Pelantikan Penjabat Bupati Aceh Utara memberi warna tersediri yang membuat banyak pihak larut dalam emosi dan perasaan masing-masing. Bagaimana tidak, setelah dilantik sang Pj langsung membuat gebrakan dengan langkah blusukan ke berbagai daerah untuk melihat langsung kondisi masyarakat yang dia pimpin.
Kunjungan ke rumah fakir miskin, proyek-proyek yang sedang dikerjakan, dan kegiatan-kegiatan sukses Badan Usaha Milik Gampong (BUMG). Tidak lain kegiatan ini semata-mata dilakukan untuk memperoleh data ril di lapangan tentang kondisi Aceh Utara yang merupakan salah satu kabupaten termiskin di Aceh.
Tentunya kegiatan blusukan Pj Bupati menciptakan secercah harapan baru bagi warga Aceh Utara, khususnya warga yang selama ini memiliki masalah dengan pendapatan dan pekerjaan. Mereka melihat gebrakan sang Pj merupakan sebuah mimpi yang ditunggu-tunggu untuk menjadi sebuah kenyataan.
Baca juga: Pj Bupati Minta Gampong Lain Tiru BUMG Seumirah
Mengamati kondisi di atas mengingatkan saya pada sebuah cerita yang saya baca di media sosial, tentang seorang konglomerat keluar dari sebuah gedung megah pada musim salju. Sambil menunggu kenderaan yang agak sedikit lama, dia berjalan keluar pekarangan Gedung. Di jalan dia melihat seorang pengemis dengan kondisi yang sedikit membuat dirinya heran.
Pengemis tersebut duduk di pinggir jalan dengan pakaian alakadarnya, padahal cuaca saat itu sedang musim dingin dan jalan-jalan diselimuti oleh salju. Kemudian sang konglomerat menghampirinya dan bertanya “Apakah Anda tidak merasa kedinginan?”. Sang pengemis menjawab “Apa yang bisa saya lakukan selain berusaha untuk menyesuaikan diri dengan cuaca, karena saya tidak mampu membeli jaket tebal seperti anda,”.
Jawaban si pengemis sangat menyentuh perasaannya, kemudian sang konglomerat berkata “Baiklah, saya memiliki beberapa potong jaket di rumah, besok akan saya berikan kepada Anda”.
Keesokan harinya sang pengemis menunggu seharian datangnya sang konglomerat sebagaimana dijanjikan. Namun sang konglomerat memiliki kegiatan yang super padat sehingga dia tidak dapat memenuhi janjinya.
Dua minggu sudah berlalu, tiba-tiba sang konglomerat teringat terhadap janjinya. Kemudian dia segera mengambil beberapa potong jaket tebal untuk diantar kepada si pengemis. Ketika sampai di lokasi dia menemukan sang pengemis sudah membeku kedinginan dengan selembar kertas di tangannya.
Konglomerat tersebut mengambil kertas dan membaca tulisan tangan pengemis tersebut.
Aku tulis kata-kata ini andaikata tuan datang dan mudah-mudahan dapat membacanya. Aku sangat bahagia ketika Anda datang dan berjanji untuk membawakan jaket tebal kepadaku. Belum pernah ada orang yang datang melakukan hal tersebut sebelumnya. Sehingga aku sudah terbiasa dengan kedinginan.
Begitu Anda datang dan menjajikan jaket tebal, ketika itu pula kebiasaanku runtuh dengan sebuah harapan, dan harapan tersebut membuatku tidak sanggup lagi menahan dinginnya cuaca di jalan. Kalau Anda datang dan menemukanku terbujur kaku tanpa nyawa lagi, ini semata-mata akibat runtuhnya kemampuanku untuk menyesuaikan diri dengan cuaca musim dingin karena berharap jaket tebal yang Anda janjikan.
Mungkin cerita ini hanya sebuah karangan dengan tujuan tertentu, tetapi orang kecewa dengan harapan dari sebuah janji itu nyata dan sudah sangat banyak memakan korban. Untuk mengubah kebiasaan orang sebaiknya tidak dilakukan dengan sbuah janji, karena kalau janji tersebut akan menimbulkan berbagai dampak yang tidak dapat dikontrol.
Aceh Utara bagaikan orang kaya yang sudah bangkrut, dilemanya adalah ada sebuah nostalgia sekuntum memori. Daerah tersebut pernah memiliki julukan Petro Dolar. Orang-orang pernah merasakan gelombang ekonomi pasang yang membuat kehidupan di daerah tersebut berdenyut 24 jam.
Kebanyakan mereka pernah merasakan gaya hidup mewah dengan memakai barang-barang bermerek, nostalgia tersebut belum sepenuhnya bisa dilepas sehingga sedikit sulit untuk move on. Namun sebahagian yang lain khususnya masyarakat menengah ke bawah tidak ambil pusing dengan nostalgia tersebut.
Kondisi ini bisa dilihat misalnya rawa Cot Trieng yang dulunya tidak ada yang peduli, sekarang sudah menjadi lahan yang sangat produktif. Begitu juga dengan berbagai kondisi sejumlah kebun di berbagai lokasi di Aceh Utara. Singkat kata setelah masa keemasan migas berlalu, kebanyakan warga Aceh Utara kembali menggeluti berbagai profesi dalam bidang pertanian.
Pertanian ini memegang peranan penting dalam food supply change system antara perdesaan dan perkotaan, di mana perdesaan merupakan wilayah produksi dan perkotaan merupakan pasar. Persoalannya adalah pertama apakah sistim supply ini berjalan sebagaimana mestinya atau tidak.
Kedua, bagaimana kapasitas petani dalam melakukan produksi untuk memenuhi permintaan pasar di perkotaan? Seperti apa kondisi mereka? Sejauh mana mereka mampu melakukan produksi?
Ketiga, bagaimana kestabilan pasar dalam mendukung produk para petani?
Saya pikir Pj bupati Aceh Utara perlu melihat tiga kondisi ini dalam membangun Aceh Utara sebagai langkah dasar.
Prinsipnya adalah berapa banyak barang khususnya komoditi pertanian yang dipasarkan di pasar-pasar Aceh Utara, yang merupakan produk dari Aceh Utara itu sendiri. Sehingga kegiatan perdangan disejumlah pasar akan berdampak secara ekonomi bagi warga tempatan.
Kalau kita hanya memiliki kemampuan untuk memanfaatkan pasar, namun tidak mampu berkontribusi untuk mewarnai pasar, maka kondisi kemiskinan di Aceh Utara besar kemungkinan akan sulit diubah.
Untuk mengubah kondisi ini diperlukan kerja-kerja secara sinergitas antara Dinas Pertanian, Dinas Pasar dan kebijakan pemerintah daerah untuk menggalakkan penggunaan produk lokal.
Dinas Pertanian berperan meningkatkan kapasitas para petani, Dinas Pasar melalui kebijakannya mengupayakan tempat bagi produk lokal dan pemerintah daerah mengkampanyekan berbagai produk lokal. Negara Australia sendiri menempuh kebijakan ini untuk mengontrol pasar-pasar mereka dari serangan berbagai produk global.
Ketika Pemerintah Aceh Utara mengambil kebijakan seperti ini, kemudian mempromosikannya kepada publik maka pemerintah tidak hanya mampu mengkapanyekan keberhasilan yang sudah ada. Tetapi ikut serta berjuang untuk sebuah keberhasilan itu sendiri.
Apalagi kalau Pj mampu melakukan sebuah ide semacam “One Village One Product” seperti di Oita Jepang, atau “One Tumbem one Product” seperti di Thailand. Aceh Utara akan menjadi pelopor sebagai daerah yang mengembalikan kedaulatan pasar kepada para petani lokal.
Kita memiliki tanah yang subur, tetapi mulai dari cabai, bawang, kentang, kunyit, jahe dan berbagai produk dasar untuk kebutuhan rumah tangga lainnya, kita impor dari daerah lain. Konsumen menghabiskan resources tetapi produsen memperbesar resources. Semoga ke depan Bupati Aceh Utara tidak hanya mampu membangun wacana pembangunan, tapi juga dapat mewujudkan wacana menjadi pembangunan nyata.
Sudah cukup lama Aceh Utara dibiarkan tidak terurus dengan baik. Kiranya kehadiran Pj dapat memberikan perubahan dengan program yang bersumber dengan konsep nyata.
Mari kita mulai dengan tagline“Aceh Utara Gigeh dan Teuleubeh”.