83,3 % Siswa SMA Setuju Pancasila Diganti

83,3 % Siswa SMA Setuju Pancasila Diganti
Maypritas siswa SMA yang disurvey SETARA Institute sepakat bahwa Pancasila bukan ideologi permanen. Foto: Kementerian PMK.

Komparatif.ID, Jakarta– 83,3 % siswa SMA di Indonesia setuju bila Pancasila diganti. Mereka memiliki pandangan bila Pancasila merupakan ideologi yang tidak permanen.

Demikian hasil survey berjudul “Toleransi Siswa Sekolah Menengah Atas” yang dilaksanakan oleh SETARA Institute. Hasil suvey tersebut dipublikasikan pada Rabu (17/5/2023).

Direktur Eksekutif SETARA Intitute Halili Hasani menjelaskan, berdasarkan survey tersebut 56,3 % responden menyetujui syariat Islam sebagai landasan bernegara. Bahkan jumlah siswa SMA semakin banyak yang memberi respons “menarik” saat pertanyaan menyoal Pancasila sebagai dasar negara. 83 persen setuju bila Pancasila bukan ideologi permanen.

Baca: Siswa SMAN 3 Banda Aceh Wakili Indonesia ke Jerman

61,1 persen siswa SMA yang menjadi responden juga sepakat bila mereka lebih nyaman bila seluruh siswi di sekolah memakai jilbab. Sedangkan 38,9 responden mengaku tidak nyaman bila siswi menggunakan jilbab di sekolah.

Tingkat penerimaan pada perbedaan juga cukup tinggi. 99,6 persen setuju penghormatan terhadap perbedaan ras dan etnis. Rasa empati terhadap kelompok yang berbeda agama juga cukup tinggi, mencapai 98,5 persen.

Siswa SMA yang sepakat perihal pentingnya kesetaraan gender dalam pemilihan ketua OSIS juga sangat bagus. Persentasenya mencapai 93,8 persen.

“Dari hasil survey perihal intoleransi, peragaan inteloransi di sejumlah sekolah tidak memperoleh dukungan signifikan dari para siswa yang menjadi lokus penelitian ini,” sebut Halili.

Pun demikian, dia mengatakan, menurut hasil survey, ketika pertanyaan memasuki wilayah ideologi, menurut SETARA Institute, tingkat intoleransinya mulai menurun. Misalnya ketika ditanya persoalan penghinaan terhadap agama, 20,2 persen responden mengaku tidak dapat menahan diri melakukan kekerasan sebagai respon atas penghinaan terhadap agama yang dianut. Persentase demikian menjadi catatan penting, meski yang memberikan jawaban sebaliknya masih sangat dominan, yaitu 79,8 persen.

Temuan menarik lainnya, 51,8 persen responden setuju bila Barat—Amerika, Inggris, Australi, dll–, dianggap sebagai ancaman terhadap agama dan budaya Indonesia.

Para responden juga tidak setuju bila keyakinan selain yang mereka anut dianggap sesat. Jumlahnya mencapai 74,4 persen. Akan tetapi jumlah responden yang setuju bahwa harus mati demi membela agama, jumlahnya juga meningkat, yaitu 33%.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, R. Muhammad Mihradi, dalam artikelnya Pancasila di Generasi Tiktok, menyebutkan Pancasila sebagai ideologi bangsa kerap berjarak dengan rakyatnya. Namun demikian, itu sesuatu yang wajar. Sebab, hakikatnya, ideologi tidak lain adalah hasil refleksi manusia terkait kemampuan mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Pasti ada jarak, ideologi dengan kenyataan.

Maka, secara alamiah terjadi dialektika ideologi dengan kenyataan hidup. Sehingga ada hubungan timbal balik. Satu sisi, memacu ideologi makin realistis. Di sisi lain, mendorong masyarakat mendekati bentuk ideal.

“Bagi saya, semakin mendekatnya jarak ideologi dengan kenyataan mesti dimodifikasi. Caranya, melalui edukasi, sosialisasi dan penanaman nilai berkelanjutan. Disitulah penting memasukan pendidikan Pancasila di kurikulum wajib pendidikan mulai dasar sampai perguruan tinggi seperti yang sudah berlaku saat ini,” tulis Mihradi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here