
Lonjakan pengidap HIV di Banda Aceh sangat mencengangkan. Banyak yang tidak percaya bila HIV di Banda Aceh terus meningkat. Penyebab meningkatnya HIV di Banda Aceh tidak tunggal.
Tahukah kamu? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, membuat penderitanya lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Lebih menakutkan, jika tidak ditangani dengan baik, HIV bisa berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), di mana daya tahan tubuh melemah drastis dan sulit melawan infeksi.
Tapi jangan panik! HIV tidak menular lewat pelukan, berbagi makanan, atau bersentuhan. Penularannya terjadi melalui hubungan seksual tanpa pengaman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, serta dari ibu yang terinfeksi ke bayinya saat persalinan atau menyusui.
Kabar baiknya, meski belum ada obat yang bisa benar-benar menyembuhkan, pengobatan dengan terapi antiretroviral (ARV) bisa membantu penderita tetap sehat dan menjalani hidup normal.
Baca: Hipertensi Bisa Sebabkan Komplikasi
Banyak orang masih beranggapan HIV sebagai penyakit yang jauh dari kehidupan mereka. Realitanya, virus ini bisa menginfeksi siapa saja tanpa pandang bulu. Kurangnya edukasi, stigma sosial yang kuat, serta rendahnya kesadaran untuk melakukan tes HIV menjadi tantangan besar. Banyak orang yang baru menyadari dirinya terinfeksi saat kondisinya sudah parah. Penyebabnya karena takut atau malu untuk memeriksakan diri lebih awal.
Di sisi lain, akses terhadap layanan kesehatan dan terapi antiretroviral (ARV) masih perlu diperluas, supaya lebih banyak orang bisa mendapatkan pengobatan sejak dini. Tanpa penanganan yang tepat, HIV bisa terus menyebar secara diam-diam di tengah masyarakat.
Lonjakan HIV di Banda Aceh
Beberapa waktu belakangan, lagi ramai diperbincangkan gara-gara lonjakan kasus HIV/AIDS di Banda Aceh yang bikin banyak orang waspada. Kalau dulu kasus ini masih dianggap jauh dari kita, sekarang angka penderitanya terus bertambah, bahkan di kalangan anak muda! Dari data terbaru, tercatat ratusan kasus HIV/AIDS ditemukan di Banda Aceh, dan yang bikin kaget, banyak di antaranya masih berusia produktif, 19-30 tahun.
Pada Januari 2025, dalam sebuah wawancara dengan RRI, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, dr. Iman Murahman, Sp.KKLP, MKM, mengungkapkan bahwa kasus HIV di Aceh kini lebih banyak ditemukan pada kelompok usia muda, yakni rentang 11 hingga 30 tahun.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Aceh, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, jumlah kasus HIV/AIDS di Aceh terus mengalami peningkatan. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2021 dengan 181 kasus, kemudian bertambah menjadi 277 kasus pada 2022, meningkat menjadi 309 kasus pada 2023, dan mencapai 348 kasus pada 2024.
Sepanjang tahun 2024, sebanyak 109.645 warga Aceh telah menjalani tes HIV. Dari jumlah tersebut, 348 orang dinyatakan positif terinfeksi. Kota Banda Aceh menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi.
Jika ditinjau dari periode 2004 hingga 2024, total kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Aceh mencapai 1.735 orang. Sementara itu, jumlah pasien yang meninggal akibat HIV/AIDS selama periode tersebut hampir mencapai 500 orang. Bila ditambahkan dengan data manual, jumlah kematian sebenarnya hampir mencapai 500. Ada juga pasien yang hilang dari pemantauan (lost to follow up), yang kemungkinan besar telah meninggal dunia.
Kota Banda Aceh mencatat jumlah kasus kematian tertinggi dengan 100 kasus, disusul oleh Langsa dengan 74 kasus, dan Aceh Utara dengan 40 kasus. Menurutnya, tingginya angka kasus di tiga wilayah ini disebabkan oleh adanya fasilitas layanan HIV yang telah tersedia sejak awal, seperti di Rumah Sakit Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Rumah Sakit Langsa, dan Rumah Sakit Cut Meutia Aceh Utara.
Mayoritas kasus HIV di Banda Aceh ditemukan pada kelompok laki-laki muda, terutama yang melakukan hubungan seks berisiko tanpa pengaman. Hal ini menunjukkan bahwa edukasi dan kesadaran tentang pencegahan HIV di Banda Aceh masih kurang. Bukan cuma soal gaya hidup, tapi juga soal stigma yang bikin orang takut untuk periksa atau terbuka soal status kesehatannya.
Yang lebih miris, banyak penderita baru sadar saat kondisinya sudah parah. Padahal, HIV bukan akhir dari segalanya. Dengan terapi antiretroviral (ARV), penderita bisa tetap sehat dan menjalani hidup normal. Tapi syaratnya, mereka harus tahu lebih awal dan berani ambil langkah untuk berobat.
Penyebab HIV di Banda Aceh Meningkat
HIV itu bukan penyakit yang tiba-tiba datang begitu aja, ada banyak faktor yang bikin seseorang lebih rentan terkena virus ini. Dan percaya atau tidak, HIV di Banda Aceh, angka kasusnya makin naik gara-gara beberapa kebiasaan dan faktor risiko yang sering disepelekan. Nah, apa aja sih yang bikin seseorang bisa terkena HIV?
- Seks Bebas Tanpa Pengaman
Ya, ini menjadi penyebab penting HIV meningkat di Banda Aceh. Banyak orang enggan menggunakan alat pengaman saat berhubungan seks. Penggunaan kondom merupakan salah satu cara efektif untuk mencegah penularan HIV.
- Penggunaan Jarum Suntik Tidak Steril
Biasanya ini terjadi di kalangan pengguna narkoba suntik. Mereka sering berbagi jarum suntik dengan orang lain, dan kalau salah satu dari mereka ada yang terinfeksi HIV, virusnya bisa langsung menular. Makanya, selain bahaya narkobanya sendiri, cara penggunaannya juga jadi pemicu penyebaran virus.
- Ibu Hamil yang Terinfeksi HIV
Tidak semua orang sadar kalau HIV juga bisa menular dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Kalau seorang ibu hamil positif HIV dan tidak menjalani pengobatan, virus ini bisa menular saat persalinan atau menyusui. Itulah terterkenapa penting banget buat ibu hamil cek kesehatan sejak dini.
- Kurangnya Kesadaran dan Tes HIV
Penyebab HIV di Banda Aceh semakin meningkat, juga karena banyak tidak sadar kalau mereka punya risiko terkena HIV. Malah, banyak juga yang takut atau malu mengikuti tes HIV karena stigma negatif di masyarakat. Padahal, semakin cepat tahu status kesehatan, semakin cepat juga bisa ditangani.
- Kurangnya Edukasi Soal HIV
Masih banyak yang mikir kalau HIV itu cuma bisa terkena kalau kita bergaul dengan orang yang terinfeksi. Padahal, HIV tidak menular lewat sentuhan, berbagi makanan, atau duduk bareng di tempat umum. Karena kurangnya pemahaman ini, banyak orang jadi tidak peduli untuk cari tahu bagaimana cara pencegahannya.
- Stigma dan Rasa Takut yang Berlebihan
Karena takut dikucilkan, banyak orang yang sudah terkena HIV akhirnya memilih diam dan tidak mau periksa atau berobat. Akibatnya, mereka tidak sengaja menularkan virus ini ke orang lain. Kalau stigma ini bisa dikurangi, pasti lebih banyak orang yang berani tes dan menjalani pengobatan.
- Hubungan Seks Sejenis
Hubungan seks sejenis, baik antara pria dengan pria maupun wanita dengan wanita, juga menjadi faktor risiko penularan HIV, terutama jika dilakukan tanpa pengaman. Pada hubungan seks antar pria, seks anal memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan seks vaginal karena lapisan rektum lebih tipis dan rentan mengalami luka kecil yang bisa menjadi jalur masuk virus. Jika dilakukan tanpa kondom dan pelumas berbasis air, kemungkinan penularan HIV meningkat drastis.
Sementara itu, pada hubungan sesama wanita, meskipun resikonya lebih rendah, tetap ada kemungkinan infeksi melalui pertukaran cairan tubuh, seperti darah menstruasi atau penggunaan alat bantu seks yang tidak steril.
Kurangnya pemahaman dan minimnya edukasi terkait kesehatan seksual dalam komunitas ini juga meningkatkan risiko penularan. Selain itu, stigma sosial sering kali membuat individu enggan untuk mencari informasi, melakukan tes HIV, atau mendapatkan layanan kesehatan yang diperlukan.
Penulis adalah dr. Teuku Renaldi, M.K.M. Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.