Komparatif.ID, Banda Aceh– Provinsi Aceh berada pada ring of fire—tempat bertemunya tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, sehingga bencana alam seperti gempabumi dan tsunami, berpotensi terjadi kapan saja.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Almuniza Kamal, pada acara seminar kajian tahun 2022 bertema “Kebencanaan” yang digelar oleh Museum Tsunami, Rabu dan Kamis (5-6/10/2022) di Grand Permata Hati, Kota Banda Aceh.
Almuniza Kamal dalam sambutannya menyebutkan, Aceh memiliki memori terhadap bencana besar yang memilukan yaitu tsunami. Apabila ingatan tersebut hilang maka kewaspadaan terhadap bencana juga terlupakan.
“Maka langkah siaga kita tidak hanya mengenang namun saling berbagi pengalaman bencana sebagai cara agar kita mampu selamat, bertahan dan bangkit akibat dampak bencana” sebut Almuniza.
Almuniza juga berharap dengan adanya kegiatan dengan tema “Kebencanaan” ini, dapat menjadikan masyarakat serta generasi muda aware terhadap bencana. Mengingat Aceh berada di posisi ring of fire, yang sewaktu-waktu tanpa disadari bencana gempa dan tsunami dapat menimpa kapan saja.
“Pengetahuan serta kewaspadaan juga perlu ditingkatkan guna meminimalisir adanya korban jika bencana tersebut terjadi lagi dimasa yang akan datang,” tutup Almuniza.
Museum Tsunami Aceh selama 4 tahun ini telah melaksanakan beberapa kajian, di antaranya tentang 10 koleksi tsunami, tentang pengalaman-pengalam tsunami dari kalangan tokoh, kajian lokasi terdampak tsunami dan pengalaman tsunami dari kalangan masyarakat umum.
Baca juga: Gagalnya Investasi UEA dan Tenggelamnya Kepulauan Banyak
Tahun ini, Museum Tsunami menggelar seminar kajian yang kedua yang digelar selama 2 hari, 5-6 Oktober dengan tujuan berbagi informasi terkait bencana alam terutama tsunami bagi masyarakat umum terutama generasi mendatang menjadi generasi tanggap bencana.
Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M. Syahputra AZ dalam laporannya menyebutkan seminar tersebut mengundang 6 narasumber yang akan memaparkan materi dengan tema kebencanaan.
Seperti dikutip dari Wikipedia pada artikel Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, gempabumi dan tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 pada pukul 07:58:53 WIB hari Minggu, 26 Desember 2004 episentrumnya terletak di lepas pantai barat Sumatra, Indonesia.
Guncangan gempa tersebut berskala 9,1–9,3 dalam skala kekuatan Momen dan IX (Violent) dalam skala intensitas Mercalli. Gempa bumi megathrust bawah laut terjadi ketika Lempeng Hindia didorong ke bawah oleh Lempeng Burma dan memicu serangkaian tsunami mematikan di sepanjang pesisir daratan yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Gelombang tsunami yang tingginya mencapai 30 m menewaskan 230.000 – 280.000 jiwa di 14 negara dan menenggelamkan sejumlah permukiman pesisir.
Gempa dan tsunami ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang dampaknya paling parah selain Sri Lanka, India, dan Thailand.
Berdasarkan laporan yang dikutip dari situs Tempo.co, di Aceh, lebih dari 160 ribu orang dinyatakan meninggal. Di dalamnya, ada sekitar 1148 guru yang menjadi korban. 289 ribu anak usia sekolah kehilangan kesempatan untuk menimba ilmu karena rusaknya berbagai gedung sekolah.
Berdasarkan data dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias), 93.285 orang dinyatakan hilang. Sekitar 500 ribu orang kehilangan tempat tinggal, dan sekitar 750 ribu orang kehilangan pekerjaan dan menjadi tuna karya.
sebanyak 654 desa rusak oleh tsunami Aceh. Keluarga yang kehilangan atau rusak tempat tinggalnya tercatat 63.977 KK. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana gempa dan tsunami Aceh ini secara keseluruhan mencapai lebih dari 97% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh.
Indonesia di Ring of Fire
Terletak di Ring of Fire Pasifik (daerah dengan tingkat aktivitas tektonik yang tinggi), Indonesia harus menghadapi risiko letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, dan tsunami yang terus-menerus.
Dikutip dari laporan Indonesia-investment.com, pada artikel Earthquake in Indonesia: Dozens Feared Dead in Aceh, gempa bumi merupakan ancaman terbesar dalam hal bencana alam di Indonesia karena datangnya tiba-tiba dan dapat menyerang daerah padat penduduk, seperti kota-kota besar.
Gempa bumi dengan kekuatan sekitar lima atau enam skala Richter terjadi hampir setiap hari di Indonesia, tetapi biasanya tidak menimbulkan atau sedikit kerusakan. Ketika magnitudo menjadi lebih dari tujuh skala Richter, gempa bumi berpotensi menimbulkan banyak kerusakan.
Setiap tahun, dua atau tiga gempa bumi dengan magnitudo tujuh atau lebih terjadi di Indonesia dan menimbulkan korban jiwa serta merusak infrastruktur atau lingkungan.
Tingginya jumlah korban jiwa di Indonesia bukan saja karena berada di ring of fire, antara lain juga disebabkan oleh buruknya kondisi beberapa sarana dan prasarana perumahan. Inilah sebabnya mengapa gempa bumi sedang sebenarnya dapat mengakibatkan banyak korban, runtuhnya banyak bangunan dan perpindahan banyak orang.
Sebuah publikasi Bank Dunia (pada bulan Oktober 2010) menyatakan keprihatinannya tentang dampak dahsyat dari gempa bumi berkekuatan 8,5 SR jika terjadi di kota besar seperti Jakarta.
Gempa bumi bawah laut atau letusan gunung berapi di laut dalam bentang ring of fire dapat menyebabkan gelombang air tsunami yang dapat berdampak buruk pada orang-orang dan benda-benda di dekat laut. Pada tahun 2004 sebagian besar dunia diguncang oleh gempa bumi Samudra Hindia dan tsunami berikutnya, menewaskan lebih dari 167.000 orang di Indonesia (terutama Aceh) saja. Meski jarang terjadi tsunami besar seperti tsunami 2004, wilayah Sumatera sering dikejutkan oleh gempa lepas pantai yang berpotensi memicu tsunami.
Mengingat tsunami 2004 masih segar dalam ingatan, tingkat ketakutannya tinggi. Seringkali orang Indonesia yang tinggal di desa atau kota yang dekat dengan pantai, mengungsi ke perbukitan (terletak lebih ke pedalaman) setelah terjadi gempa bumi.
Sejumlah pengamat menyebutkan, meskipun secara ilmiah gempabumi dan tsunami Aceh dapat dihitung jangka keberulangan, tapi karena berada di ring of fire, potensi terjadi kembali dapat berlaku kapan saja.