24 Wartawan di Bireuen Dibekali Dasar-Dasar Jurnalistik

Wartawan
Muhajir Juli dan Desi Safnita, Senin (9/10/2023) membekali pengetahuan dasar-dasar jurnalistik kepada 24 wartawan yang meliput di Bireuen. Kegiatan itu kerja sama Kejari Bireuen dan Komparatif.Id. Foto: Sofyan Ramli/Fuad Saputra.

Komparatif.ID, Bireuen—24 wartawan di Bireuen dibekali pengetahuan dasar-dasar jurnalistik. Kegiatan yang bertajuk penguatan kapasitas tersebut diselenggarakan pada Senin (9/10/2023) di Aula Kejari Bireuen.

Muhajir Juli selaku Pemimpin Redaksi media online Komparatif.Id, yang bertindak sebagai fasilitator pelatihan, menjelaskan kepada peserta tentang pengertian dunia jurnalistik.

Ia juga menjelaskan tentang teknik menentukan ide tulisan, ciri bahasa jurnalistik, dan kode etik jurnalistik. Sementara itu Pemred NaritNews.Com Desi Safnita membekali peserta perihal delik pers.

Dalam penjelasannya Muhajir menyebutkan setiap orang yang memilih menggeluti profesi jurnalis, harus mengetahui definisi wartawan; tugas dan fungsinya. Selain itu wartawan juga harus menguasai 11 kode etik jurnalistik yang menjadi panduan dalam bekerja.

Baca: Kejari dan Komparatif.id Gelar Penguatan Kapasitas untuk Wartawan di Bireuen

Kegiatan itu bertambah seru ketika memasuki materi menentukan ide liputan. Beberapa peserta bingung menyusunnya. Sementara yang lain kebingungan mengawali paragraf pertama setelah selesai meliput.

Dalam konteks menentukan ide tulisan, Muhajir Juli berbagi kiat. Supaya insting jurnalis tajam, dapat diasah dengan cara banyak membaca buku, artikel di surat kabar bermutu, memperluas pandangan, mempertajam pendengaran, dan berkeliling.

“Banyak kejadian atau fenomena yang terjadi sepanjang waktu. Itu semua bisa menjadi bahan berita. Untuk mendapatkannya, seorang wartawan harus mengaktifkan lima inderanya. Supaya dapat menemukan ironi, kontradiksi, aneh, kemegahan, bau rusuk, sakit, dingin, dll. Hal-hal itu tidak dapat ditemukan, bilamana insting kewartawanan tidak diasah,” sebut Muhajir.

Kepada wartawan yang mengatakan seringkali gagal memulai paragraf pertama, Muhajir yang telah bersertifikasi Wartawan Utama dari Dewan Pers, menyebutkan kata-kata yang ditulis oleh wartawan, tidak datang serta merta. Stok kata-kata harus dimiliki di dalam otak. Tidak ada acara paling ampuh selain dengan giat berlatih.

Ada beberapa alasan mengapa paragraf pertama tidak dapat ditulis. Pertama, karena tidak cukup bahan. Kedua kekurangan stok kata, dan ketiga, writer block.

Bagi yang merasa kesulitan mengawali paragraf karena alasan kekurangan stok kata-kata, maka perlu banyak membaca dan menyalin buku. Menyalin ulang buku merupakan terapi paling mustajab supaya otak terbiasa dengan permainan kata.

Untuk perihak writer block, satu-satunya cara istirahat sementara waktu. Bila sudah mandeg, berarti pikiran sudah jenuh. Solusinya jalan-jalan, nonton film, atau paling murah, menyeruput kopi sembari menikmati suasana.

Saat mengupas ciri bahasa jurnalistik yang mencapai 15 point, Muhajir menjelaskan bahwa secara umum bahasa jurnalistik memiliki dua syarat; menggunakan bahasa baku sesuai ejaan negara, dan mudah dipahami oleh pembaca (tidak bertele-tele).

“Bahasa jurnalistik harus mudah dipahami oleh audiens yang ditarget, singkat (to the point), padat, lugas, jelas, jernih,” sebut Muhajir.

Bahasa jurnalistik juga harus menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, serta menghindari kata tutur. “Paling penting juga untuk diketahui, bahasa jurnalistik mengutamakan kalimat aktif,” terangnya.

Wartawan Tidak Kebal Hukum

Pemred NaritNews.Com Desi Safnita yang menyampaikan materi delik pers, menjelaskan di dunia ini terdapat empat undang-undang yang memuat hukum pers. UU tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Indonesia), Press Law 5782-1982 (Israel), Press and Jouranlist Act 2023 (Malaysia), dan Media Law 2018 (Myanmar).

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 mengatur tentang hak dan kebebasan pers, etika jurnalistik, kewajiban media, hak jawab, serta sanksi hukum untuk pelanggaran pers.

Desi Safnita menekankan wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati kode etik jurnalistik. Ketentuan itu telah diikat dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999.

Desi menerangkan etika jurnalistik merupakan landasan moral jurnalis untuk membuat berita yang dapat dipertanggungjawabkan yang didasarkan atas bagaimana pers menghormati seluruh hak asasi setiap orang tanpa memandang siapa mereka.

Dalam melaksanakan tugasnya, wartawan tidak kebal hukum. Kapan saja berpotensi berperkara hukum. Baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Umumnya karena pelanggaran kode etik.

Penyebab ketidaksengajaan antara lain karena tingkat ketelitian masih rendah, tidak melakukan ferivikasi berlapis, tidak meramu berita secara memadai, tidak mencari perbandingan atau bahan tulisan, dan lain sebagainya.

Adapun faktor kesengajaan bisa berupa sejak awal memiliki itikad tidak baik, tidak paham KEJ dan disertai niat tidak baik, persaingan pers yang sangat ketat sehingga melanggar KEJ demi mendahului media lain, atau juga karena pers dipakai untuk topeng atau kamuflase.

Desi mengatakan wartawan akan “kebal hukum” sepanjang menjalankan tugasnya berdasarkan UU Pers, KEJ, dan peraturan-peraturan turunann; seperti peraturan Dewan Pers.

“Wartawan harus tunduk dan taat kepada hukum. Ada atau tidaknya kesalahan pers harus diukur dengan UU pers dan KEJ,” sebut Desi.

Kajari Bireuen H. Munawal Hadi,S.H.,M.H, yang diwaliki oleh Kasi Intelijen Abdi Fikri,S.H.,M.H, yang membuka dan menutup acara mengatakan penguatan kapasitas wartawan, dilakukan demi membantu para jurnalis supaya lebih memahami profesi yang digelutinya.

“Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi ajang silaturahmi yang baik antara wartawan dan Kejari. Serta dapat memberikan manfaat kepada para wartawan, sehingga semakin profesional dalam berkarya,” sebut Abdi.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here