Komparatif.ID, Banda Aceh— 22 Organisasi Kepemudaan (OKP) di Aceh meminta aparat keamanan untuk segera menindak tegas segala bentuk kekerasan dan intimidasi yang mencederai proses demokrasi, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada Aceh.
Seruan ini muncul terkait dinamika Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang berlangsung diwarnai aksi kekerasan, terutama di Kabupaten Aceh Utara.
Ketua Gerakan Pemuda Islam yang mewakili seluruh OKP di Aceh, Subhan Saputra, menyebut tindakan-tindakan tidak terpuji yang terjadi selama proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada telah mencoreng wajah demokrasi di Aceh.
Ia menegaskan bahwa Pilkada seharusnya menjadi pesta demokrasi yang damai dan aman, namun malah ternoda oleh aksi-aksi kekerasan yang jauh dari semangat perdamaian.
“Menyikapi dinamika yang berkembang terkait proses pungut hitung Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, kami dari Organisasi Kepemudaan yang ada di Aceh, menyampaikan keprihatinan yang sangat dalam melihat kondisi demokrasi di Aceh sudah tercoreng oleh Oknum-oknum,” kata Subhan, Senin (2/12/2024).
Baca juga: Mirwan Amir: Kecurangan Pilkada di Aceh Utara Sangat Massif, Wajib PSU!
Lebih lanjut, Subhan juga mengkritik keras kinerja Komisi Independen Pemilihan (KIP) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Aceh yang dinilai tidak tegas dan cenderung tidak kompeten dalam menjalankan tugas mereka.
Ia bahkan menyebut lembaga-lembaga tersebut cenderung berpihak, sehingga menambah parah situasi yang seharusnya bisa dikelola dengan adil dan transparan.
Mewakili suara Pemuda Aceh, Subhan menyampaikan beberapa tuntutan penting. Ia mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk segera melakukan verifikasi terhadap KIP dan Panwaslih Aceh.
Selain itu, ia meminta dilakukannya audit investigatif atas kinerja kedua lembaga tersebut untuk memastikan bahwa pelanggaran-pelanggaran selama Pilkada dapat diungkap secara tuntas.
Tidak hanya itu, Subhan juga menyerukan kepada aparat keamanan untuk bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan dan intimidasi yang terjadi di Aceh Utara.
Ya, beberapa oknum, memang ada yang bertugas sebagai “dirty-hand”nya orang-orang dibelakang. tapi nggak mungkin oknum berani klo nggak di-backing. backingnya yang harus dicari juga. siapa lead, orang yang suaranya didengar yang sebagai penggeraknya. mustahil berani main kasar sana-sini.
kesalahan penyelenggara di daerah pun, sama nggak beresnya meskipun secara umum, pemilihannya berjalan lancar, tapi karena integritas nggak ada, jadi mudah digoyang. beberapa orang punya kemampuan “penglihatan” buat orang-orang yang nggak punya integritas, apalagi klo kenal dengan orangnya ataupun dengar suara-suara sumbang dari jauh. udahlah. “hai, nyan jeut ta goyang” “sagoe nyo jeut ta goyang” “sagoe jéh jeut sit” “blah nyo jeut, blah déh h’an jeut”.