, merupakan aksi politik, demi memunculkan image negatif terhadap citra pemkab setempat.
Muhammad Jafar (40) warga Lhoksukon menyebutkan kehadiran pengungsi Rohingya ke Aceh Utara bukan barang baru. Sudah berulang kali, dan setelah ditampung akan hilang satu persatu.
Pun demikian, Pemerintah Aceh Utara tetap memberikan bantuan semampunya. Perihal penangangan ekstra, merupakan tanggung jawab IOM dan UNHCR.
Oleh karena itu, Jafar menilai pemindahan Rohingya ke Simpang Landing pada Jumat (25/11/2022) merupakan aksi politik demi menjelekkan Pemerintah Aceh Utara.
“Saya mencurigai ini aksi sindikat. Demi menekan Pemerintah Aceh Utara. Sementara mereka dengan membangun sandiwara empati terus-menerus dapat memasukkan pengungsi itu ke sini,” sebut Jafar.
Pendapat senada juga disampaikan oleh beberapa warga lainnya. Mereka berkesimpulan pemindahan pengungsi Rohingya dari Balai Desa ke Simpang Landing merupakan aksi politik semata.