Aceh Butuh Ketua Kadin yang Kuat

Dr. Rustam Effendi. Dia menyebutkan Aceh membutuhkan Ketua Kadin yang kuat.
Dr. Rustam Effendi. Dia menyebutkan Aceh membutuhkan Ketua Kadin yang kuat. Foto: ist.

Komparatif.ID, Banda Aceh– Pengamat ekonomi Dr. Rustam Effendi, S.E., M. Econ, yang juga staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala, menyebutkan Aceh saat ini membutuhkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang kuat. Sosok Ketua Kadin harus benar-benar pelaku bisnis berkaliber nasional dan internasional.

Hal tersebut disampaikan oleh Rustam Effendi kepada Komparatif.id,  Sabtu (21/5/2022).

Persoalan ekonomi Aceh selama dua tahun terakhir mengalami guncangan cukup serius. Meskipun membaik pada triwulan IV 2021, perlambatan ekonomi karena pandemi Covid-19 masih sangat terasa. Oleh karena itu salah satu sektor yang harus segera dibenahi yaitu Kadin Aceh, karena organisasi para saudagar itu turut menyumbang peran besar bagi maju atau mundurnya perekonomian.

“Pertumbuhan ekonomi kita masih membutuhkan support yang kuat, supaya bisa tumbuh lebih tinggi, khususnya lapangan usaha basis utama seperti pertanian, dan perdagangan, yang selama ini menjadi komponen penopang struktur ekonomi dan sangat membantu Pemerintah Aceh,” kata Rustam. 

Peserta Terbaik I Diklat PPN-Analisa Proyek Pembangunan Akt XXIV yang diselenggarakan oleh LPEM UI & Bappenas RI ini mengatakan jauh sebelum Kadin ada, saudagar-saudagar Aceh telah melakukan perdagangan antar negara, khususnya di regional Asia Tenggara. Saat ini rekam jejak usaha pengusaha Aceh masih dapat ditemukan. 

Lebuh Acheh di Pulau Pinang, serta tinggalan-tinggalan jejak bisnis di Malaysia saat ini, merupakan bukti bila saudagar Aceh di masa lampau telah menjadi pelaku niaga antar negara yang bergaul dan berbisnis dengan masyarakat internasional.

Pelabuhan-pelabuhan Aceh seperti di Lhokseumawe, Pidie, Aceh Utara, Langsa, dll, dulunya juga pelabuhan yang sangat sibuk melayani perdagangan antar negara. Komoditi seperti pinang, kelapa, dll diekspor langsung dari pelabuhan-pelabuhan di Aceh. 

“Rekam jejak masa lalu perlu menjadi catatan, bahwa saudagar Aceh telah mencapai pergaulan internasional dalam berbisnis,” kata Rustam. 

Namun beberapa dekade terakhir, dunia usaha yang digerakkan oleh swasta telah meredup di Aceh. Tidak pernah lagi terdengar eskpor besar-besaran yang dilakukan melalui pelabuhan di Serambi Mekkah. 

Pernah timbul harapan bila itu akan pulih ketika damai datang. Namun sampai saat ini impian menghidupkan kembali dunia investasi di Aceh, seperti punguk merindukan bulan. 

Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pelaku niaga besar yang dapat menghubungkan Aceh dengan dunia luar. Praktik ekonomi selama ini di Aceh dilakukan dalam skala kecil. Umumnya berupa barang mentah yang dikumpulkan oleh agen-agen kecil dan dikirim ke luar seperti Sumatera Utara.

Efek dari perilaku ekonomi yang demikian, provinsi luar yang mendapatkan nilai tambah. Juga orang luar yang mendapatkan kesempatan bekerja pada industri yang bahan mentahnya dipasok dari Aceh. 

Satu-satunya sumber utama ekonomi Aceh hanyalah anggaran daerah, yang dikelola oleh pemerintah dan swasta yang bekerja pada proyek pemerintah. Uang yang sudah jelas besarannya tersebut terbukti kurang cukup untuk membangkitkan perekonomian Aceh. 

Menurut ekonom ini, tanpa kucuran dana segar dari investasi swasta yang tidak menggantungkan hidupnya pada anggaran daerah dan anggaran nasional, mustahil ekonomi daerah ini akan bangkit. Ujung-ujungnya  berimbas pada kesulitan menyediakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan, khususnya di desa-desa.

Lalu bagaimana agar investasi swasta masuk ke Aceh? Salah satu caranya dengan memilih Ketua Kadin Aceh yang benar-benar saudagar. Artinya, yang dipilih adalah sosok pebisnis tulen, yang hidup dengan bisnisnya di sektor swasta, tanpa sepenuhnya tergantung pada proyek pemerintah.

Saudagar yang cocok duduk di kursi ketua, bukan semata punya hubungan bisnis di level lokal dan nasional, tapi juga internasional. 

“Ketua Kadin Aceh yang tepat saya kira, ialah sosok pebisnis antar negara yang punya pengalaman dan masa kerja yang lama. Inti agar bisa berkiprah dalam mengelola kancah dunia usaha adalah trust atau kepercayaan dan pengalaman. Jika ini ada, pasti pemilik dana atau investor akan tertarik datang ke Aceh karena mereka punya jaringan di sini yang mereka percaya. Bila tidak, sebanyak apa pun komitmen yang dibuat, hasilnya seperti yang sudah kita ketahui, nyaris semuanya tak dilaksanakan,” kata Rustam Effendi yang sering dinobatkan sebagai fasilitator terbaik pada diklat perencanaan yang dikelola Pusbindiklatren Bappenas RI dengan FEB USK ini.

Untuk itu, menurut Rustam, kadin-kadin kabupaten/kota juga hendaknya melihat posisi Ketua Kadin Aceh tidak sebatas dalam lingkup lokal atau skala kecil. Tidak semata mengukur kapasitas sosok calon hanya sekadar dekat dengan pemerintah daerah, mudah mendapatkan proyek yang dibiayai oleh negara. Kalau hanya sebatas itu, prediksinya ke depan akan banyak yang kecewa karena dengan jumlah anggaran yang terbatas di APBA dan APBK, banyak yang tidak dapat bagian. 

“Kalau ingin maju, maka pikiran harus kita buka. Banyak potensi investasi swasta di luar yang bisa dibawa ke Aceh. Kadin punya peran sangat besar untuk mewujudkannya. Tapi bila Ketua Kadin yang dipilih tidak mampu menjangkau swasta-swasta besar di luar, mustahil investasi-investasi besar akan datang ke Aceh,” kata Rustam yang hampir 12 tahun pernah menjadi staf ahli di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh. 

Ditambahkan oleh Rustam, dengan struktur ekonomi Aceh yang kuat dalam lapangan usaha pertanian dan perdagangan sesuai data yang ada selama ini, maka peran Kadin sangat sentral. Kadin Aceh ke depan tidak hanya bisa berkiprah di dalam, tidak hanya cukup hanya bergantung pada proyek-proyek pembangunan yang dibiayai APBA/APBK semata. Kadin Aceh juga harus bisa mengembalikan kejayaan masa lalu. Dan itu, menurut Rustam, butuh sosok yang ideal sesuai konteks dan tuntutan perannya. Sosok yang punya networking yang luas. Bukan hanya yang jago kandang, tapi juga jago tandang. Bisa berkiprah dalam kancah global karena kemampuannya membangun networking yang kuat dengan partners bisnis.

Jujur saja, menurut pengamat ekonomi tersebut, selama ini Ketua Kadin Aceh yang ada masih kurang punya networking yang kuat dan tautannya belum menjangkau skala global.”

Di sisi lsi, pinta Rustam, Ketua Kadin ke depan juga dapat membangun sinergitas yang kuat dengan pemda, mulai level provinsi hingga kabupaten/kota. Dengan kemampuan APBD/APBA yang kian terbatas dengan sisa dana otsus setahun lagi yang 2 persen dan 5 tahun lagi hanya 1 persen, Kadin ke depan diharapkan bisa menggalang kekuatan finansial atau aliran modal dari luar Aceh. Mampu membaca peluang, memasarkan potensi yang prospektif di Aceh. Di sinilah tuntutan pentingnya networking ini dijadikan sebagai salah satu pertimbangan yang strategis.

Kadin ini, lanjut Rustam, adalah sebagai wadah menghimpun para pelaku dunia usaha. Karenanya, tambah Rustam, sosok Ketua Kadin harus berkemampuan melakukan konsolidasi internal dan eksternal (dengan pihak luar) sehingga wadah ini memiliki struktur bangunan yang kokoh, tidak retak dan rapuh.

“Karena itu, Kadin Aceh tidak boleh memulai dengan langkah yang salah. Ketika kita mengawali dengan langkah yang salah, maka akan kehilangan arah dan berpotensi lemah dan goyah. Semua unsur dalam Kadin harus solid, kompak, dan tidak terkotak-kotak. Semuanya mesti mengedepankan kepentingan organisasi.”

Kadin ke depan harus menjadi wadah pembinaan bagi semua anggota. Apabila ada proyek di APBD atau proyek dari sumber anggaran lain haruslah dibagi secara adil, saling menghidupkan dan membesarkan anggotanya.

Kadin Aceh ke depan, di mata Rustam, juga mesti banyak melakukan sosialisasi atau visit ke sekolah sekolah, membantu tumbuhnya nilai-nilai entrepreneurship (kewirausahaan) bagi para talent, membantu mencari peluang untuk tempat magang anak-anak SMK, tidak hanya di daerah tapi juga di tingkat nasional dan global yang selama ini belum terlihat perannya.

Kadin Aceh ini jika mau maju harus bekerja sama, mengenyampingkan ego. Bina hubungan yang harmonis antar sesama unsur.

“Ingatlah, siapapun calonnya, semua adalah teman kita. Jika pun sekarang kita belum berteman, jangan anggap dia sebagai lawan kita. Rangkul dan bertemanlah,” pungkas Rustam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here